Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

ENAM

Suasana hening menyelimuti meja yang diisi oleh Ravi, Garda, dan Dimi selepas kepergian Gerry dan Neta.

"Lo ... keterlaluan, Dim." Ravi angkat bicara setelah diam cukup lama.

"Keterlaluan gimana? Orang gue enggak mau kenalan. Kenapa dipaksa?" Dimi menatap Ravi tajam.

"Ya enggak gitu juga, Dim, nolaknya. Dia juga ngomongnya baik-baik." Kini giliran Garda yang berbicara.

"Gue enggak suka ada orang sok kenal dan maksa-maksa kaya dia." Suara Dimi terdengar tegas.

"Kalo lo enggak bisa hargain Neta, seenggaknya lo hargain Gerry, Dim." Ravi menatap tepat ke manik hitam milik Dimi.

"Apa hubungannya?" Dimi memalingkan wajahnya. "Perasaan Gerry, bukan urusan gue."

"Dim." Ravi menghela napas kasar. "Seandainya lo tau kalo Gerry secinta itu sama Neta, mungkin lo bisa ikut hargain perasaan Gerry."

"Emang Gerry sama Neta beneran pernah pacaran?" Garda tak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Ia kira Ravi hanya meledek Gerry saja.

"Iya. Gerry sama Neta pernah pacaran." Ravi kini menatap Garda. "Neta cinta pertamanya Gerry. Lo mau tau Si Geger bucinnya separah apa?"

"Apa coba apa?" Garda mengabaikan Dimi yang hanya diam saja, melanjutkan makannya.

"Waktu itu Neta sakit. Dia nelpon Geger jam dua pagi." Ravi menunjukan dua jarinya. "Jam dua pagi banget itu wooooy."

"Yaelah. Gue juga bangun kalo di telpon." Garda menyenderkan kembali tubuhnya ke sandaran kursi.

"Yee. Belom selesai gue." Ravi mengambil kentang goreng yang ada di piring Gerry dan memakannya. "Neta nelpon, minta Geger bawain Happy Meals. Terus Neta bilang, 'aku enggak mau makan kalo bukan kamu yang suapin'. Lo tau enggak terus Si Geger ngapain?"

"Ya ... tidur lagi lah. Gila aja jam dua pagi keluar beli makanan. Pake ojol aja kali. McD banyak yang buka dua puluh empat jam," ujar Garda yang mulai melanjutkan makan malamnya lagi.

"Yahhh, itu kan elo!" Ravi berdecak sebal. "Si Geger mah enggak! Dia beneran dateng kerumah Neta dan suapin Neta. Terus dia numpang tidur gitu deh di kamar tamunya Neta. Gila kan Si Geger?!"

"Wahhh! Gila, Geger!" Garda menggeleng-gelengkan kepalanya, masih tak percaya dengan cerita Ravi.

"Udah gue bilang Si Geger itu Pengabdi Neta." Ravi tertawa. "Kalo disuruh keluar Basket juga tuh anak paling mau-mau aja."

"Bentar-bentar." Garda memberikan lima jarinya, meminta Ravi menjeda ceritanya. Pemuda itu pun menyedot Lemon Tea miliknya dengan semangat. "Kalo Geger sebucin itu, kok bisa putus sama Neta?" tanya Garda.

"Lah? Apa yang enggak bisa?" Ravi menggedikan bahunya. "Neta cantik. Banyak yang mau," jawab Ravi asal.

"Lo terus dukung aja gitu Geger jadi bucin?" Tiba-tiba Dimi berbicara. "Sama cewek modelan gitu?"

"Dim, lo itu enggak kenal Neta." Ravi terus saja mengambil kentang goreng di piring yang Gerry tinggalkan. "Neta itu enggak kaya yang lo pikir."

"Ah, tapi tadi dia nyiram Mika, lho." Garda tertawa mengingat kejadian di kantin tadi. "Enggak sangka aja sih gue kalo Neta bar-bar banget kayak gitu. Maksudnya, ini Mika, lho. Mika. Lo tau kan Mika?"

Ravi menganggukan kepalanya. Pemuda itu kenal betul siapa Mika, kapten tim cheers yang sempat menghebohkan tribun penonton tahun lalu saat ada turnamen basket antar sekolah yang kebetulan diikuti oleh SMA Pramudia dan SMA Nusa Raya.

"Si Mika yang itu kan? Yang nangis-nangis gara-gara ...." Ravi menutup mulutnya, pemuda itu tahu jika dirinya sudah salah bicara.

"Iya, yang itu." Garda berpura-pura tidak menyadari ucapan Ravi agar suasana canggung tidak kembali datang.

"Ngapain lagi emang si Neta?" Ravi tertawa canggung.

"Dia nyiram kepala Mika pake Es Jeruk. Gila enggak, tuh? Maksudnya ... dia baru banget masuk, anjir. Belom juga dua puluh empat jam dia masuk." Garda menggeleng-gelengkan kepalanya, masih tak percaya dengan apa yang terjadi tadi di sekolahnya.

"Neta emang gitu." Ravi sedikit tersenyum. "Tapi, tuh anak enggak pernah mulai duluan. Kalo enggak di gangguin duluan juga, tuh anak biasa aja. Kalo menurut gue, sih ... apa tuh namanya? Melindungi diri doang."

"Gue kira dia tukang bully, anjer." Garda tertawa.

"Enggak. Makanya Si Geger cinta mati sama Neta." Lagi, Ravi tertawa. "Kalo Neta emang seburuk yang lo berdua pikirin, Geger enggak bakalan sebucin itu."

"Eh, anjir. Bagi dua!" Garda merebut piring berisi makanan yang belum sama sekali Neta sentuh.

"Dim." Ravi memanggil Dimi. "Lo jangan gitu-gitu amat sama anak orang. Neta itu enggak tau apa-apa tentang lo. Kalo lo enggak suka, ya biasa aja. Jangan asal bentak begitu. Neta cewek, lho. Kasian kalo cewek digituin."

Dimi hanya diam, mencerna ucapan Ravi yang memang benar adanya. Kini pemuda itu diselimuti rasa bersalah.

***

Neta menangis. Gadis itu merutuki dirinya sendiri. Harusnya ia tak boleh terlihat lemah seperti itu karena dia perempuan nomor satu. Namun Neta tak tahan untuk tak menangis. Kalimat yang di lontarkan Dimi terus saja berputar di kepalanya bak kaset rusak.

"Ta," ujar Gerry pelan. "Jangan nangis."

Neta mengusap kasar air matanya yang tak mau berhenti itu.

"Harusnya lo jangan hentiin gue tadi." Gerry menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya yang berada di atas kemudi. "Gue enggak bisa liat lo nangis, Ta."

"Ger." Neta memanggil Gerry lirih. Gadis itu masih syok dengan kejadian barusan. "Emang gue seburuk itu, ya?"

"Jangan dengerin, Ta. Dimi emang begitu." Gerry menegakan tubuhnya, tangannya bergerak menghapus air mata Neta yang terus mengalir.

"Ibunya selingkuh, ninggalin Dimi, abang, dan ayahnya waktu kita masih SMP. Sejak saat itu, Dimi jadi anti banget sama cewek. Buat Dimi, cewek itu enggak lebih dari seorang penghancur. Jadi, ya gitu ... Dimi enggak suka deket-deket sama cewek," jelas Gerry, bermaksud memberi Neta pengertian.

Neta mulai meredakan tangisannya setelah mendengar penjelasan Gerry. Untuk pertama kalinya, Neta merasa ragu akan tindakannya yang selalu ingin menjadi nomor satu.

"Enggak usah dengerin Dimi, Ta." Gerry menatap Neta dalam. "Sekali pun lo emang seburuk yang Dimi bilang, gue enggak akan pernah ngerubah pandangan gue ke lo. Lo tetep Neta yang sama dengan Neta yang gue kenal pertama kali. Cewek cantik yang bar-bar."

Gerry mengacak rambut Neta. Pemuda itu benar-benar tak bisa menahan dirinya untuk melakukan itu. Untuk pertama kalinya, Neta senang dalam arti sesungguhnya ketika Gerry mengacak rambutnya. Neta tersenyum menatap Gerry.

"Makasih, Ger," ujar Neta tulus.

"Don't mention it, Ta." Gerry merapikan kembali rambut Neta yang berantakan karenanya. "Gue bakalan seribu kali lebih sedih kalo lo sedih."

"Gerrr! Belajar gombal dimana, sih?!" Neta tertawa. Kini perasaan gadis itu sudah jauh lebih baik. Gerry pun kembali melajukan mobilnya setelah beberapa saat yang lalu mereka menepi dan berbicara.

"Mau makan apa? Happy Meals lagi?" tanya Gerry yang melirik Neta dari sudut matanya.

"Ihh, enggak, ah. Emang gue lagi sakit, apa?!" Neta terkekeh. "Makan di Korean BBQ, yuk, Ger. Tiba-tiba gue pengen."

"Dimana?" tanya Gerry lagi. "Gue belom pernah soalnya."

"Ihhh kudet banget deh lo, Ger!" Neta tertawa lagi. "Bentar, bentar. Gue liat di IG dulu. Di akun-akun tukang posting makanan biasanya ada."

"Lah? Gue kira lo tau, Ta." Gerry tertawa. "Dasar," katanya.

Mereka berdua akhirnya pergi ke tempat yang sudah berhasil Neta temukan. Selama di perjalanan, lagi-lagi untuk pertama kalinya Neta merasa leluasa berbicara dengan Gerry. Neta menjadi dirinya sendiri, tidak seperti Neta yang biasanya, yang memikirkan tak-tik apa yang akan dia gunakan berikutnya untuk menjatuhkan lawan bicaranya agar benar-benar bertekuk lutut padanya.

***

Neta melangkahkan kakinya masuk ke pelataran sekolahnya. Semua pasang mata lagi-lagi menatapnya. Iri. Begitu lah kira-kira tatapan siswi-siswi yang ia lewati. Kabar mengenai dirinya yang menumpahkan Es Jeruk di kepala Mika dan Neta yang duduk di sebelah Dimi. Hingga yang paling baru, Neta yang pulang bersama Gerry, kapten basket SMA Pramudia.

"Neta!" Seseorang menyerukan nama Neta hingga akhirnya gadis itu membalikan tubuhnya dan menemukan Goldi tengah berlari ke arahnya. "Tunggu, dong. Bareng."

Neta menganggukan kepalanya dan tersenyum. Lagi-lagi siswi yang berada di dekatnya berdecak iri karena melihat kecantikan Neta. Mata mereka seperti mengatakan wajar-aja-dia-dikelilingin-cogan.

"Makasih," ujar Goldi saat ia sudah berada dihadapan Neta. "Yok!"

"Eh, Ta. Kemaren emang lo dijemput sama Gerry, ya?" Goldi tak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Neta pun terkekeh dan menganggukan kepalanya. "Demi apa, lo?!" Goldi menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Lah? Ngapain boong?" Neta terkekeh. "Tapi bukan dijemput, sih. Dia lewat dan liat gue jadi ngajak bareng."

"Gerry yang kemaren gue omongin itu, kan?! Gerry Antariksa?!" Goldi benar-benar heboh saat Neta menganggukan kepalanya.

"Dih, kampret. Kata lo dia biasa aja." Goldi menyenggol Neta. Entah lah, gadis itu cepat sekali akrab dengan orang lain hingga tak canggung melakukan itu pada Neta yang baru dikenalnya kurang dari dua puluh empat jam.

"Emang gue ngomong gitu, ya?" Neta terkekeh, sengaja meledek Goldi.

"Iya, anjir!" Goldi menjawab dengan cepat. "Kok bisa?"

"Emang harusnya gimana?" tanya Neta tepat ketika mereka hendak melewati kelas Dimi yang pintunya terbuka. Terlihat Dimi dan Garda tengah berdiri di depan pintu kelas mereka.

"Pagi, Neta," sapa Garda yang melihat Neta hendak berjalan melewati kelasnya bersama Goldi.

"Eh?" Neta sempat kaget, tak menyangka jika Garda akan menyapanya. "Pagi, Kak Garda."

"Semalem gimana sama Geger?" Garda meledek Neta. "Bisa aja tuh si kunyuk pengen berduaan sama lo."

"Kak Garda kepo, ya?" Neta menghentikan langkah kakinya. Gadis itu enggan melirik Dimi.

"Tau aja." Garda tertawa. "Abis, gue masih enggak nyangka kalo si Gerry itu mantan lo."

"Yee ... dasar!" Neta memukul pelan lengan Garda. "Ntar gue bilangin ke Gerry, lho."

"Paling gue ditimpuk bola basket," ujar Garda masih dengan tawanya.

"Yaudah. Gue duluan, ya, Kak." Neta pun pamit, sama sekali enggan melihat ke arah Dimi dan itu membuat Dimi merasa bersalah atas perkataannya semalam.

"Ta!" Goldi akhirnya berbicara setelah diam sejak tadi, mendengarkan pembicaraan Garda dan Neta. "Demi apa, lo?!"

"Demi apa, apanya?" tanya Neta saat mereka hampir berbelok ke koridor kelasnya.

"DEMI APA LO MANTANNYA GERRY ANTARIKSA?!?!" Teriak Goldi heboh hingga siapa pun yang mendengarnya ikutan kaget.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel