3. Ronde Kedua
"Om sudah pikirkan semua, kamu dan Brama akan om bikinkan Asuransi. Jadi kalau ada apa-apa kalian sudah aman." Ujar Bram
"Om Bram gak buru-buru pulang kan? Asha masih kangen nih sama om," Asha terus menggoda Bram.
"Ya gaklah sayang, tadikan baru ronde pertama. Om tahu kamu mana mau kalau cuma satu ronde." canda Bram
Asha mencubit dada Bram dengan gemas, dan Bram kembali merengkuh Asha dalam pelukannya. Dua mahluk Tuhan yang beda usia ini kembali tenggelam dalam Asmaradhana. Bram kembali mencoba untuk memimpin pertandingan. Asha juga sudah berusaha untuk menikmati hubungan tersebut, namun Bram lagi-lagi belum bisa menuntaskan permainan dengan baik.
Asha berusaha untuk memperlihatkan pada Bram, bahwa dia baru saja menikmati sebuah permainan yang luar biasa. Dia seolah-olah baru terpuaskan oleh Bram. Reaksi yang diperlihatkan Asha itu membuat Bram merasa sebagai pemenang, meskipun dia tahu kalau dia tidak menuntaskan permainan dengan semestinya.
"Terima kasih ya om sudah bikin Asha tambah bahagia, Asha sangat menikmatinya om,"
Bram merasa sangat tersanjung dengan ucapan Asha, dia begitu bangga meskipun cuma lelaki tua bangka, tapi bisa membahagiakan Asha.
"Om juga sangat bahagia Asha, ternyata Om masih bisa mengimbangi kamu yang energinya sangat luar biasa. Kamu masih muda, tentu kamu lebih kuat,"
Asha kembali memeluk Bram dengan hangat, Bram pun membalasnya dengan penuh kasih sayang. Asha melepaskan pelukannya dan berlalu dari tempat tidur menuju ke Toilet. Asha menghidupkan shower untuk mandi, sementara pintu toilet tetap terbuka.
Dari tempat tidur Bram bisa melihat Asha, karena memang dinding pembatas kamar mandi dan ruang tidur hanya di batasi kaca yang tembus pandang. Sehingga semua aktivitas Asha di kamar mandi akan terlihat dengan jelas. Bahkan Asha yang lagi mandi di bawah shower terlihat oleh Bram.
Melihat itu semangat Bram kembali terpacu. Dia menyusul Asha ke kamar mandi. Dia ambil shower foam dan dia sabunin tubuh Asha dari belakang dengan lembut. Bram terus menyabuni Asha, dan Asha berbalik berhadapan dengan Bram dengan sumringah.
Asha pun melakukan hal yang sama, di sabuninya sekujur tubuh Bram dengan penuh kelembutan. Bram sangat menikmatinya. Di bawah shower yang terus mengucurkan air mereka kembali berpagut dengan mesra. Bram serasa menemukan dunianya, dunia yang tidak pernah dia nikmati dengan isterinya.
***
Setelah mandi dan bersih-bersih bersama Asha, Bram merasa apa yang di rindukannya selama ini sudah tersalurkan semuanya. Bram melihat perilaku Asha tidak banyak berubah. Dia masih tetap seperti Asha yang di kenalnya dulu, tidak banyak tingkah, tidak banyak menuntut, bahkan penuh pengertian.
Itulah yang membuat Bram mempertahankan Asha. Dia tidak pernah meneror untuk mengadukan ke keluarga Bram. Bahkan dia berusaha membantu Bram untuk menjaga perselingkuhan mereka berdua. Asha sangat di percaya Bram, sehingga Bram sangat royal pada Asha. Tidak aneh kalau Bram ingin membelikan Asha sebuah apartemen untuk Asha dan Brama
Bram udah siap-siap untuk meninggalkan hotel, namun dia berpikir sejenak. Ada yang harus di atur dengan Asha, agar keluar dari hotel tidak berbarengan. Untungnya Asha cukup memahami trik yang di gunakan Bram, sehingga dia bisa menangkap apa yang di inginkan Bram.
"Asha.. om turun duluan ya, kamu nanti pesan taksi aja, soalnya kalau kita keluar dari hotel ini berdua bisa berabe ntar,"
"Okey om, gak papa kok, Asha ngerti," Ucap Asha dengan memaklumi.
Sehabis mencium kening Asha, Bram pun meninggalkan Asha di kamar. Asha terlihat begitu bahagia, karena Bram sangat perhatian dengan dia dan Brama. Semua kebutuhan mereka akan dipenuhi oleh Bram. Cuma yang agak menggangu pikiran Asha adalah Bodyguard yang akan senantiasa mengawasi dia dan Brama.
***
Bram terlihat dengan seorang anak muda yang cukup keren dan perlente, dialah Marchel orang kepercayaan Bram.
"Marchel.. saya memberikan kamu tugas khusus di luar kewajiban kamu di perusahaan. Tugasnya sih gak berat, besok tolong kamu carikan apartemen yang dua kamar ya. Cek harga sewanya pertahun, juga cek harganya kalau kita mau beli. Nanti kamu pertimbangkan mana baiknya," pesan Bram
"Siap pak..!!"
"Secepatnya kamu kabari saya ya. Oh ya satu lagi.. tolong carikan Babysitter buat asuh bayi ya,"
"Siap pak! secepatnya akan saya kasih kabar pak," Ucap Marchel penuh semangat
"Masih ada tugas lain yang akan saya kasih kamu, tapi itu setelah kamu dapatkan apartemen dan Babysitter ya, saya yakin kamu akan suka, " ujar Bram
"Terima kasih atas kepercayaannya pak, saya akan kerjakan sebaik mungkin, masih ada pak? kalau gak saya mau selesaikan pekerjaan saya," Tanya Marchel
"Udah.. cukup itu aja."
Marchel ke luar dari ruang kerja Bram, berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya, namun Marchel akhirnya tidak mau terlalu larut dengan pikiran tersebut. Marchel kembali ke ruang kerjanya. Dia mulai browsing agen penyewaan dan jual apartemen.
Dia kumpulkan satu persatu imformasi yang sudah di dapatnya. Marchel juga browsing agen penyalur Babysitter yang cukup berkelas. Dia tahu persis selera bosnya, tidak terlalu persoalan dengan soal harga, yang penting kualitasnya bagus.
Setelah bicara dengan Marchel, Bram langsung telepon Asha. Dia ingin kasih kabar gembira pada Asha bahwa dia sudah suruh Marchel cari apartemen dan Babysitter.
"Hallo Asha.. om sudah suruh Marchel cari apartemen dan babysitter untuk Brama, jadi kamu gak usah kuatir ya,"
"Iya om.. terima kasih atas kebaikan om, biar kita bisa segera kumpul sama Brama ya om,"
"Iya Asha.. yang penting kamu sabar, om akan penuhi semua janji om sama kamu,"
Setelah bicara dengan Asha, Bram baru merasa sedikit lega. Tanggung jawabnya terhadap Brama akan segera dia wujudkan. Dengan cara itu dia tidak akan terbebani oleh kesalahannya, dan Asha tidak bisa langsung komunikasi sama dia, karena semua kebutuhan Asha akan di urus oleh Marchel.
Ini salah satu cara Bram untuk mendelegasikan kewajibannya pada orang lain. Dia sangat berharap kalau Asha jatuh cinta pada Marchel, karena Marchel adalah orang kepercayaannya. Hitung-hitung dia menitipkan anaknya pada Marchel dan itu lebih melegakan hatinya.
Asha sendiri sebetulnya tidak ingin mengganggu rumah tangga Bram. Tapi, karena ada anak yang menjadi tanggung jawab Bram, makanya dia perlu bantuan Bram. Kalau seandainya hubungannya dengan Bram tidak membuahi anak, mungkin Asha lebih memilih untuk hidup sendiri ketimbang membebani orang lain.
Memang Bram tidak merasa di bebani Asha, tapi setidaknya perhatiannya kepada keluarga jadi terbagi dengan Asha. Sementara Bram menganggap apa yang di lakukannya lebih kepada untuk kepentingan Brama, bukanlah untuk Asha. Namun, bagi Asha adanya niat baik Bram sudah sangat melegakan hatinya.
Bersambung..
