Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Gadis Cilik Berkucir Dua

Abizar mengamati rumah Risa, dua hari ini rumah itu kelihatan sepi. Kemana semua orang? Sang mamah dari hari sabtu pun sudah sibuk wara wiri mengetuk rumah sebelah tapi nihil.

"Kamu kemana Ris?" lirih Abizar.

Abizar pun memilih untuk menstarter motornya. Nanti dia akan membeli bubur ayam kesukaan Risa setelah selesai latihan basket. Abizar sudah memutuskan untuk lebih mengikuti kata hatinya.

Pulang dari latihan, Abizar begitu terkejut mendapati rumah Risa sedang dikerumuni banyak orang. Disana juga terlihat alat berat yang tengah merobohkan rumah Risa.

Abizar langsung berlari dan menuju halaman rumahnya. Terlihat mamahnya tengah menangis di bahu sang papah. Sementara kedua adiknya tengah duduk di teras dengan pandangan kosong. Abizar ikut duduk dan berada di tengah si kembar.

Asyila menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca.

"Mbak Risa pergi Mas. Pergi jauh. Rupanya malam itu Mbak Risa beneran pamitan."

Asyila langsung memeluk sang kakak dan menangis. Abizar sendiri tak bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Nanti yang ngajari kita belajar siapa? Mas Abi kan bentar lagi kuliah." Terdengar suara Athaya yang juga menahan tangisnya.

Abi hanya diam, dia sibuk menatap bangunan di sebelah rumahnya yang kini sudah rata dengan tanah.

"Permisi Pak Fatih," terdengar suara seseorang.

"Iya Pak Gino."

"Ini beberapa barang milik Pak pardi gimana ya?"

"Ya udah taruh di gudang rumah saya saja. Biar kami yang menyimpannya."

"Baik. Nanti saya suruh orang memindahkannya kesana."

"Iya. Terima kasih ya Pak."

"Sama-sama."

"Eh, Pak Gino memang gak dikasih tahu sama Pak Pardi mereka mau pindah kemana?"

"Mereka bilang cuma mau ke Banyumas."

"Gak bilang Banyumas mana gitu Pak?"

"Enggak Pak Fatih."

"Oh, ya sudah kalau begitu."

Abizar hanya mendengarkan saja tanpa berkomentar. Bahkan ketika semua barang dari rumah Risa dipindahkan ke gudang miliknya pun dia hanya diam.

Hari ini keluarga Abizar sangat bersedih karena kepergian Risa dan Eyang Pardi. Bahkan Maira dan Asyila masih sering menangis. Terutama Maira, sebentar-sebentar menangis.

"Mah, udah jangan nangis lagi." Hibur Fatih pada istrinya.

"Risa Pah. Risa pergi. Mamah udah nganggap dia anak kita Pah. Dia anak Mamah, kalau bukan karena dia kita mungkin udah kehilangan Asyila, Pah. Huhuhu."

"Udah Mah, tenang. Ini Papah lagi nyari info mereka pergi kemana? Mamah tenang yah."

"Pokoknya Papah harus nyari tahu mereka kemana Pah."

"Iya, Mamah jangan sedih lagi ya? Kasihan Asyila sama Athaya. Mereka bakalan sedih terus kalau lihat Mamah kayak gini."

"Iya Pah."

"Abi."

"Iya Pah."

"Kamu beli makanan dulu ya, buat makan malam."

"Iya Pah."

Abi segera mengambil kunci motornya. Saat sampai di dekat motor, Abi tertegun melihat bungkusan bubur ayam untuk Risa. Mau tak mau Abizar membuangnya karena sudah basi.

Abi mendesah kemudian menoleh ke sebelah rumah. Tiba-tiba dia seperti kembali ke masa lalu.

Abizar baru pulang sekolah, setelah memarkirkan sepeda, tatapannya teralihkan ke rumah sebelah. Disana terlihat seorang anak kecil mungkin usia sepuluh tahunan sedang bermain ayunan. Rambutnya yang panjang berkucir dua melambai dengan indahnya.

"Lagi Bapak, lagi. Wuuuuuuus ...."

"Mau lebih tinggi Risa."

"Mauu ... hore ... Risa terbang."

"Hahaha."

"Mas, Risa ... makan dulu."

"Iya Ibu."

Sang suami segera menuju kedalam rumah mengikuti sang istri sedangkan sang anak tengah memakai sandalnya hingga tatapannya tertuju pada Abizar. Risa tersenyum manis ke arah Abizar dan mendekat ke arahnya. Mereka dihalangi oleh tembok setinggi satu meter.

"Risa, nama kamu siapa?" sapa Risa ramah jangan lupakan senyum manisnya.

"Abizar panggil Abi."

"Abi? Ayah? Nama yang bagus." Sekali lagi si gadis cilik tersenyum membuat Abizar menatapnya tanpa berkedip.

Kehadiran Risa membuat hari-hari Abizar lebih berwarna. Gadis cantik, lucu dan cerewet serta baik hati. Abizar yang biasanya pendiam lebih banyak ngomong kalau ada Risa. Bahkan Risa seperti menjadi pengekor setia Abi. Dimanapun Abi berada Risa akan mengikutinya.

"Aku mau tanding dulu. Kamu di rumah aja."

"Gak mau, Risa mau ikut?"

"Gak ada anak cewek. Kamu di rumah saja."

"Gak mau, Risa ikut ya Abi?"

"Gak boleh. Udah masuk sana."

"Tapi Risa bosen sendirian?"

"Ada si kembar sama Mbak Erina. Kamu bisa main dulu sama mereka."

Risa merengut, Abizar hanya geleng-geleng kepala melihat wajah menggemaskan Risa.

"Udah masuk sana. Nanti begitu selesai aku langsung pulang. Aku bawain es kelapa muda ya."

"Okelah," jawab Risa dengan muka sendu.

Abi menatap Risa sambil tersenyum, hari ini dia ada pertandingan basket dengan sekolah lain. Dia bisa saja mengajak Risa tapi jiwa melindungi dan posesifnya selalu saja muncul dan menyebabkan dia tidak bisa konsentrasi main kalau ada Risa.

Soalnya hampir semua mata teman dan musuhnya selalu menatap Risa dengan pandangan memuja. Dan Abi benci melihatnya.

Makanya Abi gak mau Risa ikut karena musuhnya kali ini adalah Arjuna. Arjuna dan Abizar hanya sebatas saling mengenal saja, mereka sering di pertemukan dalam berbagai lomba dan selalu Abilah yang menang. Entah mengapa, kali ini Abi juga ingin menang.

Dia tak mau kalah oleh Arjuna apalagi beberapa waktu yang lalu Abi melihat Arjuna menatap Risa dengan tatapan memuja  bahkan asik mengobrol dengan Risa. Dan Abi tidak suka melihatnya. Karena itu, dia mencari banyak alasan agar Risa tidak ikut dengannya.

"Nih."

"Horee, makasih Abi."

"Iya, dimakan gih."

"Oke."

Risa langsung melahap siomay dan es kelapa muda yang dibawa oleh Abi. Abi sendiri mengamati tingkah Risa dengan senyum yang selalu terkembang.

"Abi ... Abi." Abi mengerjapkan matanya.

"Eh ... iya Pah."

"Jangan bengong, cepetan beli makan. Bentar lagi maghrib."

"Iya Pah." Abi langsung menstarter motornya dan melaju membelah jalanan.

*****

Abizar tengah menatap barang-barang milik Risa yang ada di gudang miliknya. Dia tertegun melihat sebuah album foto. Abizar meraihnya, begitu membukanya dia tersenyum apalagi ketika melihat sepasang anak SD yang tengah tersenyum saat membonceng sepeda. Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun duduk di depan sedangkan anak perempuan cantik berusia sepuluh tahun dengan rambut dikucir dua tengah duduk dibelakangnya. Kedua anak itu tersenyum manis dalam foto itu.

Foto itu adalah foto Abizar dan Risa lima tahun yang lalu. Abizar mengelus penuh sayang foto Risa. Di foto ini Risa sangat cantik, kulit putih dengan gigi rata tidak seperti sekarang.  Sekali lagi pikiran Abi menerawang pergi jauh ke masa lima tahun yang lalu.

"Kamu mau kemana?"

"Mau main ke lapangan."

"Hati-hati. Disana lagi ramai banyak orang. Kenapa gak di rumah aja sih."

"Kan lagi acara ramai-ramai disana katanya apa itu hari kasih sayang, ada yang pasang panggung."

"Ck. Mending di rumah belajar."

"Tapi otak butuh istirahat juga. Aku mau istirahat dulu. Mumpung banyak band terkenal yang datang. Temeni yuh Bi."

"Malas."

Risa cemberut, " Dasar kutu buku."

"Biarin."

"Ya udah aku pergi nih."

"Hemmm."

"Ck ... dasar AC."

"AC ganteng."

"Dih, pede."

"Pedelah."

"Terserah."

Risa menyibakkan rambutnya yang dikuncir dua lalu pergi meninggalkan  Abizar. Abi hanya tersenyum melihat tingkah Risa yang menurutnya lucu dan menggaskan.

Hampir satu jam Abi belajar, setelah merasa lelah dia pun keluar dari kamarnya. Suara orang-orang yang tengah bercanda mengganggu indera pendengarannya, Abi pun meluncur ke halaman depan. Tampak Risa tengah berlarian dengan kedua adiknya.

"Gak jadi nonton konser Ris?"

"Gak."

"Kenapa?"

"Acaranya pada bagi-bagi hadiah, ada cokelat, boneka, kue, dan banyak pokoknya. Tapi gak ada yang mau ngasih ke Risa. Sebel."

Abizar tertawa mendengar cerita Risa. Ya iyalah, gak ada yang ngasih ke Risa. Mereka kan pasti saling memberi hadiah buat pasangan mereka.

"Mereka kok gak ngasih ke Risa ya Abi?"

"Mereka ngasihnya kan ke pacar masing-masing."

"Hah? Pacar sih apa Bi?"

"Pacar itu ... pacar itu teman. Iya teman."

"Berarti kalau bukan temannya ya gak bakalan dikasih ya Abi. "

"Iya."

"Owh ... terus kenapa Abi gak ngasih hadiah buat Risa? Kan Abi teman Risa."

"Cuma teman Risa. Bukan pacar."

"Emang apa bedanya pacar sama teman?"

"Bedanya teman ya teman, kalau pacar itu pasti sayang."

Risa merengut lalu mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa?"

"Berarti Abi gak sayang sama Risa buktinya gak mau kasih hadiah buat Risa. Padahal Risa sayang sama Abi. Nih buat Abi."

Setelah menyerahkan hadiah buat Abi, Risa langsung pulang. Abi masih melongo, astaga anak umur 10 tahun ngomong sayang. Emangnya Risa mudeng ya. Abizar saja belum terlalu mudeng soal pacaran dan hari kasih sayang. Apalagi kata sayang. Ckckck.

Mau tak mau Abi membuka hadiah Risa dan ternyata isinya cokelat. Abi tersenyum lalu pergi ke kamarnya. Abi mengambil uang tabungannya untuk membelikan Risa hadiah.

"Mbok Minah, Mbak Erina, Abi pergi dulu ya."

"Iya Mas."

Saat menuju pintu gerbang, dia melihat keponakan Mbok Minah yang bernama Sina datang.

"Mau pergi Mas Abi "

"Iya Mbak, jangan lupa kalau pergi dikunci ya?"

"Ah, Mas Abi ini. Sina tahu kok."

"Tahu tapi seringnya lupa. Jangan lupa dikunci pokoknya Mbak Sina."

"Iya-iya."

Abi menuntun sepedanya keluar kemudian mengunci gerbang rumah. Abi mengayuh sepedanya mencari hadiah yang pas buat Risa. Aha,  Abi membeli tiga pot bunga, ada lily, krisan sama mawar putih. Hem, pasti Risa suka.

Abi sudah membayangkan raut wajah bahagia Risa hingga pemandangan di depan mata membuatnya kaget. Refleks Abi turun dari sepedanya dan segera berlari menghampiri Risa yang  tengah menyangga tubuh Asyila. Astaga.

"Risa ... Asyila …." teriak Abi.

Asyila menangis dan Abi langsung mengangkat tubuhnya.

"Mbak Erina, Mbok Minah, tolong … tolong."

Teriakan Abi dan tangisan dari Asyila yang kencang akhirnya membuat beberapa tetangganya keluar rumah. Erina langsung datang sambil menggendong Athaya. Sedangkan Mbok Minah mengikuti di belakangnya.

"Ya Allah."

"Mbok ambil Asyila."

"Iya, Mas."

"Risa ... Risa kamu gak papa. Risa ...."

Abizar langsung menggapai tubuh Risa yang terjerembab masuk ke selokan. Abizar kaget melihat mulut Risa berdarah.

Refleks Abi membuka kaosnya dan digunakan untuk mengelap mulut Risa.

"A---biiii ... s-sakit."

"Kita ke Dokter ya. Kamu jangan nangis."

"S-sakit ...."

Risa segera dibawa ke rumah sakit oleh Erina dan dibantu warga yang datang. Sedangkan Mbok Minah menunggu di rumah sambil menunggu kehadiran majikannya dan juga keluarga Risa.

Abizar menatap Risa dengan hati yang tersayat. Apalagi melihat keadaan Risa dengan beberapa luka lecet di tubuhnya dan beberapa gigi atasnya copot. Sementara Risa masih sesenggukan dan berada di pelukan sang ibu.

Rupanya, Asyila terlepas dari pengawasan. Saat itu, Mbok Minah sedang sibuk memasak sedangkan Mbak Erina sedang menemani Athaya ke kamar mandi. Mereka mengira gerbang depan rumah terkunci sehingga kurang waspada dengan tingkah Asyila.

Tanpa mereka ketahui Asyila keluar dari pintu gerbang yang terbuka karena kelalaian Sina. Asyila yang masih kecil langsung berjalan ke tengah-tengah gang, tepat saat sebuah motor lewat. Beruntung Risa keluar rumah dan refleks berlari untuk meraih Asyila namun naas si pengendara yang kaget tak bisa mengerem dan menyerempet keduanya sehingga Risa dan Asyila terjatuh.

Risa mencoba melindungi Asyila agar tak menghantam aspal namun naas justru mereka jatuh ke selokan dengan posisi Risa akan tengkurap. Mulut Risa menghantam sisi selokan. Beruntung Asyila tidak kenapa-kenapa. Hanya memar namun selebihnya tak ada luka serius. Berbeda dengan Risa. Papah dan Mamah Abi sudah berniat mengobati Risa, dan membawanya ke dokter gigi. Namun Risa menolak, dia masih trauma.

Sejak itu semuanya berubah, Abi merasa bersalah karena dirinya saat itu tak berada di sana. Sedangkan Risa sejak itu menjadi pribadi yang minder dengan keadaannya.

Dia bahkan menjauhi Abizar begitu mendengar banyak gunjingan dari teman-teman perempuannya yang mengatakan Risa jelek dan tak pantas bermain dengan Abi yang tampan. Sejak itu hubungan mereka menjadi kaku. Abizar berusaha mendekati Risa namun Risa selalu menjauh.

Abi sangat marah dengan sikap Risa namun tak bisa berbuat apa-apa. Untuk meluapkan rasa marahnya kepada semua orang yang menjelek-jelekan kondisi Risa, Abi berubah menjadi pendiam dan cenderung bersikap dingin. Hingga tanpa disadari ia menjadi sosok dingin sedingin AC.

Abizar menutup album foto milik Risa kemudian membawa album itu menuju kamarnya. Dalam hati dia berdoa semoga suatu saat nanti ia akan berjumpa lagi dengan gadis cantik berkucir dua.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel