Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Membawa Dela pergi

Kami menyusuri jalanan yang lengang dan sepi. Kak Gilang masih terus menggenggam erat tanganku.

"Kak, kita mau kemana?" aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Makan,"

"Makan di mana?"

"Di Angkringan,"

"Angkringan yang …."

"Dekat komplek,"

Aku benar-benar mendengus kesal. Bertemu dengan manusia yang super pelit. Pelit bicara.

Kami sampai di depan Angkringan. Kak Gilang memesan nasi kucing dan aneka macam lauk pauk. Ada hati ampela, telur puyuh, sosis, sayap ayam, dan banyak lagi. Semua di sajikannya dihadapanku.

Aku teringat Dela. Adik sepupuku. Ah, bagaimana keadaannya saat ini. Dela memang anak kandung Om Herman dan Tante Tika, namun perlakuannya pada Dela beda tipis dengan perlakuannya padaku.

Hanya saja, Dela selalu diajak kesetiap acara keluarga, sedangkan aku? Tidak.

"Makanlah, jangan biarkan badanmu bertambah kurus," Kak Gilang menatapku dan menambahkan beberapa tusuk telur Puyuh bakar di dalam piringku.

"Aku hanya teringat Dela," ujarku, masih memandang piring yang berisi lauk pauk kesukaan Dela.

"Makanlah! Nanti kita akan mengantarkan Dela makanan yang dia suka," ujar Kak Gilang sambil terus menyantap makanannya.

Setelah selesai makan, Kak Gilang memesan makanan kesukaan Dela, kami pulang kerumah terlebih dahulu untuk menjemput mobil. Lalu berangkat ke rumah Om Herman untuk mengantarkan makanan kepada Dela.

Ketika baru saja memasuki gang menuju rumah Om Herman. Mataku terbelalak, aku melihat beberapa orang laki-laki menyeret Dela. Aku memukul lengan Kak Gilang untuk memintanya berhenti.

Aku berlari mengejar Dela yang diseret oleh beberapa pria. Namun aku mendengar teriakan Kak Gilang.

"Risa … awas!"

Setelah itu semuanya menjadi gelap, aku hanya mendengar teriakan Dela meminta tolong dan suara baku hantam.

*********

Kak Gilang, Kak!" Aku membantu Kak Gilang untuk bangkit, setelah mendapat luka sabetan pisau di lengannya. Aku melihat Dela di amankan oleh seorang lelaki yang sebaya dengan Dela.

"Risa, kamu tidak apa-apa?" Kak Gilang menatap cemas kepadaku.

Aku ingat, ternyata aku tertimpa kayu dari atap rumah yang jatuh dari atas, tepat mengenai kepalaku, hingga aku pingsan. Dan ketika aku tersadar, aku melihat Kak Gilang baku hantam dengan beberapa lelaki yang menyeret Dela tadi. Entah bagimana Dela bisa selamat dari para penjahat itu.

Kami berempat masuk ke dalam mobil. Lelaki sebaya dengan Dela yang menyetir mobil dikarenakan tangan Kak Gilang masih berdarah.

"Siapa mereka, Del?" Aku menanyai Dela yang masih terisak.

"Mereka para rentenir yang menagih hutang pada Ibu, Kak … tapi, karena Ibu tidak ada uang, ibu membiarkan orang tersebut menyeret aku." Ujar Dela di sela segukannya.

"Apa?" Aku kaget, sungguh, Tante Tika adalah orang paling kejam di dunia.

Kalau Tante Tika melelang aku, itu wajar, karena aku bukanlah anak kandungnya. Tapi, Dela adalah anak kandungnya. Bagaimana mungkin ada orang tua yang tega menjual anak sendiri. Aku mengerti perasaan Dela saat ini. Pasti kecewa pada Tante Tika. Mungkin, kalau saja tadi kami tidak datang, entah apa yang terjadi pada Dela.

"Gue nggak nyangka, ternyata dunia ini kecil banget," ujar lelaki yang mengemudi mobil Kak Gilang.

"Ternyata, bini kakak gue adalah sepupunya cewek yang paling gue taksir di sekolah!" sambung lelaki tersebut.

Kak Gilang mengetok kepala lelaki itu.

"Aw. Sakit kak! Sadis amat Lo jadi kakak!" Celoteh lelaki itu, yang ternyata adik dari Kak Gilang.

"Dia adikku, makhluk astral paling rese'," ujar Kak Gilang menatapku.

"Eh, walaupun rese', gue yang paling bisa Lo andalin buat jagain Amira, jangan lupa itu, Kak!"

Kak Gilang kembali mengetok kepala adiknya. Mobil parkir di halaman rumah Om Herman. Kak Gilang mendobrak pintu, dan menerobos masuk.

"Dela, kemasi semua barangmu, tanpa terkecuali!" Titah Kak Gilang kepada Dela. Aku membantu Dela menjejalkan pakaiannya dan buku-buku pelajarannya ke dalam tas.

"Eh, eh, eh … apaan kamu, Gilang? Kamu hanya membeli Risa, tidak Dela. Kalau kamu mau membawa Dela, kamu juga harus membayar tujuh puluh juta rupiah." Tante Tika menatap Kak Gilang dengan sorot tajam.

"Silahkan, saya akan melaporkan anda ke kantor polisi atas kasus perdagangan manusia. Aku sudah menscreenshot status yang anda posting!" Ancam Kak Gilang dengan nada tajam.

Tante Tika hanya terdiam, tampaknya gertakan Kak Gilang membuat nyalinya ciut juga.

"Tunggu! Kalian tidak bisa membawa Dela. Saya walinya," Om Herman muncul dari dalam kamar.

"Wali? Wali yang membiarkannya di jual oleh istri anda? Apa itu namanya wali?" Kak Gilang tersenyum sinis ke arah Om Herman.

Om Herman menundukkan kepalanya. Sebelum sakit, Om Herman adalah Om yang hebat bagiku, melindungiku dari orang-orang jahat. Tapi semenjak sering sakit-sakitan, Om Herman menjadi lebih penurut terhadap istrinya.

Aku membantu Dela membawakan ransel berisi pakaian ke dalam mobil. Gio, adik Kak Gilang membawa kami ke sebuah tempat yang baru aku ketahui adalah apartemen Kak Gilang.

"Untuk sementara, kamu tinggal di sini bersama Dela, kamu tau sendiri bagaimana suasana rumahku saat ini!" Ujar Kak Gilang membuka pintu apartemen.

"Malam ini, kalian tidur di sini, aku akan pulang bersama Gio. Jangan pernah membukakan pintu untuk siapapun. Kalau aku yang datag, aku tidak perlu mengetuk pintu. Aku tau PIN tersebut." Kak Gilang meninggalkan aku dan Dela di apartemen ini.

**********

Kak Gilang datang ke apartemen bersama Gio. Kak Gilang memberikan sarapan kepadaku untuk disajikan dan dimakan bersama.

"Selamat pagi bidadari cantikku," ujar Gio menyapa Dela dengan senyum manisnya

Dela tidak merespon, hanya membuang muka.

"De ileh … yayang beb Dela tercinta, jangan gitu dong, ayang Gio udah ganteng selangit gini, juga!"

Pletak

Kak Gilang kembali mengetok kepala adiknya. Aku hanya tersenyum melihat sikap kedua kakak beradik ini.

Kak Gilang sangat dingin, dan cenderung pendiam. Sedangkan Gio, konyol dan suka bercanda.

"Ris , kopi!"

Aku terkejut. Bukan karena Kak Gilang memintaku membuatkan kopi dengan tiba-tiba. Tapi dikarenakan caranya memesan kopi. Bahkan ketika aku bekerja di kafe saja, pelanggan lebih sopan memesan kopi, tapi Kak Gilang? Tersenyum saja tidak. Tapi setidaknya, Kak Gilang menyelamatkan aku dari para rentenir tersebut.

Aku membuatkan kopi hitam untuk Kak Gilang, lalu meletakkannya di atas meja. Gio dan Dela terlihat berantem karena Gio terus saja merayu Dela dan membuat Dela risih.

"Jangan pergi kemanapun tanpa sepengetahuanku," ujar Kak Gilang menginginkanku.

Kak Gilang berangkat ke kantor berbarengan dengan Gio dan Dela. Setelah mereka semua pergi, aku membersihkan apartemen ini. Aku berniat untuk menyapu lantai. Ketika ku dengar bel apartemen berbunyi. Tanpa berpikir panjang, aku membuka pintu apartemen. Aku terkejut ketika ibu Kak Gilang berdiri dengan tampilan elegan dan mewah.

"Silahkan masuk, Ma_"

"Aku tidak sudi dipanggil mama oleh perempuan miskin sepertimu." Ujar ibu mertua dengan tatapan sinis.

Ibu mertua lalu duduk di sofa dan menatap tajam ke arahku.

"Duduklah, ada yang ingin aku bicarakan padamu!" Ujarnya menunjuk sofa dengan mulutnya.

Aku lalu duduk berseberangan dengannya. Ibu Kak Gilang lalu mengeluarkan secarik kertas.

"Ambil cek itu, dan segera tinggalkan Gilang," ujarnya menatap tajam ke arahku.

"Cek apa ini, Bu?" Tanyaku tidak mengerti.

"Aku memberimu cek senilai dua ratus juta, ambil cek itu, dan segera tinggalkan Gilang," ujarnya membuat mataku terbelalak.

"Kenapa? Kurang?" Ibu mertua menarik kembali kertas tersebut dan menggantinya dengan kertas baru.

"Ini, cek kosong. Kamu boleh menuliskan angka yang kamu mau, lalu kamu bisa mencairkannya!" Ibu mertua mencibir kepadaku.

"Bu, maaf, aku tidak bisa menerima cek ini, bagaimanapun, aku adalah istri sah Kak Gilang, kalau aku harus pergi, maka aku hanya pergi dengan izin Kak Gilang," ujarku seraya menundukkan kepala. Aku sungguh tidak berani menatap wajahnya.

"Hhhh, menikah? Kamu pikir, aku tidak tau? Kamu itu menjadi istri Gilang karena Gilang menang lelang Tantemu." Ibu mertua menghardikku.

"Kamu butuh uang, kan? Sampai rela menjual badan. Jangan pernah bermimpi untuk bisa menguasai harta Gilang, ya!" tambahnya lagi.

Aku hanya bisa menggigit bibirku. Memang benar, siapalah aku? Istri dari menang pelelangan. Tapi apakah aku sungguh serendah itu?

****

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel