Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Keajaiban Air Mata Duyung

Lingga Seto setelah terlepas dari cengkeraman Gurita Raksasa Beracun, langsung menyelam ke dalam laut.

Mestika Air Mata Duyung langsung berkerja. Membuat Lingga Seto mampu bertahan di dalam air dan bebas berenang seperti ikan.

Dengan kecepatan renang, dia menangkap beberapa orang yang berusaha berenang ke atas setelah mereka berhasil keluar dari ruang penumpang.

Tangan kanan menangkap korban, tangan kirinya melepaskan pukulan Tinju Es untuk menghancurkan bangkai kapal, di mana pecahan kayu kapal bisa digunakan sebagai "sekoci penyelamat" untuk sementara.

Dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti mata, Lingga Seto bergerak melemparkan korban dan melempar pecahan kayu bergantian ke permukaan laut.

"Cepat, tangkap pecahan kayu! Usahakan untuk terus mengapung!" teriaknya ke arah para penumpang atau awak kapal yang telah diselamatkan.

Sementara langit di atas laut sudah kembali biru bersih, seperti tidak pernah ada kejadian dahsyat sebelumnya. Hanya sisa bahan bakar yang bercampur dengan bau terbakar, serta pecahan kayu kapal dan tiang kapal saja menjadi saksi bisu, bahwa terjadi peristiwa dahsyat yang mengerikan!

Ombak pun mengalun naik turun, sangat bersahabat.

*

Ternyata, jumlah korban yang harus diselamatkan lumayan banyak, hampir sekitar tiga puluhan sisanya.

Teringatlah, Lingga Seto dengan peristiwa pertempurannya dengan Siluman Ikan Pari Raksasa di Laut Selatan.

Apakah kehebatan Mestika Air Mata Duyung bisa dipergunakan di tempat asing bisa berfungsi? setelah sebelumnya Mestika Air Mata Duyung mampu membuat Lingga Seto kuat bertahan di dalam air dan bergerak gesit seperti ikan?

"Tuhan, aku mohon pertolongan-Mu. Semoga lewat perantara Mestika ini, aku dapat menyelamatkan mereka yang tidak berdaya," doa perlindungan dan pertolongan Lingga Seto panjatkan kepada Tuhan.

Kemudian dia menyelam dan bersuit nyaring disusul dengan berkomunikasi menurut nuraninya, kepada semua penghuni Laut untuk meminta pertolongan!

Setelah beberapa saat kemudian, ternyata usahanya berhasil.

Ada balasan suitan dan suara percakapan yang muncul bersamaan munculnya bayangan gelap yang meluncur ke tempat Lingga Seto melanjutkan usaha penyelamatan dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Pertama yang muncul adalah 2 Ikan Pari Raksasa asli bukan siluman, segera mengikuti permintaan Lingga Seto menolong korban.

Selanjutnya muncul 3 ekor Penyu Raksasa, Ikan Lumba-Lumba besar sekitar 15 ekor.

Seperti dikomandoi saja, mereka segera melakukan penyelamatan!

Ada satu dua orang yang berjuang sekuat tenaga mengapung sambil berpegangan pada sirip atas lumba-lumba yang membawanya ke permukaan laut dan selanjutnya, berenang cepat ke arah sebuah daratan yang berjarak 1000 tombak jauhnya.

Yang lain, berhasil ditolong oleh Ikan Pari Raksasa, Penyu Raksasa sehingga semua korban akhirnya bisa dievakuasi menuju daratan yang semakin jelas terlihat di depan.

Sementara itu, Lingga Seto dengan cerdik menggunakan tali bekas layar kapal untuk mengikat pecahan kayu yang menjadi "sekoci penyelamat" dan selanjutnya menariknya bersama menuju ke daratan.

Sebuah pemandangan yang tidak masuk akal, jika diterima melalui pikiran dan nalar saja.

Tapi, campur tangan Tuhan, memberikan pertolongan memang melalui cara yang ajaib!

Akhirnya semua selamat sampai ke pesisir pantai.

*

Mereka yang berhasil selamat hanya bisa memandang takjub kepada pemuda tinggi besar dan kawanan binatang laut yang di luar nalar berhasil menyelamatkan mereka.

Lalu...

Terdengar suitan panjang, dan suara komunikasi yang tidak dimengerti sama sekali oleh semua orang, antara Pemuda Tinggi Besar dengan semua binatang laut itu.

Terdengar suara balasan, dan suara aneh membalas dari masing-masing binatang laut itu.

Selanjutnya setelah mereka bersuit sesuai bahasanya, mereka berbalik dan kembali menyelam ke lautan.

Tinggal pemuda tinggi besar atau Lingga Seto dengan langkah penuh kesyukuran menuju ke arah para korban yang sekarang berkumpul di atas pasir yang lebih kering.

"Terima kasih Tuhan, atas pertolongan-Mu," bisik Lingga Seto penuh kesyukuran.

Kemudian jatuh duduk di atas pasir karena keletihan.

Tidak lama kemudian, muncul penghuni daratan itu, memberikan pertolongan.

---

Daratan itu ternyata sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Menjangan, termasuk pulau terluar dari Negeri Benua Lokananta.

Pulau Menjangan berisi sekitar 50 keluarga yang hidupnya sebagai nelayan.

Mereka ramah dan bersahabat, bahu membahu memberikan pertolongan dan membawa semua korban ke arah perkampungan nelayan.

Ditempatkan di ruang besar milik tetua kampung Nelayan, Ki Sabri.

Mereka bekerja cepat tanpa bicara, karena melihat para korban masih terlihat trauma dan ketakutan.

Yang luka diobati yang kotor dibersihkan.

Setelah mengganti dengan pakaian yang kering dari pinjaman penghuni kampung, dan menyiapkan makan minum untuk memulihkan tenaga, dan beristirahat.

Mereka tidak banyak bertanya, takut mengganggu keadaan korban yang sebagian masih terlihat dengan tatapan mata kosong, bengong dan melamun seperti terkena gangguan mental karena shock.

*

Lingga Seto, satu-satunya yang tidak mengalami luka, mengucapkan terima kasih kepada Ki Sabri dan penghuni kampung lainnya, mewakili semua korban kapal pecah.

Setelah semua sedikit tenang, Lingga Seto mengambil inisiatif untuk membantu menghilangkan goncangan mental mereka. Dengan melakukan sugesti, sekaligus menanamkan keyakinan bahwa semua peristiwa penyelamatan yang ajaib itu bukan karena dirinya yang melakukannya.

"Saudara-saudara, kita bersyukur karena bisa selamat dari amukan badai dan serangan dari Gurita Raksasa," suara Lingga Seto perlahan, jelas kata per kata dengan menggunakan kekuatan batinnya untuk mempengaruhi semangat dan ingatan para korban.

"Semua kejadian penyelamatan yang aneh itu dilakukan oleh Pangeran Duyung dan anak buahnya penghuni lautan," sengaja Lingga Seto melakukan itu ketika teringat pengalamannya di Pulau Kembang ( baca Tinju Api Es serial ke dua -Rebutan Kitab Seratan Suci).

Dengan cara seperti itu, Lingga Seto berharap semua yang dilakukan tidak diingat para korban, meski sedikit kekanakan, meminjam nama Pangeran Duyung, sangat cocok untuk menyembunyikan jasanya. Karena memberikan pertolongan adalah hal yang wajar, sehingga tidak perlu ada hutang budi atau malah memuji dan menyanjung kehebatan dirinya.

Ternyata apa yang dilakukan oleh Lingga Seto berhasil. Perlahan, para korban bisa menerima kenyataan bahwa musibah itu nyata dan pertolongan yang datang juga nyata.

Bukan mimpi atau ilusi, terbukti mereka sekarang "terdampar" di Pulau Menjangan yang tentunya semua tahu karena mereka adalah penduduk Negeri Benua Lokananta yang tidak jauh dari pulau Menjangan.

Ketika Ki Sabri muncul bersama nelayan lain, para korban keadaannya sudah lebih baik. Bisa tersenyum, ringan menjawab pertanyaan, bahkan mampu menceritakan pengalamannya dengan baik tanpa rasa trauma lagi.

Dari cerita para korban, kemunculan Pangeran Duyung memberikan pertolongan ajaib menjadi cerita yang seru dan mengasyikan.

Lingga Seto mendengar itu, tersenyum senang dan lega.

Lingga Seto tidak butuh pujian dan ucapan terima kasih, yang terpenting semua selamat dan bisa kembali keluarga masing-masing, meskipun terpaksa kehilangan harta dan barang dagangan.

Kemudian...

Setelah beristirahat selama dua hari, Ki Sabri dan nelayan lain dengan sukarela mengantar para korban kembali ke Negeri Benua Lokananta.

Maka...

Sekitar lima belas perahu nelayan sederhana, berbaris membentuk konvoi berangkat membelah lautan.

Tidak diduga, kepergian mereka juga diikuti oleh sekumpulan lumba-lumba yang berenang gembira di sekitar mereka.

Sambil berceloteh riang dan membuat atraksi indah di atas permukaan laut.

Sepertinya, para lumba-lumba itu menganggap Lingga Seto sebagai Pangeran Duyung yang sebelumnya meminta pertolongan mereka.

Melihat itu, Lingga Seto hanya bisa tersenyum diam-diam.

*

Jarak 2000 tombak dari Pulau Menjangan ke pelabuhan terdekat di Negeri Benua Lokananta berhasil ditempuh dengan lancar  hampir setengah harian.

Ketika mentari di titik tertinggi siang hari, konvoi perahu nelayan itu bersandar di pelabuhan Benua Selatan.

Rombongan diterima oleh Ki Gumawang Petinggi Pelabuhan yang simpatik dan cekatan.

Dengan ramah dan cepat, tanpa mempersulit para korban dilakukan serah terima, sementara itu dia juga mengutus anak buahnya untuk memberikan kabar ke ibu kota.

"Ki Sabri, dan saudara yang lain, terima kasih atas semua bantuannya. Ini, ada sedikit kenang-kenangan. Jangan dilihat nilainya, tapi kenangan ini sebagai uluran persaudaraan dari para korban dan Ki Sabri dan lainnya di Pulau Menjangan!" sambil berkata seperti itu, Lingga Seto menyelipkan sekantong yang berisi uang emas, dari bekalnya.

Semula, Ki Sabri menolak, karena mereka memang menolong secara sukarela, tapi berkat bujukan Lingga Seto dibantu Ki Gumawang, akhirnya Ki Sabri dengan terpaksa menerimanya.

Setelah itu, Ki Sabri dan nelayan Pulau Menjangan kembali dengan gembira. Pertolongan yang dikeluarkan secara sukarela, ternyata mendapat balasan dari Tuhan dengan bunganya.

*

Akhirnya, para korban satu demi satu, dijemput keluarganya.

Lingga Seto yang tersesat di Negeri Benua Lokananta untuk sementara waktu memilih berjalan-jalan senja di sekitar pantai, sebelum esok hari, melanjutkan perjalanannya di negeri asing Benua Lokananta.

Ki Gumawang sudah berbaik hati, menawarkan tempat menginap sementara di rumah dinasnya, tapi Lingga Seto menolak dengan halus.

Sebenarnya yang shock Lingga Seto sendiri. Memikirkan cara aneh yang membuatnya terlempar di negeri asing.

Apakah yang ditemui Lingga Seto di Benua Lokananta?

Ini petualangan sementara, atau ada hal yang genting, memaksa untuk tinggal?

Bersambung....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel