Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Cupu Pengikat Roh

Langit bersih berpadu dengan sang rembulan yang penuh senyum menggantung di atas lautan yang gelap, sesekali berpendar terbias oleh cahaya rembulan.

Perjalanannya lumayan sulit, karena permukaan tanahnya, tinggi, banyak batu cadas, dan kemiringannya cukup ekstrim.

Lingga Seto memilih tempat yang  tinggi dengan gua besar di dekatnya.

Sambil menikmati malam yang cerah, setelah mengisi perut dengan makan di tempat makan pinggir pantai.

Dinikmati hembusan angin laut yang membawa suasana magis bagi dirinya.

Tiba-tiba dia teringat kitab tipis yang diberikan Keluarga Bara kepada dirinya. Waktu itu belum sempat dibuka dan dibaca.

Untuk menghormati dan menyenangkan hati keluarga Bara, Lingga Seto menerima kitab itu, dan menyimpannya di antara bekal dan pakaian gantinya.

Sudah tiga bulan lebih kitab tipis itu terselip dan baru sekarang diingatnya.

*

Iseng-iseng kitab itu diambil dari balik pakaian luarnya.

Sinar rembulan yang terang dan dibantu penglihatan yang tajam cukup memudahkan baginya untuk mulai membacanya.

Kitab itu bersampul kulit warna putih pudar ada tulisan judul di atasnya berbunyi SUJATI ROGO SUKMO. Perlahan dibuka dan dibacanya.

Kitab tipis itu terdiri 10 lembar yang terbagi dua bagian. Satu, Sujati Rogo atau Raga Yang Sehat, berisi babon kitab pengobatan dari aneka penyakit. Satu bagian lagi adalan Sujati Sukmo atau Jiwa yang Sehat berisi babon kitab pengobatan mental, jiwa baik dari gangguan dari dalam atau dari luar ( sihir, santet, gendam dan lain-lain ). Meskipun tipis, tapi mengandung sari ilmu dari kedua kitab itu.

Lingga Seto yang dianugerahi Tuhan kecerdasan dan ingatan kuat, hanya butuh waktu sepeminuman teh dia berhasil menghafal semua isi kitab.

Ilmu Lingga Seto otomatis bertambah dengan dua ilmu baru, semoga harapan dari Keluarga Bara terwujud, ilmu baru itu bisa bermanfaat bagi Lingga Seto, buat diri sendiri dan bisa membantu orang lain ke depannya.

Sambil bersandar di batu karang besar, Lingga Seto beristirahat setelah memeras otak dan ingatannya.

Pikirannya melayang kepada peristiwa-peristiwa aneh yang pernah dialaminya.

Entah, tanpa disadari setelah memiliki Mestika Air Mata Duyung dan mengalami kejadian-kejadian ajaib, sepertinya kehidupan Lingga Seto menjadi sangat dekat dengan lautan, padahal dia berasal dari gunung.

Lagi-lagi kejadian aneh dialaminya, setelah dirinya berpamitan dengan Puteri Bestari Nissa, sang puteri anak satu-satunya dari Ratu Penguasa Laut Selatan. ( Silakan baca Serial ke 3 dari Tinju Api dan dengan judul Geger Segoro Kidul).

Dia masih ingat, betapa Bestari Nissa sangat sedih ketika melepas kepergiannya.

Tapi, belum selesai merasakan sedihnya perpisahan, dia melihat cahaya petir yang tiba-tiba muncul, meski hari itu, langit cerah, tidak ada hujan, tidak ada pula badai.

Petir yang besar menyambarnya dan menarik ke dalam sebuah lorong terang yang tidak berujung. Ingin berontak tidak bisa, semua kekuatan dan kesaktiannya seakan lenyap tidak bersisa.

Akhirnya, dengan memasrahkan diri akan rencana Tuhan, lorong yang terang itu menemui ujungnya, dan melontarkan tubuhnya jatuh ke atas geladak kapal dagang besar.

Bagaimana ada kejadian aneh seperti itu? Lalu, bagaimananya dia bisa kembali ke Negeri Kuru Jinggo?

Lalu kejadian pertempuran dengan Gurita Raksasa Beracun dan penyelamatan yang heroik itu? Mengapa semua peristiwa selalu berkaitan dengan laut?

Lingga Seto berusaha menarik benang merah dari semua peristiwa yang dialaminya.

Namun semua kejadian, serasa sebuah kejutan yang selalu datang berulang tidak bisa diuraikan dengan kemampuan dan kecerdasan otaknya.

Semuanya seperti mengarah kepada satu kesimpulan yang sangat aneh.

Apakah semenjak dia memiliki Mestika Air Mata Duyung, dia telah menjadi Pangeran Duyung?

Pikiran aneh itu melintas begitu saja, membuat dirinya sendiri ingin tertawa. Seperti sebuah cerita komedi yang berbalik kepada diri sendiri.

Pangeran Duyung... Pangeran Duyung seperti sangkaan Nyi Kembang Setaman pemilik Pulau Kembang ( Silakan baca Serial ke 3 dari Tinju Api dan dengan judul Geger Segoro Kidul).

Saat Lingga Seto mentertawakan pikirannya, tiba-tiba pendengarannya yang tajam mendengar panggilan aneh yang berasal dari tengah laut.

Laut kelam dengan sedikit gelombang yang naik turun berayun.

Namun, ketika Lingga Seto memusatkan pendengaran dan penglihatannya ke tengah laut asal dari suara panggilan aneh itu berasal?

Sinar rembulan yang menerangi lautan, menampilkan pemandangan yang tiga ratus delapan puluh derajat berbeda seketika.

Langit yang semula tenang dengan gelombang yang berayun, berubah menjadi bergolak tindih menindih. Gelombang besar muncul, dan membuat sebuah putaran air yang semakin lebar dan meninggi.

Suara panggilan itu semakin keras dan jelas, bukan sebuah tipuan desau angin laut.

"Lingga Seto... Lingga Seto, ini bagian Lautan Pusaran Badai. Kemarilah! Ada yang menunggumu di dasar lautan!"

Jelas sekali panggilan itu. Panggilan aneh dari lautan!

Lingga Seto yang penasaran segera menyambar pelepah pohon Aren Pesisir yang lebar tidak jauh dari tempatnya duduk menikmati malam yang mulai penuh hawa magis.

Dengan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi, dia pergunakan potongan pelepah pohon aren Pesisir sebagai tumpuan untuk berlari di atas air laut menuju bagian Lautan Pusaran Badai sesuai panggilan itu.

Tubuhnya ringan melayang dan memantul, setelah sampai di dekat pusaran air laut yang lebar dan tinggi itu, Lingga Seto tanpa ragu melenting tinggi, jungkir balik, langsung terjun menyelam ke dalam laut!

Suara panggilan aneh semakin dekat dan semakin menjerat diri Lingga Seto!

Peristiwa aneh apa yang akan ditemui oleh Lingga Seto?

Apakah rasa ingin tahunya membuat dirinya celaka? Atau malah sebaliknya, ada keajaiban baru untuknya?

Ikuti terus kisahnya dalam Tinju Api dan dalam judul Syair Berdarah.

"Tuhan, mohon petunjuk dan kemudahan," batinnya berdoa.

Lingga Seto tidak ragu langsung terjun menyelam, karena Mestika Air Mata Duyung akan segera beraksi jika bertemu dengan lautan.

Hampir sama dengan peristiwa terseret lorong waktu melalui sambaran petir besar, peristiwa sama tapi yang menyeret sekarang adalah ombak laut yang membuat lorong pusaran laut menjadi warna biru cemerlang karena cahaya rembulan seperti sengaja menjadi penerang raksasa bagi pusaran air itu.

*

Lain di atas permukaan, lain lagi yang di bawah permukaan.

Ketika tubuh Lingga Seto terjun ke dalam laut, air sedingin es menyergapnya, untung saja dia memiliki tenaga Inti Api.

Dinginnya air dengan mudah dapat diatasinya.

Pusaran air itu mempunyai daya sedot yang sangat kuat. Tubuh Lingga Seto langsung tersedot ke dalam pusaran air ke arah dasar lautan yang berjarak puluhan tombak dalamnya.

Suara Panggilan itu muncul lagi dan menjadi pembimbingnya.

"Lingga Seto cari sebuah mestika bernama Cupu Pengikat Roh yang berada di dalam Kerang Mutiara Jingga yang berpendar terang di bawah sana!"

Dari tempatnya, Lingga Seto bisa melihat, seperti petunjuk suara aneh itu.

Kerang Mutiara Jingga ukuran besarnya tiga kali kerang mutiara biasa. Diselimuti pendar warna kejinggaan. Perlahan Lingga Seto mendekati kerang Mestika itu, akan tetapi ketika tangannya akan memegang kerang itu, tiba-tiba dari kiri kanannya, muncul gelombang air yang bergerak dahsyat menggulungnya.

Ternyata gulungan gelombang kejut itu muncul karena ada dua penjaga Kerang Mutiara Jingga menyerangnya.

Dua pasangan Ikan Pari Raksasa bergerak cepat seperti cakram bergerigi yang dilemparkan. Tubuh mereka yang lebar ramping, memudahkan berenang cepat di dalam air. Belum lagi gerakan dua ekornya yang bergerigi dan sangat beracun.

"Lagi-lagi Ikan Pari tapi yang asli bukan siluman," batin Lingga Seto waspada.

Maka, terjadilah pertarungan yang mendebarkan.

Lingga Seto mempunyai kecepatan renang dan tidak takut dengan serangan racun. Tubuhnya sudah dilindungi oleh Mestika Air Mata Duyung.

Sepasang Ikan Pari itu menyerang dengan cara menyambar dan melecutkan ekor berduri nya.

Lingga Seto tidak mandah diserang seperti itu, meski kekuatan pukulan tangan kosongnya sedikit berkurang ketika berada di dasar lautan.

Tapi Pukulan Inti Api di tangan kanan dan Pukulan Inti Es di tangan kiri cukup efektif memberikan perlawanan.

Terbukti, serangan kedua Ikan Pari semakin mengendur, karena tubuh mereka dihantam pukulan panas dan pukulan dingin bertubi-tubi.

Sebagai naluri alami binatang, mereka merasakan kesakitan dan jeri pula.

Lawan mereka sangat kuat dan berbahaya. Bertempur terus pasti akan merugikan mereka, bisa-bisa kematian berada di pihak mereka.

Maka, perlahan sepasang ikan pari itu mengundurkan diri, bersembunyi dan mengawasi dari belakang terumbu karang.

*

Lingga Seto segera meluncur cepat ke arah Kerang Mutiara Jingga. Warna jingganya yang cemerlang, membuat pemandangan di dasar laut itu menjadi indah.

Lingga Seto segera merapal Jurus Tangan Api, bukan untuk memukul tapi untuk mengeluarkan tenaga dalam panas yang memaksa Kerang Mutiara Jingga membuka cangkangnya.

Tidak butuh lama, cangkangnya terbuka dan di dalamnya terlihat bukan sebuah mutiara tapi sebuah bejana bulat kecil bertutup yang berwarna hijau keemasan, berhias seekor Naga melingkari cupu itu.

Cupu Pengikat Roh segenggam tangan Lingga Seto besarnya, sehingga dengan mudah disimpannya di balik pakaian luarnya.

Sekali bergerak dan berputar, maka tubuh Lingga Seto segera menerobos ke atas berputar berlawanan arah dengan pusaran air yang menyedotnya ke bawah sebelumnya.

Tidak butuh waktu lama, Lingga Seto sudah berhasil muncul dari laut, menimbulkan suara ledakan yang dahsyat.

"BLAAARRRR!"

Tubuhnya Lingga Seto muncul dari laut, persis bayangan samar mewarnai ufuk Timur, tanda sebentar lagi pagi akan menjelang. Lingga Seto hanya membutuhkan waktu sepeminuman teh saja untuk mengambil Cupu Pengikat Roh yang sekarang aman berada di balik pakaiannya.

Sekali berteriak, tubuh Lingga Seto segera melesat ke arah Utara, menuju tempatnya semalam meninggalkan kantong bekalnya.

Tubuhnya meluncur cepat seperti gerak Ikan Hiu yang sedang mengejar mangsa.

*

Lingga Seto meneruskan perjalanan, saat bertemu dengan nelayan yang pulang melaut, untuk menghindari kehebohan, dia malah mempercepat gerakannya, sehingga para nelayan yang kebetulan bertemu dengannya tidak menyadari bahwa yang melesat cepat itu, bukan manusia.

"Aih... Jo, ada ikan Hiu yang bergerak cepat ke Utara," teriak Sanusi kepada Bejo yang masih asyik memancing.

Bejo hanya mengangkat mukanya, pandangan acuh tak acuh ke arah yang ditunjukan si Sanusi. Tanpa memberikan komentar, si Bejo kembali melanjutkan kesibukannya.

"Halusinasi si Bejo," batinnya ringan.

Perahu mereka sebentar bergoyang-goyang kemudian kembali tenang, mengikuti gelombang lautan yang terus bergerak lembut.

Bejo dan Sanusi pun melanjutkan perjalanan pulang melaut.

Ikuti kisah selanjutnya, petualangan Lingga Seto di Tinju Api Es dalam serial ke-4 dengan judul Syair Berdarah!

Bersambung...

...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel