4. Apartemen untuk Asha
Bram dan Asha sudah berada di sebuah apartemen di bilangan Slipi, Jakarta Barat. Bram sudah siapkan semua kebutuhan Asha, juga perlengkapan kamar Brama. Sambil terus memeluk Asha Bram menjelaskan kalau Babysitter untuk Brama pun sudah ia sediakan.
"Gimana kamu suka gak dengan apartemen ini?besok kamu sudah bisa pindah kesini sama Brama. Sebentar lagi Marchel datang sama babysitter," ujar Bram
"Terima kasih Om.. gak nyangka semua cepat banget om penuhi," Asha mencium Bram sebagai ucapan terima kasih.
"Kamu dan Brama harus bahagia, om pilih apartemen ini agar gak jauh dari permata hijau rumah om. Kamu sendiri kamarnya ya, kamar satunya buat babysitter dan Brama,"
"Aku satu kamar sama om ya?" Canda Asha dengan manja.
"Ya.. kalau om lagi kesini, makanya om cari apartemen yang agak besaran."
Bell pintu berbunyi, Asha buru-buru buka pintu. Asha sempat terkesima lihat Marchel, seorang cowok yang tubuhnya sangat atletis, tingginya sempurna dan kulitnya putih. Marchel juga sempat terkesima melihat kecantikan Asha. Di sebelah Marchel seorang perempuan muda yang berusia sekitar 20 tahun.
"Masuk Marchel, ini Asha.. yang nantinya harus kamu layani kebutuhannya," ucap Bram. Marchel pun menyalami Asha dengan canggung. Dadanya berdegub kencang, sementara Asha hanya tersipu menatap Marchel.
"Oh ya pak.. ini Narti babysitter nya." Marchel mengenalkan narti pada Bram dan Asha.
"Saya Narti pak.. bu," Narti memperkenalkan dirinya pada Bram dan Asha
"Panggil saya mbak aja ya, jangan ibu.. kita seumuran deh," Asha agak jengah dipanggil ibu.
"Narti, mulai hari ini kamu nginap di sini ya, nanti Marchel akan siapkan kebutuhan kamu," ucap Bram
Bram ajak Marchel dan Asha ke ruang tamu untuk membicarakan sesuatu.
"Marchel, besok kamu bawa satu mobil yang ada di rumah, mobilnya kamu bawa pulang aja, atau titip di apartemen. Kasih nomor telpon kamu sama Asha, biar dia bisa hubungi kamu saat dia perlu bantuan," pesan Bram
"Siap pak!! Mbak Asha ini nomor telpon saya," Marchel menyerahkan kartu namanya pada Asha.
"Mulai hari ini semua keperluan kamu bukan om lagi yang handle Asha, kamu bisa hubungi Marchel,"
"Siap om!! Jadi Asha gak boleh telpon om lagi ya?" Asha mulai menggoda Bram.
"Kamu kasih tahu Marchel aja, nanti om akan hubungi kamu." Bram sepertinya mulai mengatur posisi, takut hubungannya dengan Asha di ketahui anak dan isterinya.
"Okey om, termasuk kalau Brama sakit aku gak bisa hubungi om langsung?"
"Iya Asha.. prosedurnya tidak berubah ya, mohon pengertian kamu,"
"Marchel, kamu bawa mobil kantor kan? Ntar kamu antar Asha pulang ya,"
"Iiya pak.. siap pak!!" Marchel begitu bersemangat menerima tugas dari Bram.
"Yaudah.. Asha nanti kamu pulang sama Marchel ya, om mau pulang duluan."
"Okey om, makasih ya," Asha mengantar Bram sampai ke lift, sebelum Bram masuk lift Asha cium Bram. Airmatanya mengembang. Asha kembali ke dalam berbicara dengan Marchel dan Narti.
Asha dan Marchel ngobrol di ruang tamu. Tatapan Marchel tidak berkedip melihat kecantikan Asha. Marchel yang masih lajang berusaha menikmati tugas yang diberikan Bram.
"Mbak Asha besok saya jemput jam berapa?" Tanya Marchel, membuka pembicaraan dengan Asha
"Mas.. panggil aku Asha aja, aku bukan siap-siapa kok, lagian umurku juga di bawah umur mas Marchel," Asha mengingatkan Marchel
"Oh gitu.. okey deh, soalnya aku masih canggung berhadapan sama kamu," ujar Marchel
"Ntar juga mas terbiasa sama aku, karena setiap hari kita akan ketemu, setiap hari kita akan bersama-sama." Ucap Asha mulai memancing reaksi Marchel
Asha dan Marchel meninggalkan Narti sendiri di apartemen. Dalam perjalanan pulang ke rumah Asha, terlihat mereka berdua mulai akrab. Sesekali Asha mencuri perhatian kearah Marchel, dia mulai mengagumi Marchel.
"Mas sudah berkeluarga ya? udah lama kerja sama Om Bram?" Tanya Asha mulai menyelidik
"Belum Asha, belum ada yang mau sama aku. Om Bram itu sahabat ayah aku, dia mengajarkan aku mengelola usahanya, aku gak bisa nolak apapun yang di perintahnya,"
"Mas gak keberatan mengurus aku sama Brama?"
"Ya gaklah, ngurusi orang yang cantik kayak kamu masak aku keberatan sih?" Marchel mulai mengeluarkan jurus rayuannya
"Wah.. gawat nih udah mulai merayu, ntar aku laporin om Bram lo.." jawab Asha sambil bercanda
"Emang salah aku memuji isterinya om Bram?" Tanya Marchel
"Enak aja isteri om Bram, aku belum nikah tauk sama Bram," jawab Asha
Marchel sudah mendapat kunci pertanyaan yang ada di dalam hatinya, bahwa Asha bukan isteri Bram,
"Wah.. asyik masih ada peluang dong aku kalau gitu?"
"Peluang apa nih maksudnya mas? emang berani melangkahi om Bram?"
"Ya berani lah, wong aku niatnya baik kenapa harus takut?"
"Udah ah, aku tuh masih sayang kok sama om Bram, orangnya romantis, hatinya baik banget." Puji Asha
Asha kembali ingat perkenalan awalnya sama Bram, dia senyum-senyum sendiri mengenang perkenalannya dengan Bram. Marchel di sebelahnya menatap kelakuan Asha yang senyum-senyum sendiri.
"Rumah kamu masih jauh Sha? perasaan gak nyampe-nyampe dari tadi," Marchel mulai berani menggoda Asha
"Gak ikhlas banget mas ngantar aku, capek ya? Sini aku pijitin deh." Asha mulai mengeluarkan jurus rayuannya.
Mobil sudah memasuki kawasan rumah Asha didaeran pinggiran Jakarta. Lingkungan perumahan Asha terlihat agak kumuh, mobil tidak bisa masuk sampai di depan rumah Asha, hanya bisa parkir di depan gangnya.
Marchel dan Asha berjalan menuju kerumah Asha. Asha ingin memberikan kesan kepada orang-orang di lingkungan perumahannya bahwa Marchel adalah kekasihnya.
"Ini rumah aku mas, maaf ya keadaannya seperti ini," rumah Asha sangat sederhana, Asha memang bukan dari golongan kaum yang berada.
"Biasa aja Sha, kamu gak usah merendahkan diri gitu dong, semua manusia itu sama di mata Tuhan," ujar Marchel
"Aku gak merendahkan diri mas, aku memang dari kalangan rendahan kok," cetus Asha
"Besok jam berapa aku jemput kamu?"
"Besok aku telpon mas Marchel deh jam berapa nya ya?"
"Yaudah, aku gak mampir ya karena harus balik ke kantor lagi."
"Okey mas.. makasih ya."
Marchel langsung ngeloyor pergi, hatinya begitu berbunga-bunga. Dia seperti menemukan sesuatu pada Asha. Meskipun dia tahu kalau Asha adalah wanita simpanan Bram. Marchel seperti menemukan wanita idamannya.
Padahal seharusnya di usianya sekarang ini Marchel sudah pantas berkeluarga. Apalagi jabatannya di Perusahaan Bram juga cukup lumayan. Marchel adalah anak tunggal temannya Bram. Ayahnya mantan jenderal di TNI Angkatan darat.
Marchel memang sengaja di tempa Papinya di Perusahaan Bram, agar dia mengerti bisnis dan pergaulan. Marchel orangnya terlalu serius waktu zaman kuliahnya. Sehingga kurang pergaulan. Marchel sekali pun belum pernah pacaran, dia terlalu sibuk dengan dirinya sendiri.
Bersambung..
