6. Salah Menilai
Marchel menurunkan tangannya dari dada Asha. Asha memegang tangan Marchel, namun Marchel segera melepaskannya. Marchel teringat pesan Bram agar dia bisa menjaga jarak dengan Asha. Nalurinya sebagai lelaki merasa risih melihat dada Asha yang terbuka, maka dia berkewajiban untuk mengancing blus Asha.
Asha sendiri merasa sengaja memperlihatkan pada Marchel, untuk melihat karakter Marchel yang sebenarnya, ternyata dia salah prasangka. Dia merasa perlu minta maaf pada Marchel,
"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu," ucap Asha. Marchel mengernyitkan dahinya, ""Salah menilai kenapa Asha?" Marchel bertanya dengan polosnya
Keduanya saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannya. Pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasa ada wanita yang memiliki daya pesona yang memang sesuai dengan selera nya. Dia sadar betul kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.
Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha merasakan perubahan sikap dari Marchel, padahal dia berharap Marchel bisa memahami perasaannya. Bagi Asha, Marchel adalah laki-laki idamannya, namun dia sadar kalau itu tidak mungkin, karena Marchel sudah tahu siapa Asha yang sebenarnya.
"Kita pesan makanan online aja ya, kamu mau pesan apa Sha? sekalian buat Narti juga kan?" Tanya Marchel
"Aku pesan makanan Indonesia aja mas, jangan yang junk food deh," Jawab Asha
"Okey.. eh kamu belum jawab pertanyaan aku tadi." Marchel kembali bertanya
Mereka kembali duduk di ruang tamu. Asha masih diam tidak merespon pertanyaan Marchel. Dia merasa kikuk menghadapi Marchel yang sikapnya datar-datar aja.
"Kenapa mas tiba-tiba berubah drastis banget? Yang tadinya begitu hangat, kok sekarang jadi dingin gitu?" Asha malah berbalik bertanya.
"Asha.. suatu saat aku akan ceritakan jangan sekarang ya. Yang penting hati aku sama kamu gak berubah."
Asha begitu kaget mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Marchel, hatinya berbunga-bunga namun reaksi itu tidak dia perlihatkan pada Marchel. Asha tidak berusaha untuk mempertanyakan apa maksud dari ucapan Marchel tersebut, sementara Marchel sangat berharap Asha meminta penjelasan dari ucapannya.
Terdengar tangisan Brama dari kamar, Narti bawa Brama keluar dan memberikannya pada Asha.
"Brama haus sepertinya mbak, memang udah waktunya menyusu," ujar Narti sambil memberikan Brama pada Asha
"Sini Narti, kamu siapin piring-piring buat kita makan ya." pesan Asha
Tanpa sunkan-sunkan Asha sengaja menyusui Brama di depan Marchel. Belahan dadanya terlihat oleh Marchel. Marchel sudah tahu kalau Asha sengaja menggodanya. Sebagai laki-laki lajang dan normal, Marchel bersikap biasa-biasa saja. Dia tidak ingin memperlihatkan kalau dia begitu tergoda dengan kemolekan tubuh Asha.
"Maaf ya mas, aku sudah anggap mas sebagai bagian dari hidupku." Ucap Asha tiba-tiba.
Kali ini Marchel yang hatinya berbunga-bunga, dia merasa sinyal yang dia berikan lewat ucapannya tadi bisa di fahami oleh Asha. Asha pandangannnya tertuju pada Brama, sementara Marchel memanfaatkan situasi itu untuk menatap dada Asha yang begitu menggodanya.
"Apa sih yang ada dihati mas melihat aku dan Brama?" Tanya Asha menyentak pandangan Marchel
Marchel kaget dengan pertanyaan Asha, dan dia merasa belum mampu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Marchel hanya terdiam, ada perasaan iba terlintas di benaknya melihat Asha dan Brama. Dia berpikir kalau Asha sebetulnya sudah cukup beruntung menjadi simpanan Bram.
"Mas pikir aku menikmati ya hidup seperti ini? Kalau aku punya pilihan, aku gak mau mas. Om Bram sangat baik, aku takut gara-gara aku rumah tangga om Bram jadi berantakan."
Pesanan mereka sudah sampai di lobby, Marchel segera turun untuk mengambilnya. Dalam perjalanan turun, Marchel terus memikirkan ucapan Asha, dan memikirkan keadaan Asha. Namun dia belum menemukan solusi untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Asha.
Ada keinginannya berterus terang pada Asha tentang apa yang dirasakannya, namun sekarang bukan waktu yang tepat, dan juga dia belum terlalu mengenal Asha lebih jauh. Marchel juga harus memikirkan bagaima sikap orang tuanya jika mereka tahu kalau Asha bukanlah gadis lagi.
***
Mereka sudah selesai makan siang, dan makannya pun sudah lewat waktunya. Asha menggendong Brama, sementara Narti beres-beres meja makan.
"Asha, aku minta kamu jangan ada pikiran yang engak-enggak ya sama aku, gak ada yang berubah Asha," Pinta Marchel
"Ya mas.. aku cuma gak suka mas jaga jarak sama aku,"
"Asha, mas ini laki-laki normal, mas takut terlalu dekat sama kamu jadi kebablasan ntarnya,"
"Lho!! Salahnya di mana mas? wajar toh kalau mas sama aku terjadi sesuatu, kita masih sama-sama muda?"
"Ya gak wajarlah, kamu kan miliknya pak Bram atasan aku, bisa durhaka dong aku." Balas Marchel dengan bercanda.
Keduanya kembali terdiam, Asha mulai mengagumi sikap Marchel yang sangat menjaga kepercayaan Bram, tidak ingin menghianati Bram.
"Mas merasa gak pantas ya mencintai aku? Karena aku bukan perempuan baik-baik?" selidik Asha
"Kamu gak boleh bicara gitu Asha, suatu saat kamu akan dapat jawabannya dari semua masalah ini. Yang jelas kita ini baru kenal beberapa hari, kamu belum tahu seperti apa keburukan aku."
Marchel sedang sibuk dengan ponselnya untuk berkoordinasi dengan stafnya di kantor, karena Bram sedang tidak berada di Indonesia. Kadang-kadang terlihat kalau Marchel sedang telepon dengan stafnya. Setelah itu Marchel kembali memelototi ponselnya menjawab pesan masuk di ponselnya.
"Mas sibuk sama pekerjaan di kantor ya?" Tanya Asha penasaran.
"Gak sih, ini cuma koordinasi pekerjaan rutin aja kok." Jawab Marchel sambil tangannya terus simbuk membalas pesan masuk.
Keduanya kembali terdiam, Asha masih menggendong Brama yang sudah tertidur. Asha mengantar Brama ke kamarnya dengan di temani Narti. Marchel mengamati semua gerak-gerik Asha, dia kasihan sama Asha yang seharusnya pada umurnya saat ini masih menikmati segala keindahan pergaulan sesama teman seusianya. Namun, Asha sudah di sibukkan untuk mengasuh seorang anak.
Dimata Marchel, Asha menjadi dewasa sebelum waktunya. Dia sangat mengagumi cara Asha merawat cintanya terhadap Brama. Anak bayi yang tidak berdosa yang lahir atas dasar dosa ibunya. Meskipun dia baru mengenal Asha, tapi dia yakin Asha adalah gadis yang baik.
Asha keluar dari kamar Brama, dia kembali mendekati Marchel dan bermanja-manja dengan Marchel. Reaksi Marchel tetap dingin dan sewajarnya.
"Mas.. peluk aku dong? Pengen banget merasakan kasih sayang laki-laki yang mencintai aku."
Marchel memenuhi permintaan Asha, di peluknya Asha dengan penuh kasih sayang. Namun sebaliknya reaksi Asha memperlihatkan gairahnya.
"Asha, mas ingin kita tetap bisa menjaga batas ya, tapi kamu jangan salah sangka sama aku, aku akan lakukan itu suatu saat kalau kamu sudah halal bagi aku,"
"Kapan itu waktunya mas?" Tanya Asha penuh penasaran.
Marchel masih memeluk Asha dan satu tangannya membelai rambutnya Asha yang begitu indah dan harum.
"Tunggulah dengan sabar, saat Tuhan meridhoi hungungan kita dan pak Bram tidak keberatan melepaskan kamu sama aku."
Tiba-tiba pintu apartemen ada yang buka dari luar, Asha dan Marchel langsung menoleh serentak kearah pintu, mereka kaget melihat siapa yang berada di depan pintu,
Bersambung..
