BAB 10 CIUMAN PERTAMA
Ayu di antarkan oleh Dony Gonzales dengan mengendarai sepeda motor saat berpapasan dengan mobil yang di kendarai oleh Kian.
Kian menatap Ayu tajam dan tampak dingin. Dony dengan santun membunyikan klaksonnya sebagai sapaan, "Pagi Tuan muda."
"Pagi," jawab Kian datar pandangannya belum lepas dari wajah Ayu.
Ayu yang tidak terbiasa di tatap seperti itu menjadi gugup dan memalingkan wajah seraya menundukkan kepalanya. Tanpa sengaja ia mengeratkan pelukannya di perut Dony dan menyandarkan samping kepalanya di punggung atas pemuda itu, mencari kenyamanan atas tatapan Kian yang menusuk. Ayu tidak tahu perbuatannya itu juga tak luput dari perhatian Kian, yang entah mengapa membuat pria tampan itu jengkel. Tanpa disadari Kian pun mengeratkan cengkraman buku jarinya di atas setir mobil.
Kian merasa jengah dan sebal, perasaan yang timbul karena perbuatan gadis itu seperti saat seorang pria memergoki wanita pujaannya bermesraan dengan pria lain yang tentu saja itu tidak mungkin Kian rasakan karena ia hanya mencintai Carmen cinta pertama dan terakhirnya. Satu-satunya wanita yang akan menjadi ibu anak-anaknya, yang takdir tak berpihak padanya semua itu tidak akan pernah terjadi karena Tuhan sudah mengambilnya dari hidupnya. Kian pun akhirnya berlalu meninggalkan sepasang anak manusia itu dan segera mengarahkan kendaraannya ke rumah utama.
"Ayu, benarkah kamu akan melanjutkan sekolah lagi di sini?" tanya Dony yang bersandar dengan melipat kedua lengannya di depan dada, serta bersandar di daun pintu pantry.
Ayu yang sedang sibuk menyusun kudapan untuk para karyawan hanya menelengkan kepalanya melirik dari sudut matanya. "Iya, Ayu ingin lebih pintar," ujarnya.
"Bagus Yu, kalau bisa nanti kamu kerja sekalian di sini tak udah kembali ke negaramu," ucap Dony.
Ayu kemudian membalikkan tubuhnya bersandar di meja pantry, dengan kedua tangannya menapak di ujung meja di samping kanan dan kiri tubuhnya.
Ayu tersenyum menghadap Dony. "Aku harus kembali ke negaraku Dony, ada hal yang belum terselesaikan."Sorot mata gadis cantik itu memancarkan kesungguhan.
Dony berjalan mendekatinya mengulurkan kedua tangannya, meremas kedua bahu gadis itu. Dony menundukkan wajahnya menatap mata selegam batu karang di depannya.
"Sukseskan dulu dirimu di sini dan kembalilah dengan kebanggaan, Semua mimpi kita bisa menjadi nyata jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya. Sahabatku. Bolehkan aku menganggapmu sebagai sahabatku?" Dony menasehati dan bertanya kepada Ayu sekaligus.
Senyum Ayu merekah ia tak menyangka baru beberapa hari dirinya di sini sudah memiliki sahabat. Dony pria yang ramah dan baik hati. Pria tampan berusia sama dengan Dion, mereka adalah teman semasa sekolah dan Dony bekerja sebagai pengurus ternak domba dan sapi di bagian Utara peternakan.
Ayu menganggukkan kepalanya, "Tentu saja, aku suka memiliki sahabat tampan sepertimu."Ayu tersenyum sumringah semburat merah jambu bertengger di pipinya yang polos.
"Kalau begitu boleh aku memelukmu? Ingat selalu Ayu jika kamu membutuhkan orang untuk berbicara carilah aku." Sedikit banyak Dony sudah tahu perihal yang menimpa keluarga Ayu karena Dion adalah sahabatnya dan sering berkeluh kesah dengan Dony. Dony juga tahu ada yang tidak beres tadi malam.
Ayu kemudian menjatuhkan tubuhnya di dalam pelukan Dony menyurukkan wajahnya di cerukan leher Dony. Rasa hangat merasuk ke tubuhnya, dia merasa mendekap seorang kakak baginya. Bolehkan jika Ayu mendambakan seorang kakak selain Dion tentunya. Lagi pula Dony ganteng juga lebih ganteng dari pada mantan pacarnya, bule lagi.
Pemandangan dengan Ayu berpelukan bersama Dony itu, yang dilihat Kian saat ia memutuskan ke kantor dari pada langsung ke rumah utama seperti niatnya semula.
Tiba-tiba dadanya seperti dihantam rasa sesak sakit hati melihat kedekatan Ayu dan Dony. Ada apa sih ini sebenarnya? Aku merasa seperti ABG saja. Ingat Kian dia hanya anak pelayan, tak mungkin juga secepat ini kau melupakan mendiang istrimu. Kian berusaha menegur dirinya sendiri. Walaupun sebenarnya dirinya juga tak kuasa menghalau dan tak sadar sepertinya jika sudah merasakan getar asmara merasuki relung hatinya. Kejengkelan hatinya semakin memuncak saat dilihatnya lengan mungil gadis itu semakin erat memeluk pinggang Dony.
Tanpa sadar Kian melangkahkan kakinya masuk ke dalam pantry. Kemudian berkacak pinggang menatap nyalang kepada 2 anak manusia yang masih berpelukan tak menyadari kehadiran orang lain di sekitarnya.
"Bagus baru beberapa hari dan kamu sudah mulai menggoda para pekerjaku, bukan begitu Ayu?" tegur Kian tajam dan menggelegar di ruang pantry yang cukup luas ini.
