Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Awal Mula Semuanya (Part 2)

Tiga hari tidak masuk sekolah membuat Mila jadi tambah malas untuk ke sekolah. Kalau bukan karena ujian yang sebentar lagi rasanya dia ingin bolos saja. Dua hari demam dan menggigil ternyata tidak buruk jika dibandingkan dengan apa yang harus dihadapi di sekolah.

Dengan lesu Mila berjalan menyusuri koridor sambil menundukkan kepala. Dia hanya berharap tidak akan bertemu dengan Dior hari ini. Lelahnya belum pulih, tubuhnya juga masih lemas. Kalau sampai harus menghadapi Dior rasanya Mila bisa pingsan seketika.

Mila berjalan pelan menuju ke ruang kelasnya. Hingga ketika dia baru sampai di ambang pintu, sorakan riuh dari dalam kelas membuatnya terpaksa mengangkat kepalanya. Mila menatap bingung pada teman-teman sekelasnya.

“MILA SUKA SAMA DIPTA!!!”

“Cie yang habis nembak Dipta duluan terus ditolak deh sama Dipta!”

“Mila diem-diem nggak tahu malu ya, padahal kan Dipta tuh sukanya sama Dior…”

“Kebanyakan main sama buku sih jadi nggak tahu kan kalau Dipta sama Dior itu couple…”

Mila menatap satu persatu mereka-mereka yang melontarkan perkataan pedas untuknya. Mata Mila tertuju pada Dipta yang duduk di pojok belakang. Lelaki itu terlihat sangat santai seolah-olah sedang duduk di pantai menikmati semuanya. Mata mereka saling tatap, dan sialnya mata Mila sudah mulai kabur karena air mata yang menggenang. Mila benci dirinya yang cengen dan hanya bisa diam.

Untuk semua yang Dipta katakan padanya saat itu, Mila bisa memaafkan. Bahkan ketika Dior mengetahui semuanya pun Mila masih bisa memaafkan. Tapi untuk kali ini rasanya hati Mila begitu sakit.

Perasaannya untuk Dipta tulus, tapi lelaki itu menganggap perasaan Mila sebegitu tidak berharganya hingga pantas menjadi bahan bercandaan satu kelas. Bahkan ketika Mila tengah di olok-olok pun Dipta hanya diam.

Mila tidak pernah meminta Dipta untuk menyukainya juga. Mila tidak masalah kalau lelaki itu bahkan tidak memiliki setitik perasaan pun untuk dirinya, tapi kalau begini jadinya Mila menyesal pernah menyatakan perasaannya pada Dipta. Bahkan dia juga menyesal karena menyukai lelaki yang ternyata mampu mempermalukannya hingga luar biasa begini.

Niat awal Mila kembali masuk sekolah runtuh. Air matanya tidak mau berhenti keluar. Mila berbalik, berlari sekencang yang dia mampu meninggalkan ruang kelas yang seketika terdiam mendapati kepergian Mila.

Seluruh kelas terkejut. Mila yang biasanya diam tidak memiliki ekspresi apapun tiba-tiba saja menangis. Kali ini mereka benar-benar sudah keterlaluan. Dior yang memberi tahu mereka dan menyuruh mereka mengejek Mila, tentu saja hanya untuk senang-senang tapi tidak menyangka kalau Mila bisa menangis sampai segitunya.

Mila berlari sekencang mungkin menuju ruang tata usaha, meminjam telepon untuk menelpon orang tuanya, meminta sopir untuk segera menjemputnya. Beberapa guru mencoba menenangkan Mila. Tangisnya memang reda tapi mulutnya terkunci rapat ketika ditanya ada apa. Mila hanya menggeleng dengan keterdiamannya hingga akhirnya semua orang menyerah membujuk Mila.

Yang pasti semua orang disana tahu kalau murid berprestasi itu sedang tidak baik-baik saja. Karena itu Mila diijinkan untuk pulang lagi karena dianggap belum sanggup untuk mengikuti pelajaran karena kondisinya yang belum begitu sehat.

Hari itu Mila pulang dengan tangisan yang menggema di dalam mobil. Apa yang tidak bisa dia luapkan kini dia lakukan di dalam mobil, disaksikan oleh sopir keluarganya yang juga ikut prihatin dengan keadaan Mila.

Mila benci semuanya. Mila benci sekolahannya, benci teman-temannya, dan yang terutama dia benci Dipta dan Dior. Semoga dua manusia itu tidak akan pernah bisa bahagia selama-lamanya.

***

Kalau selama ini Mila terlihat seperti siswi biasa lainnya, Mila menyesal sudah melakukan itu. Dia pikir dia bisa punya teman, yang ada dia tetap saja jadi bahan bulan-bulanan di sekolah. Kalau tahu dari dulu akan seperti ini, sudah sejak pertama saja Mila menggunakan kekuasaan orang tuanya.

Lihat sekarang, dia bisa bersantai belajar dengan tentram dan aman di rumahnya sendiri sampai ujian nanti. Jangan remehkan Karmila, putri tunggal pengusaha kaya raya. Hanya dengan mendengar putri kesayangannya itu menangis, ayahnya langsung membatalkan semua pekerjaannya dan pulang menemani Karmila. Mengelus sayang kepala putrinya dan menemani Mila hingga tertidur.

Besoknya Mila menceritakan semuanya, memohon pada ayahnya supaya dia bisa belajar di rumah sampai dengan ujian nanti. Jangan ditanya betapa marah ayahnya saat mendengar ceritanya. Kalau tidak ada ibunya yang menenangkan mungkin ayahnya sudah akan pergi kesekolah dan menghajar semua teman sekelasnya.

“Pokoknya papi nggak mau begini lagi ya Mil! Kamu tuh kalau ada apa-apa ngomong sama papi, jangan diam saja. Terus kalau sudah keterlaluan begini baru kamu cerita, nangis-nangis begitu,” Mila hanya mengangguk.

“Atau kamu mau pindah sekolah aja? Papi bisa urus nanti, kamu nggak perlu khawatir soal ujian akhir.” Lanjut ayahnya lagi. Dengan cepat Mila menggeleng menolak.

“Jangan pi! Udah tanggung, Mila belajar di rumah aja. Nanti ujian akhir aja Mila baru datang, ditemenin mami tapi.” Mila menatap ibunya dengan pandangan merajuk.

Dan tebak apa yang dilakukan ayahnya agar Mila bisa belajar di rumah sampai dengan ujian akhir nanti. Mengancam sekolah dengan perundungan yang Mila dapatkan. Ayahnya mengancam akan memperkarakan perundungan yang Mila terima ke publik kalau Mila tidak diijinkan untuk belajar di rumah sampai dengan ujian akhir.

Terkutuklah Mila karena menggunakan kekuasaan ayahnya, tapi dia tidak peduli. Toh dia tidak merugikan siapa-siapa. Kalau dia mau malah dia bisa menuntut teman-teman kurang ajarnya dan membuat mereka kehilangan masa depan yang tinggal selangkah lagi. Kalau dibandingkan dengan apa yang sudah mereka lakukan pada Mila, dia masih tergolong baik hati.

Mila akan menghapus nama Dipta dari hatinya. Lelaki itu tidak pantas mendapatkan cintanya, bahkan tidak pantas dicintai oleh siapapun, kecuali Dior. Sebelas dua belas, Dipta dan Dior. Pasangan yang serasi, tidak punya hati nurani.

Segala sesuatu tentang Dipta akan Mila kuras habis dari hidupnya, termasuk rencana masa depannya. Dulu dia bersikeras masuk ke perguruan tinggi yang sama dengan Dipta, salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup bergengsi di dalam negeri.

Sekarang Mila sudah tidak ada minat ke sana. Dia bersyukur karena dengan kejadian ini dia jadi tidak menyia-nyiakan masa depannya. Tuhan terlalu baik karena menyelamatkannya dari kehancuran. Tentu Mila akan mengejar cita-citanya, melakukan apa yang dia suka, dan tentu saja tidak lupa untuk tetap bahagia.

“Bye-bye Dipta laknat, semoga kamu tidak akan pernah bahagia selamanya. Amin…” Ujar Mila dalam hatinya sambil tersenyum.

***

Hari-hari berikutnya jadi hari yang terasa aneh tanpa kehadiran Mila. Tiba-tiba saja guru-guru mengumumkan kalau Mila tidak bisa menghadiri sekolah seperti biasa, tapi akan tetap ikut ujian akhir nantinya. Semakin mereka bertanya, semakin mereka tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Mila benar-benar tidak muncul sama sekali.

Dior dan dirinya sudah dipanggil ke ruang kepala sekolah karena Mila. Perundungan yang dilakukan Dior berakibat fatal, dan ini yang Dipta takutkan sejak dulu. Untung saja orang tua Mila tidak menuntut Dior dikeluarkan dari sekolah karena permintaan Mila.

Sekali lagi, perempuan itu terlalu baik setelah apa yang mereka lakukan padanya. Perasaan bersalah di hati Dipta semakin menggerogoti. Dia ingin sekali bertemu Mila, meminta maaf dan melakukan apa saja untuk perempuan baik itu. Tapi sayang sepertinya nasib sedang tidak berpihak padanya.

Mila tidak muncul sampai dengan ujian akhir. Bahkan ketika ujian akhir pun Mila hanya datang ditunggui oleh ibunya, kemudian langsung pulang ketika ujian sudah selesai. Dipta sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk bicara dengan Mila. Belum lagi dengan kesibukan Dipta yang jadi panitia untuk acara perpisahan nanti.

“Gue minta tempat duduk di samping Mila nanti.” Ujar Dipta yang membuat seisi ruangan menjadi kaget. Beberapa dari mereka saling pandang, tidak percaya dengan apa yang baru mereka dengar tadi.

Seorang Dipta, salah satu yang menyebabkan masalah ini berkepanjangan malah minta untuk duduk di samping Mila saat acara perpisahan nanti. Siapa yang tidak geleng-geleng kepala.

“Mila nggak akan hadir nanti. Orang tuanya sudah bilang ke pihak sekolah kalau Mila nggak mau datang, dan akan langsung ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.” Salah satu dari mereka angkat bicara, membuat Dipta mematung.

Sebegitu bencinya Mila pada mereka hingga perpisahan saja sampai tidak mau hadir? Dipta menghela nafas lelah. Selama beberapa hari ini dia selalu berusaha mendekati Mila, tapi Mila begitu lengket dengan ibunya.

Mau menerobos dan bilang kalau mereka butuh bicara, Dipta tidak berani. Entah apa yang akan dia terima dari ibunya Mila karena berani menampakkan diri di hadapan mereka. Pukulan, cacian, atau tamparan mungkin. Kenyataannya Dipta memang pengecut.

“Kayaknya lo nggak akan punya kesempatan untuk minta maaf sama dia. Lagian gue heran kalian sekelas kok bisa pada kompak begitu ngerjain Mila…”

Entah, Dipta sendiri tidak tahu kenapa Dior begitu suka mengerjai Mila. Yang lebih gilanya lagi dia tidak mengerti kenapa dirinya bisa diam saja melihat semuanya terjadi. Dipta mengakui kalau dirinya benar-benar brengsek ternyata.

Tidak menanggapi perkataan mereka, Dipta keluar dari sana, berjalan pelan di koridor sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Kepala Dipta menengadah menatap langit yang cerah.

“Maaf Karmila, semoga kamu baik-baik saja dan selalu bahagia…” Ujar Dipta pelan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel