5. Asha Pindah
Marchel menjemput Asha dan Brama di rumah Bibinya, namun kali ini Marchel agak dingin menghadapi Asha. Perubahan sikap Marchel itu membuat Asha merasa aneh, karena awalnya Marchel sangat pecicilan terhadap Asha. Asha yang selama ini tinggal dengan Bibinya pamit untuk pindah. Asha mengaku sama Bibinya kalau Marchel adalah calon suaminya yang punya apartemen.
"Bi.. kenalkan ini Marchel calon suami Asha." Mendengar pengakuan Asha tersebut Marchel agak kaget, namun kekagetan itu tidak ia perlihatkan.
"Oo ini orang yang kamu ceritakan kemarin Asha, Bibi titip Asha ya dia ini anak yatim piatu. Orang tuanya sudah gak ada." Cerita bibi Asha pada Marchel.
"Ya Bi, saya akan jaga Asha dan Brama, nanti kami juga akan sering main kesini, Bibi gak usah kuatir."
Lalu mereka pun pamit meninggalkan Bibi Asha. Tidak banyak barang yang di bawa Asha, karena seluruh kebutuhan Asha dan Brama sudah di sediakan Bram. Marchel membawa barang-barang Asha, Asha menggendong Brama. Mereka seperti sebuah keluarga kecil yang sedang menyonsong masa depan.
Marchel tidak banyak bicara, sikap itu membuat Asha menjadi agak kikuk. Asha mencoba membuka pembicaraan,
"Mas.. pesan aku buat Om Bram sudah disampaikan belum?" Tanya Asha sedikit ragu.
"Kalau belum di sampaikan gak mungkin dong kita ada dalam satu mobil sekarang ini," jawab Marchel sedikit dingin.
"Maksud aku, soal aku minta Om Bram ke apartemen hari ini?" Tanya Asha
"Om Bram gak bisa, hari ini dia mau berangkat ke Amerika lihat anaknya di sana, makanya semua urusan kamu aku yang handle, kamu tinggal bilang sama aku," jawab Marchel
"Lama ya di Amerika nya? mas Marchel kok berubah jadi dingin gitu sih sama aku? Tanya Asha heran.
"Gak apa-apa, cuacanya memang lagi dingin kok," dalih Marchel
"Iiihh.. mas jangan becanda dong, aku serius nih, ntar aku ngambek gak mau bicara sama mas gimana?"
"Ya gak papa sih, terus yang urus kebutuhan kamu siapa?" Jawab Marchel dengan cueknya.
Marchel di pesan sama Bram agar bisa menjaga jarak dengan Asha, meskipun sebetulnya Bram sudah ingin melepaskan Asha perlahan-lahan. Meskipun berat menerima permintaan Bram, namun Marchel tetap berusaha untuk memenuhinya. Satu sisi dia sangat menyukai Asha, namun disisi lain, Asha adalah wanita simpanan bosnya.
Asha hanya terdiam mendengar jawaban Marchel, dia benar-benar gak menduga kalau Marchel berubah secepat itu. Asha mengambil air mineral yang ada di dekatnya, dia mencoba mengambil hati Marchel. Fia buka tutup botolnya lalu tangan kanannya menyodorkan air mineral tersebut kemulut Marchel, sementara tangan kiri nya tetap memeluk Brama.
"Tumben kamu perhatian sama aku?" Tanya Marchel menyelidik.
"Ya biar gimana pun mas Marchel bos aku sekarang ini, kalau aku gak perhatian yang urus aku sama Brama siapa dong?"
"Salah kamu, justeru kamu itu bos aku karena aku pesuruh suami kamu, betul kan? aku cuma herder yang di suruh jaga kamu," canda Marchel
"Mas gak marahkan aku bilang calon suami aku sama Bibi tadi?"
"Mau marah gimana sudah terjadi, lagian aku juga suka kok, semoga aja omongan kamu itu adalah doa," Marchel sudah mulai menggoda Asha.
"Mas serius gak keberatan? alhamdulillah.. om Bram gak salah pilih bodyguard buat aku.. hufff!!" Asha kelepasan ngomong Marchel bodyguard.
"Tuh kan... benar yang aku bilang, aku cuma bodyguard kamu?"
"Maaf ya mas, aku gak bermaksud memosisikan mas gitu kok, suatu saat kita akan bicara serius tentang ini,"
"Maksudnya?" Tanya Marchel penasaran terhadap apa yang dibicarakan Asha barusan.
"Udah dulu ya ngobrolnya, ntar kita sambung lagi di apartemen, kita udah nyampe."
Mobil memasuki kawasan apartemen, Marchel mengarahkan mobil kearah lobby apartemen.
"Kamu turun di lobby aja sama Brama, nanti tunggu aku di lobby ya, aku parkir di basement dulu,"
"Okey bos.." canda Asha sambil turun, Marchel membalasnya dengan senyum.
Asha gendong Brama ke arah lobby untuk menunggu Marchel. Brama mulai agak rewel dan Asha pun meresponnya untuk menyusui Brama di sudut lobby. Dia memilih sebuah sudut lobby yang agak sepi. Dia membuka baju blusnya dan mulai menyusui Brama. Tidak lama setelah itu Marchel muncul di lobby sambil menuju ke arah Asha. Marchel gak tahu kalau Asha sedang menyusui Brama, karena posisinya membelakangi Marchel.
Marchel mendekat, dia tidak sengaja melihat dada Asha, dia buru-buru menghindar.
"Maaf ya Sha, aku gak tahu kalau kamu lagi menyusui Brama," Ucap Marchel
"Gak papa mas, biasa aja kali... yuk deh kita naik, ntar disambung di atas aja nyusuin Brama." Asha buru-buru mengancing blusnya.
Mereka menuju ke lift dan pas lift terbuka, mereka langsung naik. Marchel tempelkan assessment card-nya ke sensor lift dan memencet angka 7.
"Tadi mas liatnya dikit atau banyak?" Tanya Asha
"Liat apaan?" Marchel balik bertanya
"Ya liat dada akulah, jadi malu aku mas... "
Marchel cuma menjawabnya dengan tersenyum malu. Mereka sudah sampai di lantai 7 dan buru-buru keluat lift. Marchel mengikuti dari belakang.
Mereka menuju ke pintu 707, Marchel pencet bell, gak lama kemudian Narti membukakan pintu.
Marchel meletakkan barang-barang Asha ke kamar Asha, setelah itu dia menunggu di ruang tamu. Narti masuk ke kamar Brama menyusul Asha. Asha kembali menyusui Brama, sementara Marchel di ruang tamu menelepon Bram.
"Siang pak, Asha dan Brama sudah di apartemen, terus saya perlu kekantor gak pak?"
Terdengar di telpon Bram memberikan pengarahan pada Marchel, dan Marchel mendengarnya dengan serius. Gak lama setelah itu, Marchel menutup telponnya. Asha keluar dari kamar Brama, dia tidak sadar kalau blusnya belum di kancing, dia mendekat pada Marchel di ruang tamu. Melihat itu Marchel mendekat pada Asha, dia kancingi baju Asha yang terbuka.
"Maaf ya Asha," Marchel menghampiri Asha dan kancingi baju Asha.
Asha sempat kaget ketika tangan Marchel mengarah ke dadanya, dia tidak menyangka kalau Marchel mau mengancingi blusnya yang lupa dia kancingi sehabis menyusui Brama. Mereka berdua saling tatap, Marchel berusaha menghindari tatapan Asha. Marchel menurunkan tangannya dari dada Asha. Asha pegang tangan Marchel namun Marchel segera melepaskannya.
Ada perasaan yang saling bertolak belakang di hati Marchel. Satu sisi dia suka sama Asha, di sisi lain dia sadar kalau Asha adalah wanita simpanan bosnya. Sementara Asha sendiri membuka peluang untuk di dekati. Hal itu bisa di lihat Marchel dari bahasa tubuh yang di perlihatkan Asha padanya.
Ucapan-ucapan Asha sendiri, sering memberikan sinyal kalau dia suka sama Marchel. Hanya saja dia sadar masih di bawah kekuasaan Bram. Bagi Asha, Marchel adalah cowok yang cukup ideal, punya jabatan, ganteng, dan postur tubuhnya sangat atletis. Secara usia juga masih muda, itulah yang membuat Asha tertarik pada Marchel.
Bersambung..
