Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

“Ya sudah terserah padamu saja Nak…ibu hanya tidak ingin kau jadi penghancur rumah tangga orang. Bintang juga kalau begini berarti bukan wanita yang baik karena…jika dia wanita baik tidak mungkin mau dekat dengan pria lain sedangkan dia sudah menikah. Kamu kenal dengan suaminya?’’

Bu Nur menjadi pasrah karena Bayu tidak bisa di larang akan tetapi, dia tetap memberikan nasehat agar putranya itu sadar bahwa perasaan sayang yang ia miliki untuk Bintang salah.

“Nggak Bu, aku nggak pernah jumpa sama suaminya.”

“Apakah dia teman sekolah kalian juga?’’ timpal Bu Nur.

“Nggak tahu juga Bu, aku tidak pernah menanyakan soal suaminya.”

“Kenapa?’’

“Aku takut nanti Bintang menjauhi aku sedangkan aku, sudah merasa senang dengan adanya dia meski perhatiannya lewat handphone aja Bu.”

“Jadi kalian tidak bertemu?’’

“Terakhir pas awal aku bertemu dia di kampung Duren, habis itu kan aku di pindahin ke kantor udah nggak ke sana lagi.”

“Oh…ibu pikir kalian sering bertemu. Apa kabar dengan Hanum? Apa kamu pernah bertemu dia?’’

“Aku pernah melihatnya dengan pria yang mungkin adalah calon suami yang ia maksud Bu. Aku melihat mereka bergandengan tangan dan mesra gitu.”

Bayu memang selalu jujur pada ibunya tentang suatu hal yang terjadi dalam hidupnya. Bu Nur juga orangnya per tidak terlalu memaksakan kehendaknya pada sang anak. Dia selalu berusaha membuat putra dan putrinya nyaman sekaligus menjadi sahabat untuk mereka.

“Ayu dimana yah? Piring belum di cuci lagi,” tukas Bu Nur.

“Main kali Bu, namanya juga udah anak gadis…nanti aku bilangin sama dia tugas rumah harus di selesaikan dulu baru boleh main!’’

“Adik Kamu itu nggak terasa udah besar yah…Ayah kalian juga sudah 5 tahun meninggalkan kita. Ibu kangen banget sama ayah kalian…”

Raut wajah Bu Nur tampak sedih sembari pikirannya teringat dengan almarhum suaminya.

“Ibu yang sabar yah, aku juga rindu ayah. Nanti kalau libur kerja kita ziarah kubur.”

Bayu memeluk ibunya sembari mengelus-elus pundaknya. Bayu harus bisa menjadi pria yang kuat, tangguh untuk bisa melindungi ibu dan adiknya.

“Bagiamana kalau kita sewa pembantu aja agar rumah ini tidak usah dibersihkan oleh Ibu dan adik lagi?’’

Bu Nur terperanjat, dia melepaskan pelukannya dari sang anak. Dia merasa menyewa pembantu itu hanya bunga-bunga duit. Toh pekerjaan rumah masih sanggup di kerjakan sendiri. Sementara Bayu yang sudah menjadi manajer merasa mampu menyewa pembantu dan untuk meringankan pekerjaan ibunya juga.

“Tidak usah Nak…untuk apa pula lah pembantu itu, masih sanggupnya ibu dah mengerjakan semua rumah ini. Rumah sepetak gini tidak pantas punya pembantu. Kamu ini nak..nak..”

Bu Nur tersenyum lucu sembari geleng-geleng kepala.

Bayu membalas senyuman ibunya dengan santai sembari menatap ke sekeliling rumahnya yang setengah beton itu. Perabotan rumah tangga yang tidak lengkap dan tampak sederhana. Pantas saja jika Hanum mencelanya miskin.

Malam sudah begitu larut. Bayu kembali masuk ke dalam kamarnya. Biasanya ada pesan dari Bintang sebelum tidur pasti telponan dulu.

“Dia kok nggak ada chat aku yah? Apa mungkin karena lagi sama suami? Apa mungkin suami Bintang kerja di luar kota, pulagnya lama-lama? Kalau nggak mana mungkin Bintang punya waktu lengggang telponan sama aku? Aaah! Sulit untuk di prediksi!’’

Bayu pun mendial nomor kontak Bintang yang ia beri nama di handphonenya sekarang “Penyemangat hidupku”

Tut,,,Tut,,,Tut,,,

“Ck! Nggak diangkat! Mungkin ada suaminya kali yah? Beginilah kalau udah nyaman, udah tahu punya suami masih aja mau,” celetuknya sendiri.

Bayu berhambur ke atas ranjang yang sudah sedikit lapuk itu. Pikirannya melayang-layang terbang ke awan merindukan Bintang. Tiba-tiba saja dia ingin bertemu wanita itu setelah satu bulan ini tidak bertemu.

Dia terus menatap layar ponselnya berharap telpon atau chat dari Bintang akan hadir. Namun, tidak ada juga sampai-sampai ia sudah tak mampu lagi menangkal matanya yang mengantuk. Ponsel terjatuh begitu saja dari tangannya, kedua matanya terpejam rapat sambil mendengkur keras karena sudah terlelap.

*

Keesokan harinya,Bayu terbangun dari tidurnya seperti biasa. Dia memeriksa ponselnya langsung dan tertawa bahagia melihat panggilan tak terjawab dari wanita pujaan hatinya.

“Huuu! Aku pikir kamu tidak akan menghubungi aku lagi, telpon ahk…”

Bayu pun langsung memanggil telponnya. Benar saja, Bintang yang dari tadi sudah beberapa kali mendial nomornya langsung mengangkat telpon dari Bayu.

“Kemana aja sih! Baru bangun yah! Nanti telat kerja loh….aku telpon nggak diangkat-angkat,” cetus Bintang langsung dari ponselnya.

Bayu tersenyum tipis.

“Tadi malam aku telpon Kamu juga nggak ngangkat, gantian dong…weekk…!’’

Bayu menjulurkan lidahnya dari balik ponselnya yang tidak bisa dilihat oleh Bintang.

“Tadi malam aku ketiduran, aku capek dari kebun…tidurnya jadi cepat. Eh, gimana? Kamu udah ada dapat kerja buat aku? Aku udah capek cari-cari tapi, nggak ada juga.”

“Ada sih di kantor aku tapi aku takut kamu nggak mau,” titah Bayu.

“Nggak mau gimana? Aku itu udah capek nggak punya kerja. Bisanya cuma ke kebun bantuin ibu nanam sayur yang untungnya nggak seberapa. Aku ingin bantu perekonomian keluarga Bay…kerja paa aja asalkan halal aku mau kok.’’

“Benaran Kamu mau? Meskipun itu jadi tukang bersih-bersih?’’

“Iya, yang penting halal dan jelas gajinya, Jangan pula kau kasih aku yang nggak jelas ku tabok kau nanti!’’

“Ini jelas loh…mana mungkin pula ku kasih kau yang nggak jelas. Aku ini baik buat nolongin Kamu…kok Kamu cari kerja sih? Di rumah aja kan enak,” tukas Bayu.

Dia merasa heran bagaimana seorang istri berusaha untuk cari kerja. Namun, mengingat ekonomi yang semakin sulit dan menyadari banyak wanita dan ibu rumah tangga sekarang yang mencari pekerjaan untuk tambahan uang belanjaan.

“Yeee, lebih nggak enaknya kalau nggak punya kerja, apa-apa mesti minta. Dikasih syukur kalau nggak dikasih? Kan sedih…makanya…aku mau cari kerja.”

“Baiklah, nanti kamu datang ke alamat yang aku kirimkan nanti lewat Wa. Bilang aja kamu di suruh datang sama aku, oke.”

“Benaran ini? Kamu serius kan Bay?’’

Bintang tertawa haru mendengarnya.

“Astaga, berapa kali ku bilang, aku tuh nggak bercanda ini serius, dua rius malah! Ayo siap-siap aku juga nih mau siap-siap ke kantor.”

“Kantor? Sekarang kamu udah di kantor? Cie, cie, pantasan aja aku nggak pernah jumpa sama kau lagi di sini. Ternyata tempatnya udah nggak di lapangan lagi, enak kali kau yah…hehehe.’’

“Alhamdulillah, cuman pegawai biasa aja yang penting sedikit lebih baik,” ucap Bayu merendahkan diri. Ya sudah, ayo siap-siap!’’

“Oke, see you teman!’’

Suara Bintang terdengar sangat bersemangat.

Bayu pun bergegas merapikan dirinya dan keluar untuk sarapan pagi. Terlihat di sana dua wanita yang ia sayangi telah menunggunya.

“Hari ini aku mau ke kantor dulu Bu, nanti sore kita keluar jalan-jalan berkeliling kota. Aku juga ada suprise untuk kalian.”

“Supris? Apa itu supris?’’

Bu Nur yang kampungan kurang mengerti dengan istilah-istilah begitu. Bayu pun terkekeh melihat ibunya.

“Suprise itu kejutan Bu!’’jelas Ayu.

“Oh…ngapain ada kejutan, ibu lagi nggak ulang tahun kok?’’

Bu Nur tampak

heran.

“Ye…namanya juga kejutan Bu..rahasialah, ya nggak Yu?’’

“Yoi Abang ganteng!’’ seru Ayu bersemangat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel