Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8. Marchel di Interogasi Bram

Marchel menghadap Bram di ruang kerjanya. Dia sudah mempersiapkan diri untuk menerima segala resiko, dan sangat merasa bersalah karena sudah berhianat terhadap amanat yang diberikan Bram padanya. Meskipun sebenarnya apa yang terlihat tidak seperti kejadian yang sesungguhnya.

Dalam ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlement, Marchel tetap bersikap tenang. Dia tahu kalau dalam posisi yang salah dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenal attitude Marchel yang merupakan orang kepercayaannya. 

"Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini!!?" Tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini. Saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya." Bram melanjutkan pembicaraan

"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya dan pasrah menerima keputusan apa pun dari Om Bram. 

"Kamu tahu apa kesalahan kamu marchel!!?" Tanya Bram dengan intonasi tinggi

"Tahu pak, saya sudah melanggar komitmen saya sama bapak," Jawab Marchel. "Saya tidak bisa menjaga amanah bapak, saya tergoda dengan Asha pak karena dia cantik, dia masih muda. Dia begitu tegar menghadapi hidup." lanjut Marchel

"Kamu jatuh hati sama Asha ya? Akui dengan jujur!!" hardik Bram dengan sedkit marah

Marchel tidak bisa menjawab langsung pertanyaan Bram. Dia hanya diam dan takut untuk mengatakan apa yang ada di hatinya. 

"Sangat wajar Marchel kalau anak muda yang masih lajang jatuh hati sama Asha," Ucap Bram. "Saya yang sudah tua begini saja bisa jatuh hati pada dia. Kamu tidak salah, saya sangat maklum, saya hargai kamu masih bisa menjaga batas sama Asha." Lanjut Bram

"Memang pada awalnya saya kasihan sama Asha pak, dia masih terlalu muda untuk punya anak."

Bram lama terdiam, begitu juga Marchel. Marchel sangat takut kalau apa yang dikatakannya menyinggung perasaan Bram. Tapi dia merasa sudah berusaha untuk mengatakan apa yang ada di hatinya. 

"Itu kesalahan saya Marchel, saya yang membuat dia seperti itu. Tadinya saya pikir dia seperti ABG pada umumnya yang sudah siap dengan kontrasepsi." Jelas Bram

Bram lalu bercerita panjang lebar tentang awal perkenalannya dengan Asha pada Marchel. Bagaimana dia tidak bisa melepaskan Asha begitu saja, karena Asha memiliki daya tarik yang berbeda dengan remaja seusianya pada umumnya. Baginya Asha tidak pernah menuntut macam-macam padanya. 

Tidak pernah menuntut minta di belikan barang-barang branded, meskipun dia tahu kalau Bram sangat royal. Asha sangat bisa menjaga hubungan agar tidak di ketahui keluarga Bram. Dia bisa bersikap biasa saja saat di curigai isteri Bram sebagai selingkuhan, sehingga dia tidak di curigai oleh keluarga Bram. 

"Kamu sayang sama Asha? Kamu sayang gak sama Brama?" Tanya Bram

"Mereka orang yang bapak sayangi, sudah sewajarnya saya pun menyayangi mereka," jawab Marchel

"Apa cuma karena itu kamu sayang sama mereka?" Tanya Bram semakin menyelidik. 

Marchel jadi serba salah menghadapi Bram, dia seperti menghadapi sebuah proses interogasi yang diluar dugaannya. 

"Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?" Marchel balik bertanya pada Bram

"Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar, kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi.. ada satu hal yang tidak saya inginkan," Bram diam sejenak sebelum meneruskan ucapannya

"Apa itu pak? apakah saya sudah melanggarnya?" Marchel tambah penasaran dengan ucapan Bram

"Saya tidak ingin kamu mencintai Asha setengah hati, karena dengan mencintai Asha itu berarti kamu juga menyayangi Brama." Pungkas Bram

Marchel kembali terdiam, dia belum berani melanjutkan pembicaraan sebelum dia memastikan hatinya bisa tulus untuk semua keinginan Bram. Dia juga harus berpikir bagaimana menjelaskan kepada kedua orang tuanya kalau seandainya dia benar-benar menginginkan Asha. 

"Pak boleh berikan saya waktu untuk memikirkan semua ini? Supaya ketika saya memutuskan untuk menerima Asha tidak ada lagi keraguan." pinta Marchel

"Yaudah, silahkan kamu temui Asha dan Brama, lakukanlah penjajakan dengan Asha." Bram mengakhiri pembicaraan dengan Marchel

Marchel meninggalkan ruangan Bram, dia langsung menuju ke apartemen Asha untuk melaksanakan tugas yang di amanahkan Bram kepadanya. Satu sisi Marchel senang karena mendapat sinyal yang bagus dari Bram, tapi di sisi lain dia harus mampu menjelaskan persoalan ini kepadanya kedua orang tuanya. 

Dalam perjalanan menuju ke apartemen Asha, pikirannya berkecamuk. Dia menganggap apa yang di inginkan Bram bukanlah sesuatu yang main-main. Dia harus bisa konsisten dengan ucapannya. Memang jalan untuk mendapatkan Asha sudah terbuka, tapi masih banyak rintangan yang harus di hadapinya.

Marchel sangat percaya kalau Asha adalah wanita yang bisa di percaya dan patut untuk menjadi isterinya. Namun, kedua orang tuanya yang berpikir sangat materialistik, pastinya akan sulit menerima Asha. Apalagi Asha sudah punya anak. Marchel berpikir keras seperti apa dia harus menjelaskan pada kedua orang tuanya, tentang asal-usul Asha.

Orang tua Marchel masih berpikir tentang Bebet, Bibit, dan Bobot, sementara Asha bukanlah dari kalangan berpunya. Itulah kendala terberat yang akan di hadapi Marchel yang harus bisa diatasinya.

Marchel harus mempunyai alasan yang tepat kepadanya orang tuanya untuk menikahi Asha, mengingat Asha sudah punya anak dan tidak gadis lagi. Apakah kedua orang tuanya bisa menerima kondisi Asha. Itulah pikiran yang berkecamuk dibenak Marchel dalam perjalanan menuju apartemen Asha. 

Marchel membayangkan ketika dia menjadi sosok ayah dari Brama, memiliki isteri yang cantik dan muda seperti Asha. Dunia ini begitu Indah baginya, dia bisa bercengkrama dengan Brama tanpa lagi merasa hanya sebagai bodyguard ibunya. Marchel membayangkan seperti apa ketika dia mengungkapkan perasaannya pada Asha. 

Hati Marchel berbunga-bunga membayangkan semua itu, sehingga sambil menyetir mobil dia senyum-senyum sendiri. Mobil Marchel sampai dia apartemen Asha. Dia langsung menuju parkir

basement tower D. Marchel bergegas menuju lift, hatinya begitu senang ingin buru-buru ketemu Asha dan Brama. 

Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari marchel seperti tidak biasanya. 

"Tumben kamu mas peluk aku, ada apa nih?" Tanya Asha penasaran

"Aku senang Asha, om Bram gak marah sama aku," Jawab Marchel

"Serius kamu mas? kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu,"

"Brama mana? Aku mau gendong dia Sha," ujar Marchel sambil celingak-celinguk mencari Brama

"Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?"

"Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha. 

"Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil menggoda Marchel. 

Marchel dan Asha terlihat begitu hangat, tidak ada lagi kecanggungan diantara keduanya. Asha pun terlihat begitu nyaman memeluk Marchel, sehingga membuat keduanya terlihat sangat mesra.

Bersambung..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel