Bab 11 Kucing Nakal Putra Mahkota
“Bagaimana, Olyn? Apakah sudah mendapatkan petunjuk?” Arlene benar-benar tidak bisa tidur karena insiden tadi.
“Saya tidak tahu, Yang Mulia.”
Pestanya terpaksa dihentikan karena terjadi pembunuhan berencana. Namun, tak ada satupun saksi mata yang bisa memberikan petunjuk.
Bolehkah Arlene bersyukur karena insiden itu telah membuatnya tenang di kamar ini sendirian? Sebelumnya, Arlene begitu panik karena harus melewati malam pertama bersama suaminya.
Benar, dia memang sering tidak tahu malu. Tapi dalam kondisi begini, Arlene tetap saja takut. Ini merupakan pengalaman pertama dan dia masih malu.
“Yang Mulia, Putra Mahkota sudah tiba.”
Arlene menoleh kaget. “Hah? Kenapa dia datang ke sini? Seharusnya dia membantu penyelidikan kasus pembunuhan itu!”
“Sebaiknya Anda bertanya langsung kepada Yang Mulia,” kata Olyn sambil menutup pintu.
Suara pintu yang ditutup lantas membuat Arlene berbalik, karena sejak tadi dia sedang menatap ke jendela luar. Arlene tidak melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
“Sedang apa Yang Mulia di sini?” tanya Arlene sedikit panik. Kakinya melangkah mundur, takut sekali diterkam lelaki itu.
Andai dia tidak tahu bahwa Jerick adalah Putra Mahkota, pasti saat ini Arlene sudah menyambutnya dengan suka cita. Untuk sekarang, jangankan menyambut, Arlene justru merasa takut!
Sebentar, kemarin dia sempat menjelek-jelekan Putra Mahkota tidak ya? Mari kita ingat-ingat lagi, apa saja yang Arlene katakan kepada Jerick?
Saat itu Jerick pasti kesal karena diam-diam Arlene membicarakannya, saat ini dia pasti akan bertindak. Tidak terima karena disebut jelek oleh istrinya sendiri.
“Kamar ini adalah kamar istriku, apa aku salah datang ke sini?” Dengan santai, Jerick berjalan mendekat sambil membuka jubahnya.
Mata Arlene mulai melirik panik. Apakah ini waktunya untuk buka-bukaan? Tapi Arlene belum siap! Dia masih terlalu muda untuk melakukan itu!
Bodoh! Kalau memang masih muda, dia tidak akan dinikahkan saat ini juga.
“Kenapa bergerak mundur terus? Duduk di sini.” Jerick menarik tangan sang istri agar duduk bersamanya di tepi ranjang.
Jubah yang Jerick gunakan sudah terlepas, hanya menyisakan lapisan dalamnya saja. Tapi untunglah, tubuhnya masih tertutup pakaian.
“Aku baru saja kehilangan kucing nakalku,” kata Jerick tiba-tiba. “Apa kau bisa membantuku mencari ke mana dia?”
“Kucing?” Arlene mengernyit. Sejak kapan lelaki itu punya kucing?
“Ya, kucing yang sangat nakal karena tidak kenal takut.” Laki-laki itu menyeringai. “Beberapa hari yang lalu dia baru saja bicara kasar. Dia suka sekali menjelek-jelekan Putra Mahkota. Dan apa kau tahu, dia juga sangat agresif karena pernah melamar laki-laki untuk dinikahi?”
Arlene menelan ludahnya susah payah. “Apakah Yang Mulia sedang menyindirku?”
“Apakah kau merasa tersindir?”
Hah! Jadi, kucing nakal yang Jerick maksud itu adalah dia sendiri?!
“Apakah saya mirip dengan kucing, Yang Mulia?”
“Kemarin iya, sekarang tidak. Jadi, bisakah kau membantu mencari dia?”
Arlene menggeleng. “Aku masih punya kesibukan lain, jadi mohon maaf karena tidak bisa membantumu mencari hewan itu!”
Jerick tertawa seketika. “Kucing nakalku sudah berubah drastis. Dia menjadi sangat penakut sampai tidak berani melakukan apa-apa.”
Tak satupun kata keluar dari bibir Arlene, gadis itu malah mengalihkan tatapannya. Dia tahu, Jerick sedang ingin menjahilinya.
“Sudahlah, katakan padaku. Apa yang membuatmu menjadi sekalem ini?” tanya Jerick pada akhirnya. Beberapa hari yang lalu Arlene masih bersikap biasa. “Apakah karena sekarang kau tahu aku ini siapa?”
Kening Arlene mengerut. “Yang aku tahu, Jerick adalah pria tampan yang kusukai.”
“Lalu aku?”
“Kau adalah Putra Mahkota yang sedang memakai mahkota dan jubah!”
Jerick langsung menunduk. “Aku tidak memakai jubah apalagi mahkota.”
“Kau tahu bukan itu maksudku!” sembur Arlene sambil meninju perut suaminya, Memang lancang dia, tapi mau bagaimana lagi, namanya juga Arlene.
Jerick menghindar sambil tertawa. “Apakah kau sakit hati karena merasa tertipu selama ini?”
“Tentu saja!”
Selama bertemu dengannya, Jerick tidak pernah menggunakan pakaian khas anggota kerajaan. Jadi, mana mungkin Arlene tahu dia itu Putra Mahkota!
“Tapi bukankah tidak akan ada yang berubah dari kita?” Dengan perlahan, Jerick menarik tangan Arlene. “Kita berdua tetap saja pasangan suami istri.”
Ditatap dengan lekat begitu, Arlene mendadak salah tingkah. “Ekhem! Yang Mulia, bagaimana dengan penyelidikan kasus pembunuhan tadi?”
***
Aman, ya benar sekali!
Semalam, dia berhasil menghindar dari Jerick karena ternyata Jerick tidak tidur di kamarnya. Bukan karena tidak mau tapi karena dia harus menyelidiki masalah pembunuhan itu.
Perdana menteri yang meninggal itu diduga berasal dari keluarga Ratu Dione. Tak lain masih ada hubungan kerabat dengan Jerick. Saat ini dia sedang mencari tahu, sekiranya masalah apa yang membuat orang itu dibunuh.
Bicara soal Jerick, pagi ini Arlene belum melihatnya sama sekali. Sepertinya dia memang sedang sibuk sampai tidak sempat melihat istrinya sendiri.
“Berta, Olyn, ayo kita pergi jalan-jalan!”
Kedua pelayannya itu langsung bersiap-siap. Selama ini Arlene selalu berkeliling istana meskipun harus sembunyi-sembunyi. Tapi kali ini tak ada larangan untuk jalan-jalan, kan?
“Tempat apa itu?”
“Itu dapur istana, Yang Mulia.”
“Apakah di sana banyak makanan?”
“Tentu saja, Yang Mulia. Apakah Anda ingin memakan sesuatu?”
Arlene mengangguk. “Untuk makan siang nanti aku mau ada makanan manis sebagai makanan penutup.”
“Baik, Yang Mulia. Akan saya sampaikan kepada mereka.”
Mereka melanjutkan perjalanan lagi. Lalu Arlene melihat ke sisi Timur. “Tempat apa itu? Sejak datang ke sini aku sering melihat tempat itu tapi tidak pernah tahu tempat apa itu?”
“Itu merupakan barak latihan khusus anggota kerajaan, Yang Mulia.”
“Latihan apa?”
“Bela diri, berkuda, memanah dan sebagainya.”
Arlene mangangguk, tiba-tiba merasa tertarik untuk pergi ke sana. Tapi Berta justru melarang karena tempat itu tidak boleh didatangi sembarang orang. Meskipun benar Arlene sudah menjadi bagian dari keluarga kerajaan.
"Kenapa aku tidak boleh ke sana?!” Gadis itu menginjak tanah dengan kesal.
“Hanya anggota keluarga kerajaan laki-laki saja yang boleh ke sana, Yang Mulia.”
“Itu tidak adil sama sekali!”
“Kenapa tidak adil?”
Tiba-tiba saja ada tiga lelaki yang mendatanginya. Arlene langsung menatap mereka dengan kening mengkerut. Ketiganya terlihat sangat mirip, atau mungkin saja mereka kembar.
Tanpa disangka-sangka, tiga lelaki itu langsung menunduk padanya. Arlene dapat menyimpulkan bahwa status mereka jauh dibawahnya.
“Sedang apa Putri Mahkota di tempat ini?”
“Kalian siapa?”
“Apa kau tidak mengenali adik iparmu sendiri?”
“Adik ipar?” Kening Arlene mengerut. “Kalian adik Putra Mahkota?”
“Benar sekali!”
Bibir Arlene langsung tersenyum lebar. Dia lantas mengulurkan tangannya. “Namaku Arlene! Senang bertemu kalian!”
“Hm, Yang Mulia, kami tidak boleh sembarangan menyentuhmu karena saat ini kau sudah menjadi kakak ipar kami. Jadi mohon maaf bila lancang, kami tidak bisa membalas uluran tanganmu.”
Dia tarik kembali tangannya dengan berat hati. Ternyata ada aturan seperti itu ya di istana? Tidak masalah, yang penting tidak ada larangan untuk berteman dengan para pangeran.
“Apakah kalian melihat Putra Mahkota?” tanta Arlene. Sejak tadi dia tidak melihat suaminya.
“Dia ada di dalam, sedang latihan berkuda.”
“Boleh aku ke sana?”
“Tidak boleh!”
Arlene mendadak lesu. Bosan sekali dia, ingin melakukan sesuatu yang bisa membuatnya senang. “Ternyata tinggal di sini sangat tidak menyenangkan!”
Sang adik ipar tersenyum maklum. Lalu tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. “Hm, Yang Mulia, apakah pagi ini kau sudah mendengar rumor?”
