7. Tertangkap Basah
Kedatangan Bram di luar dugaan Asha dan Marchel, padahal sebelumnya Bram mengaku berangkat ke Amerika. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri.
"Marchel, Asha.. tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan." Ucap Bram
Asha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf. Sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah.
"Om.. maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya," dengan memelas Asha meminta maaf.
"Sudahlah Asha nanti saja kamu jelaskan." bujuk Bram. "Marchel.. kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor!!"
"Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit." Marchel langsung keluar meninggalkan Asha dan Bram.
Asha menutup pintu apartemen. Dia kembali memeluk Bram dengan perasaan penuh bersalah. Bram berusaha menenangkan Asha, karena dia kuatir kalau pikirannya terganggu akan mempengaruhi ASI bagi Brama.
"Udah sayang.. om sangat mengerti semua ini." Bram menenangkan Asha. "Coba ambil Brama kalau dia bangun, kalau masih tidur jangan." Asha bergegas ke kamar Brama, dia sangat senang dengan pengertian Bram.
Asha membawa Brama keluar menemui ayahnya. Brama sepertinya baru bangun tidur. Sementara Narti beres-beres kamar Brama.
"Brama.. itu ayah kamu," Bram langsung ambil Brama dari gendongan Asha, mata Brama jelalatan melihat ayah nya.
"Wuih.. sehat sekali ya anak ayah, susu ibunya cocok ya." Canda Bram. Mendengar itu Asha cuma tersenyum.
Bram terus menimang Brama dengan penuh kebahagiaan, dia menggoda Brama dengan berbagai candaan. Brama meresponnya dengan ketawa, sehingga membuat Bram betah menggendong Brama.
"Om gak jadi ke Amerika Sha.. om cuma ingin menguji Marchel, karena anak itu dalam semua ujian sudah berhasil, makanya om sangat percaya dia," Ucap Bram sambil menggendong Brama.
"Om pantas percaya sama mas Marchel, dia orang yang layak dipercaya. Tidak mudah tergoda dengan apapun," Balas Asha meyakinkan Om Bram
"Oo ya? Ujian apa yang sudah kamu coba ke dia? Sehingga dia layak dipercaya?" Selidik Bram.
"Ya banyak Om, dan dia sangat setia dengan amanat om. Dia peluk aku karena aku yang minta. Aku mau tahu apakah dia laki-laki yang nakal?"
"Terus gimana reaksi dia? Apakah dia cari kesempatan?" Tanya Bram penasaran
"Gak sama sekali om, yang aku rasakan dia sayang bukan nafsu," Jawab Asha
"Terus, kalau dia dengan nafsu kamu mau dong?" Canda Om Bram lagi.
"Aku mau minta peluk dia karena aku yakin dia tidak nafsu sama aku, karena aku isteri bosnya,"
"Haha hahahaha.. Marchel, bodoh sekali anak itu tidak mau memanfaatkan kesempatan," Bram terbahak-bahak mendengar penjelasan Asha.
"Lho kok bodoh om? Itukan tandanya dia sangat takut dan memghargai om, dia baik sekali kok,"
"Yaudah, om mau istirahat di kamar, nih Brama kamu susuin dulu ya,"
Bram langsung menuju ke kamar Asha. Asha membawa Brama ke kamarnya. Asha menidurkan Brama sambil menyusuinya. Narti menyiapkan semua kebutuhan Brama untuk mandi. Setelah Brama selesai di susui, Asha meminta Narti memandikan Brama dan Asha menani Bram di kamar.
Pikiran Asha berkecamuk diantara dua pilihan yang keduanya sama-sama dia butuhkan. Namun, hatinya tak mampu untuk memilih. Masih dengan perasaan takut di dekatinya Bram di kamar. Asha tak mampu lagi menebak seperti apa hati Bram terhadapnya.
"Om capek ya? mau gak aku pijitin?"Asha berusaha memgambil hati Bram.
"Gak usah sayang, om gak capek kok, udah kamu tiduran aja temanin om,"
"Om gak marah sama aku kan?" Tanya Asha penasaran.
"Marah kenapa? untuk apa om harus marah pada ibu dari anak om, kamu sudah capek sayang ngurusin Brama sendirian." Jawab Bram dengan penuh pengertian
Asha memeluk Bram dan menciumnya dengan penuh kemesraan. Bram juga membalasnya dengan penuh kasih sayang. Asha sudah tahu apa yang harus di lakukannya. Dia menanggalkan bajunya. Asha hanya mengenakan underwear, Bram pun menanggalkan seluruh pakaiannya.
Asha mematikan seluruh lampu kamar, dan Asha memulai serangan terhadap Bram. Mereka berpagut mesra dalam gumulan asmara. Bram melakukan fore play dengan membelai bagian sensitif Asha, Asha menggelinjang tak tertahankan. Bram semakin bergairah, Asha meminta Om Bram untuk terlentang, dan Asha ingin memberikan servis dengan lebih namun Bram mencegahnya.
"Jangan Asha!! Kamu gak perlu lakukan itu, om gak mau kamu lakukan itu!!" cegah Bram
"Kenapa om, aku kan mau memberikan sesuatu yang tidak biasa, biar om puas." kilah Asha
Akhirnya Asha mengambil posisi woman on top. Dengan posisi ini Bram bisa hemat tenaga dan Asha yang bekerja keras. Asha mengendalikan permainan, dia berusaha untuk memuasakan Bram. Bram terlihat sangat menikmati apa yang dilakukan Asha, sehingga tidak lama setelah itu Bram pun mealakukan pelepasan. Asha berpura-pura sudah mencapai garis finish. Dengan cara itu dia bisa membuat Bram puas, meskipun dia sendiri sebetulnya tidak terpuaskan.
Bram tertidur pulas dan Asha langsung mandi. Asha merasa sudah melaksanakan tugasnya. Dia sangat senang, karena Bram tidak marah padanya. Selesai mandi, Asha kembali ke kamar Brama untuk melihat Brama. Asha bercengkrama dengan Brama, Narti memperhatikan sikap Asha yang begitu penuh kasih sayang pada anaknya.
"Narti, cepat atau lambat kamu akan tahu siapa om Bram, om Bram adalah ayahnya Brama. Aku mohon kamu bisa menjaga rahasia ini," Asha minta Narti jaga rahasia.
"Ya mbak, In Shaa Allah saya akan jaga rahasia, saya senang kerja sama mbak,"
"Terima kasih Narti." Asha bercerita banyak hal tentang Bram pada Narti, dan Narti dengan sangat antusias mendengar cerita Asha. Tiba-tiba Bram ke luar dari kamar Asha dengan terburu-buru, dia mendatangi Asha di kamar Brama dan mencium Brama.
"Asha.. om harus segera pulang, tante mendadak sakit," Ucap Bram dengan tergesa-gesa
"Ya om.. terima kasih ya om." Asha memeluk Bram dan menciumnya. Asha mengantar Bram sampai kebpintu.
Setelah Bram pulang, Asha merasa bersyukur Bram tidak marah melihat dia berpelukan dengan Marchel. Dia merasa ketangkap basah oleh Bram. Marchel benar, harus bisa mengendalikan diri agar tidak kebablasan. Asha kasihan sama Marchel, dia belum tahu gimana besok Marchel menghadapi Bram.
Asha berpikir apa yang di lakukannya dengan Marchel masih dalam batas yang wajar, karena tidak melakukan sesuatu yang sudah melampaui batas. Marchel pun melakukannya dengan penuh kasih sayang bukan dengan nafsu. Bram sangat memaklumi apa yang di lakukan Asha dan Marchel.
Marchel sendiri sudah tahu jawabannya, apa yang akan menjadi pertanyaan Bram. Dia sudah siap untuk berterus terang pada Bram dan mengatakan apa yang ada di hatinya. Sedikit pun dia tidak merasa kuatir dengan kemarahan Bram, karena dia sudah sangat mengenal watak Bram.
Bersambung..
