Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 14

"Gue emang nggak tau bambang!" umpatku.

Rey menjitak keningku dengan jarinya. "Aduh, sakit tau." Aku mengaduh sekaligus tak terima.

"Kamu bener-bener nggak pinter, kemana kamu waktu pembagian otak dulu?"

"Lagi jalan-jalan sambil nyari tahu sumedang," ketusku.

"Yang dipikirin kamu cuma makanan terus," sinis Rey.

"Biarin, hidup kan butuh makan. Biar kuat menghadap kenyataan. Apalagi sekarang hidup gue dikelilingi makhluk-makhluk menyebalkan sejenis lo itu, jadi butuh banyak asupan makanan."

"Banyak makan tapi nggak gede-gede juga, termasuk itunya." Mata Rey mengarah ke bagian depan tubuhku.

Refleks aku menyilangkan kedua tanganku untuk menutupi bagian yang Rey maksud. Ya meskipun aku lagi pake hoodie yang jelas pasti sangat menutupi, apalagi hoodie-nya kan longgar alias nggak ketat, jadinya nggak bakalan nyatak. Eh, nyetak apaan emang?

Setertutup apapun pakai baju, kalau di sebelah kita ada cowok modelan kayak Rey begini, aku jadi was-was, karena matanya yang lihatin ke arah yang tadi. Dasar mesum emang.

"Ih, dasar mesum!"

"Kamu saja yang pikirannya ke situ."

****

"Key, maafin oma ya, jangan dimasukin ke hati ucapan oma tadi." Tante Mariska, em maksudku bunda sedang mencoba membesarkan hatiku. Kini aku sedang di dapur bersamanya untuk menyiapkan makan malam.

Sebenarnya aku nggak siap jika harus bertemu lagi dengan oma saat makan malam nanti. Tapi mau bagaimana lagi, aku udah jadi menantu di rumah ini. Dari tadi mau pulang ke rumah mama nggak boleh sama Rey, pas mau kabur juga kepergok sama bunda.

Ya sudahlah, nurut aja. Yang penting besok bisa pulang, itu pun harus sama Rey. Ribet amat ya perasaan, padahal rumah mama hadep-hadepan sama rumah ini, mau pulang aja katanya harus sama suami. Cih, suami yang mirip manusia batu.

"Iya, Bun, tenang aja, Key nggak sakit hati," ucapku.

Emang sih aku nggak sakit hati sama ucapan oma tadi, tapi imbasnya oma nggak bakal bisa aku sukai. Bukan aku pendendam, tapi kalau ada orang yang udah berani merendahkanku, maka sulit untuk aku menyukai orang itu.

"Oma itu cuma belum kenal aja sama kamu, makanya sikapnya seperti itu." Bunda menghembuskan nafasnya. "Dulu juga bunda bernasib sama sepertimu, waktu masih baru jadi menantunya."

"Masa sih, Bun?" Aku nggak percaya kalau dulu bunda diperlakukan seperti itu juga sama oma-oma ompong itu.

Eh, dosa nggak ya, ngatain dia? Nyebelin sih, kek cucunya.

"Iya, karena bunda kan bukan berasal dari keluarga yang setara dengannya."

"Maksud bunda?" Aku mengernyitkan dahi. Bingung.

"Ya ... keluarga ayahnya Rey kan orang terpandang, Key, konglomerat gitu lah, sedangkan bunda kan cuma dari keluarga biasa-biasa aja, jadi menurut mereka bunda nggak pantas jadi istrinya ayah."

Bunda menjeda ucapannya.

"Tapi, ayah selalu ngeyakinin bunda, kalau bunda bisa ngambil hatinya oma. Maka dari itu bunda terus-menerus selalu berusaha, sampai akhirnya bunda melahirkan Rey. Karena kelahiran Rey lah sikap oma dan keluarga yang lain jadi baik ke bunda. Kebetulan Rey adalah cucu pertama laki-laki yang sudah lama mereka harapkan."

Aku manggut-manggut mendengar cerita bunda, bingung juga mau ngomong apa. Selain itu, aku juga nggak menyangka, kalau ternyata bunda harus berjuang supaya bisa diterima oleh oma ompong itu.

"Kamu juga harus berusaha, Key." Bunda menyenggol lenganku sembari tersenyum.

"Eh, berusaha?"

Bunda mengangguk. "Iya, berusaha untuk mengambil hatinya oma. Walau bagaimana pun kamu sekarang udah jadi cucu menantunya."

"Ngapain Key harus berusaha, Bun, lagian Key juga nggak berniat supaya oma suka sama Key. Pernikahan Key sama Rey kan bunda yang minta," protesku.

"Tapi kan kamu sudah jadi istrinya Rey, Key. Apapun yang berhubungan dengan Rey, sudah pasti berhubungan dengan kamu juga. Keluarga Rey bukan cuma bunda sama ayah saja."

"Iya, Bun, tapi Key kan terpaksa buat jadi istrinya Rey. Bunda juga kan yang maksa." Aku masih tidak mau menurut.

"Bunda maksa kan karena bunda yakin kalau kamu mampu dan cocok buat jadi istrinya Rey. Bunda juga sangat yakin kalau kamu bisa jadi yang terbaik di hidup Rey."

"Tapi kenapa harus Key, Bun. Kenapa nggak yang lainnya aja, yang kemarin bunda suruh buat jadi pengantin pengganti. Dari keluarga bunda kan banyak yang cantik-cantik tuh, modis lagi, dan yang terpenting dari keluarga kaya, nggak kek Key." Akhirnya aku bisa melontarkan pertanyaan yang sejak kemarin bersarang di benakku.

"Seperti yang tadi bunda bilang, Key, bahwa bunda yakin kamu yang terbaik."

"Kan Bunda nggak tau dalemannya Key," sahutku.

"Key, Key, berapa lama sih kita bertetangga sampai bunda nggak tahu siapa kamu." Bunda menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan. "Sebenarnya bunda sempat berpikir mau jodohin kamu sama Rey lho, tapi belum sempat bunda utarakan ke mama kamu, eh, oma malah mendesak ayah supaya menjodohkan Rey sama Berlin, dan kamu tau sendiri akhirnya kan."

Mataku melebar mendengar ucapan bunda yang katanya berniat menjodohkanku dengan anaknya, si manusia batu itu.

"Dan ternyata, emang kamu yang jadi menantunya bunda. Bunda seneeeng ... banget deh, Key." Bunda mencubit pipiku gemas. "Kalau udah jodoh emang nggak bakal ke mana ya."

"Tapi Key nggak yakin kalau Key jodohnya Rey, Bun," ucapku hati-hati takut menyakiti perasaan perempuan berhijab yang udah baik banget sama aku ini.

"Lho kok kamu ngomong gitu, sih, Key." Bunda tampak murung. Aduh, aku jadi ngerasa bersalah nih.

Aku menggaruk kepalaku yang nggak ada kutunya tapi ada ketombenya, sampai-sampai bikin aku tiba-tiba pengen garuk aja. Ah, nanti kalau Rey tidur, aku berinisiatif mau menyumbangkan ketombeku ke rambutnya Rey aja, biar sama-sama gatal. Eh, tapi emang bisa.

"Abisnya, Rey nyebelin, Bun," aduku.

"Kamu jangan suka fitnah ya." Entah dari mana datangnya makhluk nyebelin yang lagi diomongin ini, bisa tiba-tiba dateng. Padahal nggak ada yang ngundang. Udah cocok jadi saudaranya jaelangkung emang.

"Ye, emang bener kok, kenyataannya juga gitu." Aku memcebik. "Bun masa tadi malem aku disuruh tidur di sofa kamar hotel coba, beneran nggak ada akhlak kan anak Bunda itu," aduku. Setelah ini aku yakin Rey pasti bakalan dimarahin.

"Apa? Tidur di sofa? Bener itu Rey?" tanya bunda.

"Enggak, Bun, bohong dia." Ye ... pake ngelak segala ni manusia batu.

"Ya ampun, Bun, masa sih Key bohong, Key ngomong apa adanya kok Bun." Aku menampakkan wajah semelas mungkin ke arah bunda.

"Rey ... kamu itu, kenapa harus bersikap seperti itu, Key itu sekarang istri kamu, tanggung jawab kamu. Bunda nggak pernah ngajarin ya, kalau kamu kayak gitu, kasihan Key." Bunda berbicara sambil menjewer telinga kiri Rey. Dan Rey pun mengaduh kesakitan. Haha ... kasihan deh lu bambang!

"E-eh, apa yang kamu lakukan sama cucuku Mariska?"

"..."

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel