Chapter 6
Ikatan yang lepas di tangannya membuat Melly tersadar dan ingat dengan posisinya saat ini. Melly memegang tangannya yang terasa sakit karena di ikat terlalu kencang.
Austin menatapnya sebentar sebelum berbalik menuju singgah sananya tadi. Melly melihat ke sekitar ruangan ini yang terkesan gelap dan seolah-olah mengintimidasi.
"Ini dimana ?" Ucap Melly dan senyuman Austin terlihat.
"Kau seharusnya ingat dengan rumahku" ucap Austin enteng dan Melly menganggukkan kepalanya.
Melly menatap Austin yang ternyata juga menatapnya dari atas sana. Austin terlihat berbeda dari terakhir kali diingatannya.
Kejadian di rumah Austin bukanlah terakhir kalinya Melly bertemu dengan pria itu. Setelah seminggu setelah kejadian itu Melly melihat Austin tengah berciuman dengan perempuan di salah satu cafe seberang jalan.
Hal itu membuat Melly tersenyum miris melihatnya. Menertawakan dirinya sendiri karena sempat memikirkan tentang semua pertanyaan Austin yang ditujukan padanya.
Tetapi ternyata dirinya salah. Austin tidak menyukainya secara tulus dan Melly menganggap semua ucapan itu adalah sebuah rayuan supaya Melly mau jatuh ke pelukan Austin.
Melly memilih untuk meninggalkan cafe itu dan tak pernah menampakkan diri lagi. Melly berusaha fokus menggapai mimpinya dan mengubur Austin jauh di dalam lubuk hatinya
Perubahan Austin membuatnya melupakan pria itu. Perubahan yang karenakan usia. Umur mereka sudah tidak lagi muda dan kedewasaan terlihat jelas di wajah Austin saat ini.
Berbeda jauh kala mereka masih di bangku Senior High School dulu. Jika kalian bertanya apakah Austin sekarang lebih tampan.
Ya tentu saja pria ini sangat tampan.
"Kau semakin cantik" ucapan itu sukses membuat Melly tertegun.
Tak terpikirkan jika Austin akan menanyakan hal yang simpel. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu.
"Ehm... Aku tidak membutuhkan rayuanmu. Apa yang kau lakukan padaku" ucap Melly berusaha mengalihkan suasana aneh yang terjadi di antara mereka.
Sebuah senyuman terlihat muncul di sudut bibir Austin ketika menatap Melly.
"Kau masih segalak dulu, Mel" ucap Austin dan Melly mendengus mendengar.
"Kau masih sebrengsek dulu" sahut Melly yang sukses membuat Austin tertawa keras mendengarnya.
"Apa kebrengsekanku sampai kau terlihat begitu membenciku" pancing Austin yang membuat Melly semakin kesal mendengarnya.
"Kau menciumku ketika aku masih di bawah umur"
Austin menggelengkan kepalanya. Tak pernah menyangka jika hal ini yang membuat Melly masih memandangnya dengan tatapan permusuhan.
Bahkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu kembali. Walaupun bisa dikatakan mereka tidak memiliki hubungan. Tetapi tetap saja Melly adalah sosok yang terkenang di ingatannya.
Jika Melly tidak mengingatnya lain halnya dengan Austin yang masih mengingat jelas sosok Melly.
Sosok yang masih membuatnya jatuh hati.
"Kau bukan anak di bawah umur saat itu, Mellyta. Bahkan jika kita having sex itu pun tidak masalah"
Ucapan Austin yang terlalu frontal itu membuat Melly terkejut bukan main. Pipinya langsung memerah membayangkan apa yang dikatakan oleh Austin.
Melly berdiri dari tempatnya dan mengibas-ibaskan tangannya yang terasa sakit.
"Kau memang sialan" maki Melly sambil berjalan menuju satu-satunya pintu di ruangan ini.
Ketika hendak pergi suara Austin membuatnya menghentikan langkahnya dan menatap pria yang masih menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Kau mau kemana ? Kau tau arah pulang ?" Ucap Austin lagi.
"Aku bisa meminta tumpangan" ucap Melly sambil membalikkan badan mengabaikan Austin tertawa mendengarnya.
Bukankah Melly sangat cocok menjadi kekasihnya. Sepertinya mereka memang sudah ditakdirkan bersama.
Tiga tahun yang lalu adalah tahun terakhir Austin memantau Melly. Bagaimanapun usianya sudah menginjak 33 tahun dan tidak mungkin jika dirinya masih terus terbayang akan cinta monyetnya.
Ya Austin memantau Melly sejak dirinya dinyatakan lulus. Segala hal tentang Melly diketahuinya. Hingga tiga tahun yang lalu Austin mendengar Gaston mengatakan jika Austin harus mulai memikirkan tentang orang yang akan menjadi istrinya.
Hal itu yang membuat Austin memilih untuk melepaskan Melly. Bagaimanapun Austin sendiri juga tidak memiliki keberanian berhadapan dengan perempuan itu.
Akhirnya Austin memutuskan untuk menghapus semua jejak tentang Melly. Menyuruh semua anak buahnya untuk tidak mencaritahu tentang sosok Mellyta Laveda.
Pengawasannya berakhir.
Mungkin Melly bukanlah jodohnya. Hingga saat ini tiba. Entah Austin harus menyalahkan anak buahnya atau malah berterima kasih karena salah membawa sasaran.
Seharusnya Austin menyuruh anak buahnya untuk menculik istri salah satu anggota mafianya yang sudah berkhianat.
Pria itu tidak memenuhi janjinya ataupun kesepakatan yang sudah mereka buat. Padahal Austin sudah memberikan kepercayaannya.
Austin tidak mau rugi. Pria itu harus menggantinya dua kali lipat. Austin berencana menculik istri pria itu dan menjadi perempuan itu sebagai jaminan jika uangnya akan kembali.
Tetapi anak buahnya salah target. Malah membawa sosok yang sudah sejak lama ingin dilupakan oleh Austin.
Hal itu membuat Austin semakin yakin jika Melly memang jodohnya. Bagaimanapun perempuan itu di takdirkan untuknya.
Senyuman kecil muncul di sudut bibir Austin ketika mengingat perbincangan ketus mereka tadi.
"Apa kau tetap akan marah jika aku menciummu sekarang ?" Ucap Austin diakhiri dengan kekehannya.
*-*-*
"Kalian tidak ada yang mau meminjamkan mobil ini ? Astaga! Kalian semua ini ya" teriak Melly seperti orang gila.
Jika kalian pikir Melly lupa dimana dirinya berada saat ini kalian salah. Melly sangat tau jika saat ini Melly tengah berada di markas Mafia.
Tetapi Melly benar-benar membutuhkan kendaraan untuk pulang. Tempat ini masih sama dengan terakhir kali Melly kemari.
Jaraknya lumayan jauh dari rumahnya dan semua orang disini tidak ada yang memberikan tumpangan ataupun berniat mengantarkannya
Sialan memang!
Tidak mungkin jika Melly harus masuk ke dalam lagi dan mengatakan pada Austin untuk mengantarkannya pulang.
Atau memang itu niat Austin sejak awal.
Melly tidak sudi jika harus kembali ke dalam dan mengatakan hal konyol itu pada Austin
Seharusnya pria itu tau diri jika Austinlah yang membawanya kemari. Jadi seharusnya pria itu juga yang mengantarkannya pulang
Semua orang disini menatapnya dengan pandangan heran mereka. Ya mungkin seharusnya tahanan seperti Melly sudah terbunuh bukannya marah-marah meminta tumpangan.
"Hey para mafia. Ayolah" rengek Melly kesal sendiri.
Dirinya merasa bodoh di sini tetapi juga tidak mungkin jika Melly harus pulang jalan kaki.
"Kau masih saja cerewet ya" ucapan seseorang membuat Melly membalikkan badannya kaget dan menemukan sosok pria yang terlihat familiar di matanya.
Berusaha mengingat-ingatnya. Akhirnya Melly dapat mengenali sosok pria berjas hitam di sampingnya.
"Ini mobilku dan tidak ada yang berani memegangnya" ucap Stev dengan melangkahkan kakinya maju menjajari Melly.
"Bagaimana bisa kau kemari ?. Kau masih memiliki hubungan dengan Austin ? Kurasa tidak" tanya Stev dan pria itu juga tak lupa menjawabnya sendiri.
"Bolehkah aku meminjamnya. Aku harus pulang. Ada pasien yang menungguku. Ini sangat urgent" rengek Melly dan dengusan terdengar dari mulut Stev.
"Kau memang sangat cocok dengan Austin. Aku tidak butuh mobil ini, bawa pergi" ucap Stev dengan menyerahkan sebuah kunci.
Melly tersenyum lebar ketika mendapatkan kunci itu dan segera membuka pintu mobil di depannya ini. Melambaikan tangannya pada Stev sebelum membawanya pergi.
Meninggalkan Stev yang menatapnya dengan tatapan gelinya. Sebelum beralih mendongak ke atas.
Kearah Balkon atas tempat Austin berada. Pria itu hanya menatap Stev dengan senyumannya dan menatap mobil yang dibawa Melly melaju kencang.
"Kau benar-benar gila dengan memberikan pelacak seperti itu, Austin" ucap Stev yang hanya di balas kedikan bahu Austin.
*-*-*
