13. Dokter Baru
Jarum jam menunjukkan pukul satu siang. Aktivitas di Puskesmas sudah mulai lengang. Pasien rawat jalan sudah tak ada. Yang ada para pasien bagian rawat inap. Risa tengah bersiap-siap kembali ke rumah dinasnya.
Risa memutuskan untuk sholat dulu agar sampai di rumah bisa istirahat. Setelah sholat Risa memakai bedaknya lagi dan akan memoleskan lipstik warna nude pada bibirnya.
Risa tertegun kemudian memegang bibirnya. Ingatannya tertuju pada adegan sebulan yang lalu saat Abizar mencium paksa bibirnya. Meski Risa marah tapi mau tak mau Risa menyukainya. Ciuman itu begitu lembut namun juga panas. Dan sungguh mati, Risa rasanya ingin menceburkan diri ke kali Serayu karena sungguh dia mendambakan ciuman itu lagi. Astaga.
Risa menggeleng-gelengkan kepalanya dan segera memoles lipstik dan membenarkan kerudungnya.
"Ingat Risa, kamu sedang berusaha menjadi wanita muslimah sejati. Buang itu pikiran kotor."
Risa mengangguk pada cermin besar dengan sangat optimis bahwa dia akan melupakan kejadian itu.
Risa kembali ke ruangannya untuk mengambil tas dan kunci motor. Saat akan menstarter motornya seseorang memanggil.
"Mau pulang Ris."
Risa menghentikan aksinya dan berusaha tersenyum pada Dokter Bayu.
"Iya Dok." Risa berusaha tersenyum pada Bayu.
"Selalu saja kamu manggil aku Dokter, kenapa gak Mas aja sih?" gerutu Bayu.
"Maaf Dok, itu kurang sopan."
"Hah, sudahlah. Oh iya bulan November ini ada CPNS-an. Puskesmas kita butuh lowongan dokter, perawat dan kesehatan masyarakat. Aku akan daftar disini. Doain aku ya biar keterima jadi Dokter PNS."
"Amin. Semoga sukses Dok."
"Makasih Risa. Oh iya, makan siang yuk?"
"Maaf, saya ada urusan Dok. Mari duluan."
"Oh, iya."
Risa segera berlalu dari hadapan Bayu sedangkan Bayu mendesah. Gagal lagi rupanya.
"Gagal ya Dok."
"Eh Heri."
"Iya nih gagal lagi. Susah banget bikin temen kamu membuka hatinya. Boro-boro membuka hati. Biar ngomongnya gak terlalu formal sama aku pun susah."
"Hehehe. Ya emang Risa orangnya gitu Dok."
"Iya, tapi sama kamu kok enggak ya?"
"Kan kita best friend Dok?"
"Aku pengen jadi kamu rasanya."
"Jangan Dok, kalau Dokter jadi saya, kesempatan Dokter buat jadi suaminya Risa kandas dong?"
"Hahaha. Betul juga ya. Baiklah aku akan mencoba terus."
"Nah semangat dong Dok."
"Iya semangat." Bayu mengepalkan tangannya sebagai tanda dia akan selalu berjuang.
*****
Waktu berjalan seperti biasanya, hari-hari dilalui Risa dengan segala tugas dan kewajibannya. Dia hanya punya waktu libur setiap hari minggu jadi setiap minggu jika tidak ke Banjar dia akan menginap di rumah Fina.
Fina sendiri langsung mengambil spesialis obgyn di UGM sedangkan Zionathan kembali ke Inggris dan tengah mengambil spesialis bedah disana.
"Bu Risa."
Risa menoleh dan mendapati Bu Ginah tengah membawakan ubi rebus untuknya.
"Pagi Bu. Ubi rebus ya?"
"Iya nih, buat Bu Risa."
"Makasih Bu, bisa minta tolong taruh di meja depan saja. Tangan saya kotor."
"Iya Bu."
Risa segera menyelesaikan mencabuti rumput di halaman rumah dinasnya. Begitu selesai dia segera mencuci tangan dan duduk di kursi depan bersama Bu Ginah.
"Rajin amat Bu."
"Alhamdulillah biar suaminya gak brewokan, tapi kalau berjambang tipis sama kumis tipis gak papa."
"Ah, Bu Risa ini ya. Ya udah nanti tuh penghuni rumah sebelah dipepetin aja Bu."
"Jadi beneran sudah laku rumahnya, Bu?"
"Sudah. Yang beli orang Jakarta, katanya dapat kerjaan disini. Ganteng kata Gita adikku, Bu. Masih bujang, Dokter lagi."
"Hah, Dokter?"
"Iya."
"Ooo. Pantas kayaknya rumah sebelah langsung di cat lalu dibuat kayak tempat praktek. Dari kemarin saya penasaran sebenarnya Bu, tapi belum ketemu Bu Ginah. Malah jadi lupa mau nanya."
"Mungkin dinasnya di Puskesmas Sumbang Bu?"
"Ah masa sih? Kok mau Dokter dari Jakarta kerja di Puskesmas Kecamatan? Palingan di Margono atau Banyumas atau rumah sakit swasta, Bu."
"Asalkan udah PNS kan gak papa Bu," sahut Bu Ginah.
"Iya sih."
Risa masih mengamati rumah sebelah. Entah mengapa desain rumah itu mengingatkannya pada sebuah rumah lain. Tapi dimana?
Keesokan harinya Risa memandangi rumah sebelah. Kok ada mobil sih? Apa penghuni barunya sudah datang? Tau ah.
Risa memutuskan segera berangkat ke Puskesmas. Berhubung dia bidan desa dia hanya ke Puskesmas setiap senin dan kamis serta jadwal malam pada hari rabu dan sabtu.
"Risaaaa ...."
Risa tersenyum mendapati rekan-rekannya yang heboh bin rempong terutama si perawat bernama Lisa.
"Seneng amat Bu, kayak habis dilamar aja."
"Amin ... semoga dokter barunya jatuh cinta sama aku. Hihihi."
"Kenapa?"
"Tahu kan CPNS-an kemarin temen kita si Bina sama Santoso keterima sebagai tenaga kesmas sama perawat."
"Alhamdulillah, seneng dengernya." Risa merasa bahagia teman-teman seperjuangannya akhirnya diterima juga. Risa sendiri dulu langsung lolos padahal baru sekali daftar. Mungkin memang rejeki juga.
"Itu dia ... itu dia." Bisik-bisik para perawat dan bidan memenuhi setiap penjuru ruangan. Bahkan para calon bidan dan perawat yang sedang praktek juga ikutan heboh.
"Kenapa sih? Kok pada seneng banget." Risa tampak bingung, orang dokternya cuma Dokter Bayu kok heboh sekali. Bukannya sudah biasa ketemu ya.
"Dokternya ganteng banget, tahu."
"Bukannya Dokter Bayu biasa aja."
Pletak.
"Aw ... sshhh. Sakit Lisa." Risa mengusap-usap dahinya.
"Dokter Bayu gak lolos yang lolos Dokter dari Jakarta. Orangnya lagi di dalam."
"Hah, beneran gak lolos?"
"Huum."
Astaga apa sebegitu cueknya Risa sampai dia gak tahu berita itu ya.
Ceklek.
"Nah, sudah paham kan Dok," terlihat Kepala Puskesmas Sumbang I, Dokter Anwar namanya keluar dari ruangan. Diikuti Bina, Santoso dan sosok lain.
"Paham, Dok." Suara bariton nan tegas keluar dari sosok dokter muda yang memang sangat tampan. Hampir semua wanita terpesona sedangkan Risa melotot tak percaya. Astaga. Kok bisa.
"Nah, semuanya. Perkenalkan ini CPNS yang diterima tahun ini. Kalau Bina dan Santoso sudah pada tahu ya? Kalau ini dokter baru kita namanya Dokter Abizar. Ayo Dok, perkenalkan dirinya."
"Perkenalkan nama saya Abizar, dokter baru disini." Abizar tersenyum tipis kepada semuanya. Lalu tatapannya melirik ke arah Risa yang masih melotot tak percaya. Refleks Risa memegang bibirnya yang sudah tidak perawan. Sedangkan Abizar tersenyum geli, melihat tingkah Risa. Dalam hati Abi berjanji kalau itu baru permulaan Risa, tunggu saja.
*****
"Hai ...." Bisikan di telinga Risa membuatnya terlonjak.
"Kamu!"
"Iya, ini aku."
"Ngapain kamu disini?"
Abizar menaikkan satu alisnya dan itu sungguh membuatnya semakin tampan, begitu yang dipikirkan oleh Risa.
"Kamu lupa ya? Aku dokter baru disini."
"Maksud aku, kenapa kamu daftar disini?"
"Terserah akulah."
"Gak boleh."
"Emangnya kamu siapa? Putri Presiden?"
"Hah? Aku ... aku ...."
Abizar mendekat ke arah Risa membuat Risa otomatis mundur dan menabrak tembok. Kebetulan suasana sepi karena sudah sore. Risa gugup dan refleks menutup bibir dengan kedua tangannya. Abi menatap geli tingkah Risa. Ya ampun polosnya.
"Kamu minta kucium lagi?"
Risa menggeleng, wajahnya pucat sekali. Ingin rasanya Abi tertawa namun dia hanya menampilkan wajah datar dan senyum devilnya.
Abizar mendekat ke arah Risa yang semakin ketakutan. Abizar berbisik di telinga Risa.
"Tapi tidak disini."
Abi berlalu setelah sebelumnya tersenyum devil ke arah Risa. Setelah Abi tak terlihat, Risa merosot dengan posisi jongkok. Astaga, jantungnya terasa mau copot. Bagaimana ini? Setelah lama berjongkok akhirnya Risa mulai tenang dan berdiri.
"Tenang Risa, kamu kan berangkatnya hanya hari senin dan kamis sama tugas malam di hari rabu dan sabtu. Jadi kamu gak akan sering ketemu sama Dokter AC itu." Risa bersuara lirih dan menyemangati diri sendiri.
Akhirnya Risa memutuskan pulang, dia butuh menenangkan diri. Terutama dari pesona si AC yang W.O.W. Astaga.
