Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. LAMARAN

(Masih) Di kediaman Guinandra.

Langit baru saja menggelap.

Elsa tampak sibuk memberikan arahan kepada beberapa gadis-gadis muda serta para pemuda lainnya yang merupakan pelayan dan pembantu chef kediaman untuk menyusun makanan di atas meja besar.

Dalam waktu 30 menit lagi, terhitung dari detik sekarang. Keluarga Abyudaya akan segera tiba.

Saat itu pukul 18.30 wib. Amelia telah selesai mandi, dia pun telah berganti pakaian dengan baju tidur. Matanya masih merah dan sembab, dapat terlihat jelas kalau dia habis menangis. Amelia tidak terlalu memikirkan hal tersebut, dia segera mengambil buku pelajarannya hendak membuat tugas sekolah. Namun entah kenapa dia tidak bisa fokus.

"Kenapa tidak bisa fokus belajar? Padahal sebentar lagi ujian akhir. Fokus, Mel! Fokus! Tidak perlu dipikirkan apa yang telah terjadi." Amelia terus menyemangati dirinya.

Setelah menangis tadi ternyata membuat Amelia merasa lelah dan haus. Dia hendak minum, tapi gelas di kamarnya kosong jadi dia memutuskan untuk keluar kamar mengambil air minum di dapur.

Saat membuka pintu, Amelia dikejutkan oleh sang mommy yang tiba-tiba berada tepat dihadapannya.

"Eh, Mommy baru mau mengajak kamu untuk keluar kamar," ucap Elsa.

"Memangnya ada apa, Mom?" Amelia bertanya karena berpikir terlalu banyak Amelia jadi lupa ada apa dengan malam ini.

Alih-alih menjawab pertanyaan anaknya, Elsa malah fokus dengan wajah Amelia yang masih sembab.

"Aduh, kenapa muka kamu tampak seperti ini, Sayang? Ayo sekarang kita polos sedikit dan ganti baju." Elsa mendorong Amelia masuk kembali ke kamar.

Belum sempat Amelia bertanya kembali Elsa sudah memoleskan bedak ke wajah Amelia.

"Mmm ... Mommy." Amelia memundurkan kepalanya. "Mommy kenapa sih? Amel tidak mau pakai bedak, Mom."

"Uncle Wirya sekeluarga sudah datang. Mommy ke sini mau mengajak kamu keluar untuk menemui mereka, tapi Mommy lihat muka kamu masih sembab dan kamu belum bersiap-siap. Nanti apa kata mereka kalau melihat kamu yang seperti ini."

"Ya sudah sedikit saja ya Mom bedaknya," ujar Amelia sedikit kesal karena dia tidak terlalu menyukai memakai bedak.

Elsa kembali memoleskan bedak di wajah dan lipgloss di bibir Amelia lalu memilihkan pakaian untuk Amelia pakai. Beberapa saat kemudian, Elsa mengajak Amelia keluar dari kamar.

Di ruang tamu sudah duduk Mahawirya, Shiori dan Lingga. Tidak terlihat si bungsu Kanaka. Rupanya Lingga berpenampilan seadanya tidak terlihat menonjol sehingga dia terlihat sesuai dengan usianya.

Lingga memperhatikan Amelia yang berjalan mendekat bersama Elsa. Kesan Lingga terhadap Amelia malam itu adalah Amelia tampak benar-benar seperti anak SMP pada umumnya. "Bisa-bisanya Ayah menjodohkanku dengan seorang bocah," batin Lingga.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu lama. " Elsa duduk berhadapan dengan Mahawirya, Shiori dan Lingga sedangkan Amelia duduk di antara Elsa dan Manggala.

"It's ok." balas Mahawirya sembari tertawa renyah.

"Amelia, kamu salam dulu kepada Uncle Wirya, Aunty Shiori dan Kak Lingga." Elsa menyentuh lengan Amelia.

"Selamat malam Uncle, Aunty, Kak Lingga." Amelia memberikan salam sapa lalu menyalami satu per satu Mahawirya, Shiori dan Lingga. Namun, saat menyalami Lingga dia menunduk. Membuat Lingga mengernyitkan dahi merasa heran.

Melihat sikap diamnya Amelia, Mahawirya membuka suara. "Amelia, kamu sehat?" Mahawirya berusaha mengajak berbicara.

Amelia tidak menjawab, dia masih menundukkan kepalanya.

"Mel, jawab. Jangan terus menunduk seperti itu." Elsa menyenggol lengan Amelia.

"Amel sehat, Uncle." Akhirnya Amelia mengangkat kepalanya dan berusaha tersenyum. Namun, tak lama dia kembali menundukkan kepalanya.

Selintas Lingga bisa melihat wajah Amelia yang polos dan cantik alami. Sejenak Lingga terpesona dengan gadis berstatus pelajar yang akan dijodohkan dengannya.

Lingga masih memandangi gadis polos dihadapannya yang sedang menundukkan kepalanya. Dia dapat menangkap kalau Amelia benar-benar gadis yang polos dengan kecantikan yang alami. Tidak pernah terpikirkan olehnya nanti akan menikah dan akan tinggal serumah dengan gadis itu.

"Baiklah. Kita semua sudah tahu maksud dan tujuan pertemuan malam ini yang tidak lain adalah untuk membahas pertunangan anak-anak kita." Mahawirya memulai pembicaraan.

"Karena Lingga dan Amelia sudah saling mengenal dan para orangtua juga telah menjelaskan sebelumnya tentang perjodohan jadi tidak ada masalah, kan?" Mahawirya bertanya dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Sebenarnya ada yang ingin Amel sampaikan, Uncle." Kalimat itu meluncur keluar begitu saja dari bibir Amelia.

"Katakan," ucap Mahawirya.

"Amel bersedia menerima pertunangan ini sekarang, tapi maaf Uncle, untuk menikah secepatnya Amel belum bersedia. Selain Amel merasa belum cukup umur, Amel juga masih ingin menyelesaikan sekolah sampai kuliah." Amelia memberanikan diri berucap panjang lebar mengutarakan keinginannya.

"Oh, Hahaha." Mahawirya kembali tertawa.

"Sebelumnya kami dan orangtua kamu memang sudah membahas soal ini. Kami juga sepakat kalau tidak akan menikahkan kalian dalam waktu dekat Mengingat usia kamu yang masih sangat belia dan study Lingga yang belum selesai, tetapi—" Mahawirya menjeda kalimatnya.

"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian dipertemuan kali ini ... Gala, Elsa." Pandangan Mahawirya kini beralih pada orangtua Amelia.

"Kami ingin meminta izin kepada kalian. Setelah Amelia menyelesaikan jenjang pendidikan menengah pertamanya, kami ingin membawa Amelia tinggal bersama kami di kediaman utama kami di Jepang. Biarkan dia melanjutkan pendidikannya di sana.

Kalian sudah mengetahui, kan. Kalau pusat bisnis dan keluarga Abyudaya stay berada di Jepang. Hal ini kami lakukan dengan tujuan agar Lingga dan Amelia lebih dekat juga lebih saling mengenal.

Bukankah akan sulit bagi mereka untuk merealisasikan hal itu jika jarak mereka sangat jauh dan intensitas ketemunya mereka sangat jarang. Kami akan menyayangi dia seperti putri kami sendiri. Kalian bisa bertemu kapan pun kalian mau." Mahawirya mencoba menjelaskan keinginannya.

Manggala dan Elsa, orangtua Amelia saling berpandangan. Sorot mata keduanya seakan saling melempar tanya.

Lidah Amelia rasanya benar-benar kelu, dia tidak sanggup menjawab apapun saat ini. Ya Tuhan, dia merasa seperti dijebak.

Amelia ingin sekali menolak, tetapi dia teringat kembali wajah sedih mommy-nya tadi sewaktu mereka berbincang di kamar. Menolak sama saja menghancurkan hubungan baik kedua orangtuanya dengan sahabat mereka.

"Aah sial!" Amelia mengumpat dalam hati.

"I-iya, terserah Uncle saja." Suatu kalimat yang akan dia sesali nanti, kenapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya begitu saja dia pun tidak tahu. Ingin dia rutuki kebodohan dirinya sendiri.

"Mel, tidak bisa diputuskan begitu saja, Sayang. Kita harus bicarakan dulu dan pikirkan baik-baik tentang ini." Elsa menyela perkataan Amelia.

"Amel sudah putuskan, Mom. Lagipula, mau Amel tinggal di Indonesia, Amerika, Jepang semuanya sama saja bagi Amel. Amel sudah terbiasa ditinggal Mommy dan Daddy.

Apa Mommy lupa kalau selama ini Mommy dan Daddy sering stay di USA bersama Kak Kevin karena bisnis Daddy berpusat di sana sedangkan Amel stay di Indonesia dengan Kakak Nick? Jadi jangan kuatir Mommy, Amel sudah biasa." Amelia mencoba menjelaskan dan menenangkan kedua orang tuanya. Terukir senyuman manis di bibirnya.

"Mel—" Elsa tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Dia memandang haru putrinya.

"Baiklah karena semua sudah setuju maka langsung saja hari ini kita resmikan sebagai hari pertunangan Lingga dan Amelia. Mengingat usia Amelia yang masih belia maka untuk pesta pertunangannya kita tunda dulu sampai Amelia berusia tujuh belas tahun nanti baru kita adakan acaranya.

Sampai dengan saat itu tiba, pertunangan mereka kita keep, hanya keluarga besar kita yang tahu. Kalian tidak keberatan, kan? Gala? Elsa?" Mahawirya kembali bertanya.

"Tentu kami tidak keberatan," jawab Manggala dan Elsa.

Semua orang tampak senang. Tentu saja kecuali Lingga dan Amelia.

Serangkaian acara hari ini berjalan cukup lancar. Setelah perbincangan antara kedua keluarga mengenai perjodohan, peresmian hari pertunangan sampai rencana Mahawirya lalu dilanjutkan dengan acara makan malam bersama. Walau kenyataannya, makanan yang masuk rasanya tersangkut di tenggorokan Amelia.

"Lihat lah, orang-orang itu. Mereka sudah tampak seperti keluarga sungguhan," batin Amelia.

Amelia lebih banyak diam karena rasa kesal yang masih menggeluti hati, juga dia tidak tahu arah pembicaraan mereka.

***

"Kalau kami sedang berada di Indonesia, Amel harus sering-sering main ke rumah," ucap Shiori dengan bahasa Indonesia yang terpatah-patah sembari menowel hidung Amelia, pada saat Amelia dan keluarganya mengantar rombongan keluarga Abyudaya pulang.

"Baiklah Aunty, nanti Amel pasti datang."

"Kenapa masih memanggil dengan panggilan 'Aunty'? Panggil Mami seperti Lingga dan Kanaka memanggil." Shiori meralat ucapan Amelia, dirinya tak ingin lagi dipanggil aunty oleh Amelia.

"Iya Aunt ... maaf, Mami." Amelia berusaha meralat ucapannya dengan memanggil Shiori dengan panggilan Mami.

Shiori akhirnya pamit setelah memberi Amelia dan Elsa pelukan. Wanita cantik berdarah Jepang itu sangat keibuan dan selalu memperlakukan Amelia sangat baik seperti biasanya. Begitu pula dengan Mahawirya hanya Lingga seorang yang sikap bersikap datar.

Amelia berusaha tersenyum dan terus melambaikan tangan sampai mobil keluarga Abyudaya keluar melewati gerbang kediaman Guinandra.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel