Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5

"Perayaan kelulusan apa yang dilakukan di rumah begini ?" Ucap Melly ketika mereka memasuki kamar Austin

Melly sedikit takut dengan apa yang akan terjadi. Tetapi hatinya seakan terus mendorongnya untuk mencoba.

Bukankah selama ini Austin bertindak gentleman ? Melly rasa seharusnya Melly memberikan kesempatan untuk Austin untuk dapat di percaya.

Walaupun Melly sendiri tau apa yang disiratkan dari tatapan Austin padanya.

Lagian Melly bukanlah gadis kecil lugu yang tidak tau apapun. Melly bisa menjaga dirinya.

Lagian juga Austin hanya mengatakan jika pria itu hanya akan mengganti pakaiannya sebelum mereka pergi keluar.

"Aku hanya berganti pakaian. Kau bisa duduk dengan tenang di sana" ucap Austin sambil beranjak menuju walk in closet.

Melly hanya menghela napas dan mendudukkan tubuhnya di sofa. Memandang semua perabotan yang terlihat sangat mewah.

Jauh berbeda dengan apa yang dimilikinya. Tetapi Melly merasa bersyukur dengan apa yang dimilikinya.

Setidaknya walaupun rumahnya kecil tetapi tidak terasa dingin seperti ini. Rumah ini memiliki aura yang dingin dan tidak enak di lihat.

Sedangkan rumah Melly walaupun hanya di tinggali sendiri terasa hidup. Terasa hangat dan seperti rumah.

Sedangkan rumah ini tidak

"Kau tinggal sendiri ?" Ucap Melly yang diyakininya masih dapat di dengar oleh Austin.

Benar saja dugaannya karena pria itu akhirnya melongokkan kepalanya dan tersenyum.

"Pengawal dan pelayan adalah temanku" ucap Austin dengan kekehannya sendiri.

Melly sempat tertegun mendengar ucapan Austin yang terlihat santai. Tetapi Melly cukup tau makna yang terkandung dalam ucapan itu.

Austin pernah menceritakan jika kedua orang tuanya memiliki kesibukan masing-masing.

Sedangkan saudara laki-lakinya juga memilih menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Austin pernah mengatakan dengan nada rendah jika Austin seperti anak orang yang tidak memiliki keluarga.

Padahal keluarganya masih lengkap.

"Kau terdengar menyedihkan ketika mengatakannya" ucap Melly berusaha mencairkan suasana.

Austin keluar dari walk in closet dengan mengenakan kaos polos berwarna putihnya.

Pria itu berjalan kearahnya dan mendudukkan tubuhnya di samping Melly.

Melly hanya menatap Austin yang diam dengan menatapnya. Sebelum sebuah senyuman muncul di sudut bibirnya.

"Inilah kehidupanku, Mel" ucap Austin dengan menyandarkan tubuhnya.

Austin menyalakan rokoknya dan Melly hanya diam menatapnya. Untuk pertama kalinya Melly sosok Austin yang berbeda dari biasanya.

"Kau anak mafia ?" Tanya Melly dan Austin terkekeh.

"Yup, apakah menurutmu itu keren ?"

Melly menggelengkan kepalanya sebagai Jawaban. Melly menghela napas pelan menatap Austin sejenak sebelum ikut berbalik menghadap depan.

"Kurasa kau terlihat menyedihkan. Bukannya terlihat keren" ucap Melly dan Austin ikut menganggukkan kepalanya.

Sebuah tangan tiba-tiba memegang tangannya. Melly menatap tangan Austin yang menggenggam tangannya.

"Kau menyukaiku ?" Pertanyaan random itu membuat Melly meneguk ludahnya.

Tidak pernah terpikirkan jika Austin akan mengatakan hal itu.

"Kita teman" ucap Melly pelan dan sebuah dengusan muncul di bibir Austin.

"Aku tau kau tidak senaif itu. Kau tau perasanku" ucap Austin serius.

Melly menarik tangannya dan menggenggam sendiri. Suasana di ruangan ini benar-benar berubah dari sebelumnya.

Melly tidak menyukai keadaan ini ataupun suasana seperti ini. Melly lebih suka dengan Austin yang suka becanda. Bukannya serius seperti ini.

"Ayolah, jangan membuat suasana tidak enak. Ini hari kelulusanmu" ucap Melly dengan berdiri dari tempatnya. Berniat beranjak.

Tetapi tarikan di tangannya membuat Melly terhempas di samping Austin. Begitu dekat dan tidak ada jarak antara kaki mereka.

Bahkan wajah Austin terasa tak berjarak dari wajahnya. Hembusan napas Austin terasa di wajah Melly begitu dekat.

Melly memejamkan mata merasa hal itu. Tidak tau apa penyebabnya dia memejamkan mata tetapi degup jantungnya benar-benar berlomba untuk berdetak lebih cepat.

Kikisan jarak itu semakin terasa dan aroma Austin tercium di hidungnya. Aroma yang selama ini selalu diingatnya atau bahkan selalu mengganggunya karena membuat Melly terus memikirkan Austin.

"Kau tau aku mencintaimu Melly" ucapan Austin sukses membuat Melly membuka matanya.

Belum sempat Melly mengatasi keterkejutannya. Sebuah bibir langsung menyerang bibirnya. Memberikan lumatan yang intens.

Awalnya Melly tidak ingin tenggelam tetapi sebuah tangan tak kasat mata benar-benar menariknya begitu kuat

Tangan Melly yang hendak mendorong Austin menjauh malah terdiam di depan dada Austin. Terdiam tanpa melakukan apapun

Beberapa menit berselang dan Tiba-tiba kilasan tentang Austin yang keluar dari toilet tempo hari membuat Melly tersadar.

Dengan cepat Melly mendorong Austin. Tetapi usahanya tidak membuahkan hasil banyak. Austin masih begitu dekat dengannya.

Deru napas tak beraturan milik Austin masih terasa di wajahnya. Tatapan mata Austin benar-benar menusuknya saat ini juga.

Bibir Austin terlihat mengkilap bercampur dengan air liur mereka yang bertukar. Bibir yang baru saja menciumnya.

"Kenapa kau menciumku ?" Bisik Melly dan Austin sama sekali tidak menarik dirinya, bertahan di posisinya saat ini.

"Kau temanku" bisik Melly lagi dan sebuah smirk terlihat dari Austin.

"Kau terlalu naif, Mel. Tidak ada hubungan teman antara kau dan aku"

Austin bergerak mendekat dan meniupkan napasnya tepat di telinga Melly. Desiran terasa di tubuh Melly saat ini.

Desiran yang ditimbulkan oleh Austin

"Aku bahkan memujamu, Mellyta" bisikan itu terdengar begitu jelas di telinganya

Ketakutan menyergap tubuh Melly saat ini. Perasaan takut tentang masa depan. Melly tidak boleh gagal. Bagaimanapun mimpinya masih jauh.

Mimpinya harus di gapai. Jika Melly benar-benar menyerahkan dirinya saat ini pada Austin mungkin dirinya tidak akan memiliki kesempatan untuk menggapainya.

Mimpinya akan hancur.

"Maaf" bisik Melly yang membuat Austin menarik tubuhnya tapi tak menghilangkan jarak kedekatan mereka.

"Kau menolakku ?" Ucap Austin dan Melly hanya menatap Austin.

"Aku tidak mau" ucap Melly dan Austin tersenyum.

"Tubuhmu memanggilku" ucap Austin dengan suara seraknya.

"Kau pria brengsek. Aku bukan salah satu mainanmu. Aku tak berniat menjadi salah satunya"

Melly mendorong Austin dengan sekuat tenaga. Pria itu benar-benar menatapnya dengan keterkejutan yang kentara

Tiba-tiba Austin menghempaskan tubuhnya di sofa dan menyandarkan tubuhnya. Mendongak ke atas dengan helaan napas beratnya.

"Pergilah" ucapan Austin membuat Melly terkejut dan tidak tau harus melakukan apa.

"Pergilah sebelum aku memperkosamu" ucapan Austin selanjutnya membuat Melly beranjak pergi

Untuk terakhir kalinya Melly menatap Austin yang terlihat mencengkram tangannya erat. Bahkan kuku-kuku jarinya sampai terlihat memutih

Austin benar-benar menutup matanya rapat dan tidak berniat menatapnya untuk terakhir kalinya

Melly menutup pintu dan beranjak menuruni tangga dengan cepat. Hatinya berteriak untuk menjauh.

Melly tau jika dirinya kembali dirinya tidak akan pernah bisa pergi lagi. Walaupun hatinya menolak tetapi ini bukanlah saat yang tepat untuk menyerah pada sosok seperti Austin.

Ketika menuruni tangga dengan pikiran yang kalut. Melly tidak sadar menabrak seseorang yang membuatnya kaget setengah mati.

Sosok pria yang sama persis dengan Austin terlihat berdiri di depannya. Tatapannya terlihat bingung menatap kehadiran Melly.

"Kau siapa ?" Ucap Axton dan Melly tertegun menatap orang di depannya.

"Austin ?" Gumaman Melly benar-benar seperti orang tolol.

Tetapi Axton yang melihat hal itu langsung paham dengan apa yang terjadi. Melly langsung membalikkan badan tanpa menoleh kembali.

Meninggalkan Axton yang menatap punggung Melly yang menjauh pergi. Melewati aula besar itu. Sebuah senyuman muncul di sudut bibir Axton

"Kau yang membuat adikku tergila-gila" gumaman itu hanya dapat di dengar oleh Axton saja.

*-*-*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel