Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 – Simfoni Kabut

Lyara terbangun dengan tubuh dingin dan pakaian lembap oleh embun malam. Meski api ungu Lucien masih menyala redup, rasanya dingin yang menyusup kali ini bukan berasal dari udara, melainkan dari sesuatu yang tak terlihat—entah bisikan, entah kehadiran.

Lucien sudah tidak ada di tempatnya.

Ia berdiri dan mencari sekeliling. Hutan itu seperti berubah wajah setiap kali mata terpejam. Jalur yang semalam jelas, kini ditelan akar dan semak. Kabut menari-nari di antara batang pohon, membentuk pola melingkar yang bergerak… seperti sedang menuntun.

Lyara tahu ia seharusnya tetap di tempat. Tapi suara itu…

Sebuah melodi.

Lembut. Menyedihkan. Menghipnotis.

Bunyi seruling.

Ia menapaki tanah basah itu perlahan, mengikuti nada-nada yang seolah menyentuh jiwanya. Semakin jauh ia berjalan, semakin kuat bunyi itu menggema. Dan tiba-tiba, ia tiba di sebuah padang yang tak ada semalam—padang bunga ungu bercahaya yang melambai lembut seperti mengundang pelukan.

Di tengahnya, berdiri seorang wanita.

Rambutnya panjang, mengambang tanpa angin. Matanya kosong, tapi mulutnya melengkung dalam senyum manis yang menyesatkan. Ia memainkan seruling dari tulang.

Lyara membeku. Wanita itu… menyerupai dirinya. Hampir seperti pantulan masa depan.

Seketika, bunga-bunga ungu itu berubah. Mereka bergetar… lalu mulai menangis. Air mata bening menetes dari kelopaknya, dan udara menjadi berat.

“Lyara…”

Suara itu bukan dari wanita itu. Tapi dari atas.

Lyara mendongak—kabut membentuk wajah. Wajah ibunya. Wajah yang sama seperti dalam cermin beberapa malam lalu.

“Jangan percaya pada apa pun yang menyentuh hatimu terlalu cepat…” bisik wajah kabut itu.

Lalu, semuanya berubah.

Wanita di padang itu menoleh, dan matanya kini hitam sepenuhnya. Tubuhnya melayang, dan bunga-bunga ungu mencuat dari tanah, berubah menjadi mulut dengan gigi tajam.

Lyara berbalik. Tapi tanah di belakangnya lenyap. Ia berada di antara dimensi kabut dan suara.

Tiba-tiba, tangan keras menariknya dari belakang. Suara patahan akar terdengar, dan dunia terbalik.

Lyara terjatuh di atas tanah keras, napasnya memburu. Di hadapannya, Lucien berdiri dengan mata menyala gelap. Seruling itu kini patah di tangannya.

“Aku bilang padamu… jangan percaya suara-suara manis,” katanya dingin.

Lyara mengatup mulutnya, mencoba menenangkan dirinya. “Itu… bukan aku, kan?”

Lucien mengangguk. “Itu adalah bayangan yang paling berbahaya—yang menyamar jadi versi dirimu sendiri. Mereka tak menyerang dengan kekuatan, tapi dengan harapan.”

Mereka kembali berjalan dalam diam.

Langkah kaki Lyara berat, tapi ada pertanyaan yang terus mendesak keluar dari mulutnya.

“Lucien… kalau semua ini ujian, kapan aku akan tahu bahwa aku sudah cukup kuat?”

Lucien menatapnya sebentar. “Kau tidak akan tahu. Sampai hutan memutuskan untuk menghancurkanmu dengan ujian terakhir.”

“Dan kalau aku gagal?”

“Tak ada jasad yang akan ditemukan. Tak ada jejak yang akan dikenang. Kau akan menjadi bagian dari simfoni hutan ini. Suara, akar, dan kabut.”

Lyara merinding. “Tapi… kalau aku berhasil?”

Lucien menatap jauh ke depan. “Maka hutan akan membebaskanmu. Atau… mungkin menjadikanmu tuan barunya.”

Kata-kata itu menggantung lama di udara.

Dan untuk pertama kalinya, Lyara mulai meragukan niat hutan…

Dan juga Lucien.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel