Bab 12 Penggemar
Bab 12 Penggemar
Keluarga Pak Baskoro selaku majikan Dira di Singapura, mempunyai kehidupan layaknya salah satu keluarga yang tergolong kaya raya. Pak Baskoro dan istrinya sama-sama bekerja. Setiap akhir pekan mereka memiliki kebiasaan selalu menjamu tamu. Para penandang yang akan datang bervariasi. Kadang orang-orang yang ada di sekitar mereka yakni para tetangga ketika si kembar berulang tahun. Namun jika pada saat libur maka selebihnya pasti teman-teman kerja Pak Baskoro atau pun teman-teman istrinya.
Nyonya muda bekerja di sebuah perusahaan asing yang Dira tidak paham bergerak di bidang apa. Semua percakapan mereka kalau tanpa sengaja Dira simak, tidak ia pahami sama sekali. Sedangkan Pak Baskoro, suaminya, bekerja di perusahaan minyak. Kedua majikan Dira itu masih muda dan masing-masing dengan kesibukannya sendiri. Pengaturan waktu mereka sangat ketat. Di tengah kesibukan mereka, perhatian tetap mereka luangkan untuk si kembar. Nyonya muda pasti selalu menyempatkan diri untuk memasak atau memesan makanan untuk semua anggota keluarga. Dira akan terlibat dalam penataan. Pak Baskoro akan selalu meluangkan waktu mengurus anaknya jika istrinya memasak. Seperti rutinitas menyuap si kembar saat makan malam, kecuali mereka ada acara di luar rumah, maka Dira yang akan menggantikan tugas Pak Baskoro.
Untuk mendukung acara kumpul bersama tersebut, majikan Dira membangun ruang khusus untuk bersantai. Di dalamnya ada fasilitas untuk bernyanyi bersama, bar minuman, meja kartu dan kolam renang lengkap dengan ruang gantinya. Tidak lupa arena luas dengan permainan untuk anak-anak mereka yang masih usia di bawah dua belas tahun. Para keluarga muda yang menghabiskan waktu bersama, sehingga jarang keluar rumah untuk menikmati hiburan malam.
Dira cukup kagum dengan gaya hidup majikannya. Dengan mereka membuka rumah mereka untuk orang luar, majikannya masih bisa bersama di kembar dan juga bersosialisasi dengan teman-temannya tanpa mengabaikan keluarga masing-masing. Walaupun imbasnya bagi Dira adalah saat mereka sudah bubar. Ia akan membersihkan ruangan tersebut dan menyiapkan untuk minggu berikutnya. Untung masih ada tukang kebun yang juga membantunya. Terkadang pak supir juga ikut gabung bekerja.
Pada setiap malam Jumat, kalau mereka pulang dari kerja, pasti ada teman-teman yang ikut bersama. Ada yang masih sempatkan diri untuk pulang ke rumah mereka dulu, dan beberapa saat kemudiaan baru menyusul. Dira bisa melihat kalau yang sering datang itu wajah yang cenderung sama. Dira mengira pastilah mereka teman-teman terdekat majikannya atau sahabat yang sudah dianggap seperti saudara sendiri.
Dari percakapan yang Dira sempat dengar saat melayani cemilan, makanan atau minuman, para sahabat majikannya itu berasal dari berbagai negara. Hanya ada satu pasangan suami istri yang dari Indonesia. Teman kerja dari pak Baskoro. Mereka terlihat sangat akrab. Terkadang mereka masak bersama saat libur panjang.
Sedangkan teman-teman yang lainnya datang dari negara berbeda seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Belanda, Jerman, Amerika, India dan juga Australia. Sangat beragam. Dengan berbagai perbedaan ini tentunya merupakan hal baru bagi Dira saat bertemu mereka. Dira juga mulai dipaksa untuk mengingat setiap minuman atau makanan yang mereka suka karena ia harus membantu menatanya jika diminta oleh nyonya mudanya. Di tengah kesibukannya mengurus pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari, Dira tetap akan melayani orang-orang yang datang bertamu ke rumah Pak Baskoro.
Di antara sekian tamu yang sering bertandang, ada salah satu teman pria dari majikan perempuan Dira yang masih bujang. Usianya sudah di akhir empat puluh tahun sebenarnya. Pria itu berasal dari Australia. Edward namanya. Ia selalu memandang Dira secara diam-diam selama Dira melayani mereka. Sepertinya pria itu tertarik sekali dengan Dira. Terkadang ia senyum-senyum sendiri melihat keluguan Dira jika sedang diberikan instruksi oleh temannya. Tapi Dira tidak menyadari hal itu. Memang wajar kalau pria itu terusik oleh kehadiran Dira, karena penampilan janda tiga anak itu sangat menarik perhatian. Dira pintar menempatkan diri. Jika tahu kalau majikannya akan menjamu banyak tamu, tak urung Dira akan tampil cantik.
Kulitnya yang kecokelatan itu terlihat sangat memukau di depan para kaum kulit putih. Ditambah rambut hitamnya yang tergerai. Sosok idaman dari para pria. Edward mungkin masuk kelompok pria yang suka membelai rambut wanita sehingga ia terpukau dengan tampilan Dira. Bukan hanya itu saja, Dira sendiri memiliki wajah manis yang tirus dengan bola mata jernih dan hidung yang tidak terlalu tenggelam. Di mata Edward, Dira sangat cantik dengan tubuh yang proporsional dengan bagian tubuh yang pas di setiap tempatnya. Dandanannya tidak norak karena bibirnya sendiri sudah merah tanpa diberi polesan apapun. Ciptaan Tuhan yang mempesona. Edward tidak menyadari kalau Dira adalah janda beranak tiga. Baginya, Dira terlihat seperti wanita muda yang lajang.
Dira memang hanya seorang pembantu rumah tangga biasa tapi penampilannya mengangkat harkat dan martabatnya. Dengan ia bergaya apa adanya dan perannya dalam keluarga Baskoro, Dira tidak pernah merasa kurang percaya diri. Dira selalu bersyukur dalam setiap situasi dan menunjukkan kepatuhan dan kesetiaannya melayani keluarga Baskoro.
“Aku ingin kenal dekat dengan asisten rumah tangga kalian,” ujar Edward pada temannya, nyonya rumah. Percakapan mereka dalam bahasa Inggris sehingga tidak diketahui oleh Dira yang saat itu sedang bolak balik menyajikan es buah bagi para tamu. Ada sekitar lima pasang tamu diluar Edward dan beberapa anak yang sedang riuh bersenda gurau di area bermain anak-anak.
“Kamu yakin? Dia itu sudah punya anak. Bukan gadis lajang.”
“Oh, ya? Wow, tubuhnya terlihat seperti masih belum melahirkan.”
“Otakmu itu. Aku tidak ingin ia dalam masalah karena hanya kamu jadikan teman tidur. Ia pekerja yang sangat ulet dan sabar. Aku tidak mau dia meninggalkan pekerjaannya karena patah hati denganmu,” sambar nyonya muda tidak memberikan angin segar pada temannya.
“Eh, siapa bilang aku mau main gila dengannya. Aku mau coba menjalin hubungan serius dengannya,” tandas Edward membela diri.
“Apa yang kamu cari Ed? Dia itu tidak bisa berbahasa Inggris. Dia juga dari kampung. Apa kamu yakin ingin menjadikan dia sebagai pendamping hidupmu?” selidik ibu si kembar menatap Edward dengan wajah serius.
“Aku lelah berteman dekat dengan wanita yang kalau bersitegang, akan mengutamakan logika dan feminisme mereka. Aku ingin pendamping hidup yang bisa melayaniku dengan tulus. Mencintaiku tanpa memperhitungkan hak dan kewajiban, untung dan rugi.”
“Sepertinya akan ada benturan budaya di antara kalian,” balas temannya mulai mencoba mendengarkan isi hati Edward.
“Aku bosan hidup sendiri. Walaupun punya pacar tetap saja aku melakukan semuanya sendiri. Aku ingin dilayani. Dimanja dan dijadikan raja kalau aku serius saat mencari pendamping hidup. Aku ingin ditunggui saat pulang kerja. Aku ingin dimasakkan dan disuapi saat aku sakit. Aku tidak mau berakhir menghabiskan masa tua di panti jompo.”
“Terserah kamu. Aku ijinkan dengan catatan, jangan permainkan Dira. Kami sudah anggap dia seperti keluarga sendiri. Kembarku membutuhkan Dira setidaknya sampai mereka bisa mengurus diri sendiri. Aku tidak mau dia meninggalkan pekerjaannya karena mengikuti nafsumu.”
Peringatan keras dari nyonya rumah hanya disambut Edward dengan cengiran. Setidaknya ia sudah diberikan ijin. Untuk langkah selanjutnya, ia akan pikirkan cara untuk mendekati Dira. Bahasa akan menjadi kendala komunikasi di antara mereka berdua.
Edward menatap Dira dari kejauhan dengan sejuta rencana di kepalanya. Sedangkan yang ditatap tidak menyangka sama sekali kalau ada sesuatu yang mengintai dirinya. Rancangan kebahagiaan ataukah kecelakaan, sama sekali tidak Dira sadari.
Bersambung