Seketika Ayu dan Dony melepaskan diri. Raut dan gestur tubuh Dony biasa saja karena dirinya merasa tak melakukan sesuatu yang salah.
"Bukankah kau harus segera ke tempat pencukuran bulu hari ini Dony?" tanya Kian tegas kepada anak buahnya tersebut.
"Iya Tuan," jawab Dony tanpa beranjak dari sisi Ayu.
"Kalau begitu pergilah, aku yang akan mengantar gadis ini ke rumah utama," ucap Kian dan menggeser tubuhnya yang hampir memenuhi luas pintu pantry, memberikan jalan untuk Dony menyingkir dari hadapannya. Sedangkan tatapannya tak lepas dari gerak gerik Ayu.
Dony tahu, sudah saatnya ia menyingkir dari sana. Ia juga percaya jika Kian pasti akan menjaga Ayu. "Aku pergi dulu, aku akan bilang dengan Nyonya Fitri jika kamu bersama dengan Tuan Kian." Ayu hanya mengangguki ucapan Dony, ia merasa enggan berbicara saat ada Kian di sana.
Ayu seketika membalikkan tubuh setelah Dony berpamitan dengannya dan berlalu. Meninggalkan Ayu dan Kian berdua di sana. Hati Ayu kesal karena lagi-lagi Ayu dianggap sebagai wanita penggoda oleh Kian.
Kian tersinggung karena Ayu tak acuh terhadapnya. Kemudian ia melangkah mengikis jarak antara dirinya dengan Ayu. Berdiri dengan gagah di belakang gadis itu. Kemudian mengulurkan kedua tangannya mengurung gadis itu di antara kedua lengannya yang bersandar di tepi meja pantry. Kian merasakan tubuh Ayu menjadi kaku seketika.
Ayu tak pernah diperlakukan demikian, jadi ia merasa was was dan tidak nyaman. Walaupun debaran dadanya semakin tak karuan hanya dengan menghirup aroma tubuh Kian. Beda dengan pada saat dirinya tadi bersama Dony, ia tidak merasakan desiran rasa itu. Ada rasa hangat menjalar ke pusat tubuhnya, dirinya belum pernah merasakan hal ini terlebih saat merasakan hembusan nafas Kian mengenai tengkuknya.
Kian memiringkan kepalanya mendekatkan bibirnya di daun telinga Ayu. "Sekali lagi kau ketahuan menggoda para pria di sini. Aku pastikan kau akan merasakan surga dunia," bisik Kian serak.
Saat berkata demikianpun Kian merasakan gairahnya kembali bangkit hanya dengan membayangkan tubuh gadis mungil di depannya ini ,terhimpit tubuhnya yang gagah perkasa. Melesakkan miliknya di inti sang gadis. Hanya seks tak lebih dan gadis ini akan segera jatuh kepelukannya, jika dirinya tak berhenti menggoda dengan lekukan tubuhnya dan suara halusnya.
"Saya tak pernah menggoda siapapun Tuan. Saya memang begini adanya, tadi Dony hanya menawarkan persahabatan pada saya. Bukankah dalam tradisi anda berpelukan dengan sahabat adalah hal wajar? Terlebih lagi saya dan Dony sama-sama single." Ayu membuka suaranya menjelaskan duduk permasalahannya. Dirinya tak mau lagi dianggap sebagai penggoda yang jelas-jelas ia tak pernah melakukan apapun.
Seketika Ayu merasa pinggulnya di cengkeram oleh telapak tangan yang kuat dan di balikkannya tubuhnya. "Kau penggoda camkan itu baik-baik, aku tak peduli apa yang membawamu ke sini tetapi satu hal yang pasti jangan pernah menggoda pegawaiku dan membuat fokus pekerjaan mereka terganggu." Kian teringat kembali sejak kedatangan gadis itu para pekerjanya tak henti membicarakan Ayu. Gadis asia cantik yang rupanya mulai memikat hati mereka baik yang masih single sampai yang sudah memiliki cucu.
Ayu membuka mulutnya bermaksud untuk protes karena perkataan Kian. Tetapi sejurus kemudian sudah dibungkam oleh lumatan ganas bibir Kian, yang menebarkan harum mint masuk ke lorong rongga mulut Ayu. Ayu yang merasa tak siap karena serangan lidah sang Don Juan tak bisa berbuat apa saat ciuman pertamanya di renggut paksa seperti itu. Aku meremas lengan Kian, ia sudah mulai kehabisan nafas. Ayu berusaha melepaskan pagutan bibir Kian dari mulutnya dengan menangkup kedua sisi wajah Kian. Tetapi hal itu dimanfaatkan oleh Kian untuk memeluk erat tubuhnya dan mengunci pergerakannya serta memperdalam ciumannya sehingga semakin besar gairahnya. Ayu semakin panik karena merasakan ada suatu desakan mengenai perutnya dari pusat tubuh Kian.
"Emmmhhh," lenguhnya. Kian melepaskan ciuman dan menempelkan dahinya dengan dahi Ayu.
"Apa yang sudah kau lakukan padaku?" Kian bergumam lirih seperti berbicara pada dirinya sendiri. Kian merasa benar-benar lepas kontrol saat ini hanya dalan waktu kuranag dari dua puluh empat jam saja.
"Ciuman pertamaku," protes Ayu dengan suara bergetar.
Kian terkekeh ia merasa lucu dengan protes Ayu sehingga membuat sudut bibirnya terangkat. "Ciuman pertama huh, kau pikir aku akan percaya? Sedangkan bibirmu ini sangat nikmat dan manis. Seakan-akan aku ingin melahapnya habis," ucap Kian lancang. Jempol tangan kanannya sudah mengusap bibir Ayu saat ia berkata demikian.
