# BAB 7 KLAIM (21+)
Teriakan mental Lily seperti pisau belati yang memecah kesadaran Lila. Dia terbangun di ranjangnya, jantung berdebar kencang, tangan mencengkeram dada yang terasa sesak. Rasa sakit itu adalah rasa sakit yang sudah biasa dia rasakan, sebuah gema dari penderitaan saudarinya.
Di dimensi milik Damian, teriakan itu juga mengguncang Silvia, meninggalkan rasa bersalah yang mendalam. Perlawanan mereka terhadap Damian telah gagal, dan Lily yang membayar harganya.
Keesokan harinya, Lila berusaha keras untuk fokus pada pekerjaan paruh waktunya di "Cahaya Kreatif". Juna, dengan persepsi tajamnya, menyadari kegelisahan gadis itu. Saat mereka berdiskusi tentang desain di ruang rapat yang sunyi, dia tiba-tiba bertanya, "Ada sesuatu yang mengganggumu, Lila. Ini semua bukan hanya masalah bibirmu yang pecah, bukan?"
Lila menatap Juna, melihat ketulusan yang aneh di mata pria itu. Dorongan untuk mencurahkan isi hatinya hampir tak tertahankan. Tapi dia teringat pesan peringatan misterius itu. "Hati-hati dengan pria bermata hijau." Juna tidak bermata hijau, tapi dia juga bukan solusi. Akhirnya Lula pun hanya menggeleng dan menjawab, "Hanya kurang tidur."
Juna mengangguk, tidak memaksa. "Tawaranku tetap terbuka. Selalu." Ucapnya. Perlindungan yang dia tawarkan terasa seperti pisau bermata dua, satu sisi menjanjikan keselamatan, tapi juga berpotensi mengantarnya pada bahaya baru.
---
Malam itu, Damian muncul di kamar Silvia bukan melalui mimpi, tapi dalam wujud fisik nyata. Dia memanfaatkan energi dari penderitaan Lily untuk mewujudkan diri sepenuhnya di dunia nyata. Kamar itu langsung dipenuhi udara yang terasa pengap dan berat, beraroma cendana dan sesuatu yang kuno.
Silvia terbangun dan mendapati dirinya sudah terikat di tempat tidur dengan tali sulur yang berdenyut. Damian berdiri di sana, dalam wujud iblisnya yang sejati. Dia lebih tinggi, lebih perkasa, dengan tanduk yang elegan dan mata yang bersinar seperti lava. Tidak ada lagi penyamaran. Inilah wujud aslinya...
"Pertunjukan kecilmu dengan Lily sangat menghibur," ucap Damian, suaranya mendengung rendah dan penuh ancaman. "Sekarang, kau akan menerima konsekuensinya."
Dia tidak menyia-nyiakan waktu. Tangannya yang besar dan bercakar merobek kain tidur Silvia, membiarkan kulitnya yang menggigil terbuka dihantam udara malam. Berbeda dengan kekerasan yang Damian lakukan dalam mimpi, kali ini sentuhannya disengaja, menggoda, dan penuh kepastian yang mengerikan.
Dia membungkuk, lidahnya yang panas menyusuri lekuk tulang leher, membuat Silvia terengah dan menjerit. Bukan karena sakit, tapi karena rasa jijik bercampur kenikmatan paksa yang mulai membanjiri tubuhnya.
"Benci aku sekuat tenagamu, sayang..." desis Damian di antara ciuman yang menghukum di paha dalam Silvia. "Tapi tubuhmu tidak bisa berbohong. Aku yang mengaturnya sekarang."
Dia memasuki Silvia dengan kasar, hingga gadis itu memekik dan menggelinjang. Damian melakukan sebuah klaim yang tak terbantahkan. Setiap dorongan adalah hukuman, setiap desahan diiringi tawa terkikik penuh ejekan.
Silvia menangis, tangannya mencengkeram sprei, tapi tubuhnya yang dikhianati oleh sihir iblis mulai merespon, kejang-kejang dalam kenikmatan yang tidak diinginkan yang membuatnya ingin muntah. Damian mendominasi sepenuhnya, menundukkannya bukan hanya secara fisik, tapi juga secara mental, membuktikan bahwa dia adalah tuan atas jiwa dan raga Silvia.
"Cukup... Tolong..." Pinta Silvia memelas dan terbata di tengah deru nafasnya.
"Belum, sayang. Kita masih punya banyak waktu hingga fajar menyingsing, hihihi" jawab Damian.
Kali ini dia membalikkan posisi Silvia, dan...
"Akh..." Silvia tersentak, antara malu dan mulai terbiasa...
"Bahkan milikmu mencengkeram erat milikku di dalam sana, sayang... Uuugh... Rasakan nikmatnya, jangan menolak, Silvia... Kamu terlalu manis jika harus menjerit kesakitan... Aaaah, Silviaa... Biarkan aku memberimu kenikmatan yang belum pernah kamu dapatkan..." Damian meracau sejadi-jadinya. Jujur saja, iblis itu belum pernah mencicipi mangsa senikmat Silvia.
Di bawah kungkungan Damian, Silvia hanya mampu memekik kecil sambil berurai air mata. Sakit hatinya saat perlahan tapi pasti, tubuhnya sendiri merespon dan mengkhianati akal sehatnya...
---
Di tempat lain, Stevan merasakan ledakan energi kegelapan milik Damian. Dia tahu apa yang terjadi. Dia juga merasakan keputus-asaan Lila yang menusuk jiwanya. Dengan keinginan untuk menghibur Lila, dia sekali lagi menggunakan kekuatannya. Saat Lila menangis di balkon apartemennya, angin tiba-tiba berbisik, membawa suara Stevan yang menghipnosis.
"Tidurlah, kekasihku. Lupakan rasa sakitnya. Bermimpilah tentang aku..."
Lila, yang lemah secara emosional, kembali jatuh ke dalam pengaruh hipnotis Stevan. Dia tertidur di kursi balkon, bermimpi tentang pelukan hangat yang menenangkan dan mata hijau yang penuh kasih sayang. Ketergantungannya pada "pelarian" Stevan semakin dalam, dan dia masuk ke dalam jerat yang berbahaya.
---
Sementara itu, di mobil mereka, Laras dan Gio menerima panggilan dari Kai. Suara cenayang itu mendesak. "Energi kegelapan itu memuncak! Dia sedang mengklaim korbannya! Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus menemukan Lila sekarang. Dia satu-satunya yang bisa memancing Lily, dan Damian untuk keluar dari dimensinya."
Keadaan telah memasuki fase baru. Damian telah menyatakan klaimnya dengan brutal, Stevan memperdalam cengkeramannya pada Lila, dan para pemburu mulai menutup jarak. Harga yang harus dibayar atas pemberontakan kecil itu ternyata sangat mahal, dan semua pihak bersiap untuk konfrontasi terakhir yang tak terelakkan.
---
Sarang Damian bukanlah gua gelap, melainkan replika mewah dan suram dari apartemen Lily, terletak di dimensi yang dia kuasai. Dindingnya berwarna hitam mengilap, dipenuhi lukisan-lukisan yang bergerak, menggambarkan adegan-adegan erotis dan kekerasan. Udara hangat dan berat, beraroma anggur tua dan dupa yang tercium memabukkan.
Silvia terbaring di atas ranjang berkanopi sutra hitam, tubuhnya masih gemetar dari "pelajaran" brutal Damian di kamarnya. Bekas-bekas cakar halus bersinar samar di pinggulnya.
Damian, kini dalam wujud yang lebih manusiawi. Lebih tampan, berkharisma, dengan hanya kilatan sesaat mata merah dan tanduk yang muncul saat emosinya memuncak. Dia berdiri di dekat jendela, menatap keluar ke langit ungu yang abadi.
"Kau membenciku," ujar Damian. Melontarkan suatu pernyataan, bukan pertanyaan. Suaranya rendah, hampir seperti bulu halus, tapi berisi kekuatan yang tak terbantahkan.
Silvia memalingkan wajah, air mata menetes di bantal sutra. "Kau menyiksaku. Kau menyiksa Lily."
Damian berbalik, mendekati ranjang dengan langkah yang anggun. Dia duduk di tepinya, jari-jarinya yang panjang dan elegan menelusuri lekuk punggung Silvia. Sentuhannya membuat Silvia merinding, sebuah reaksi yang membuatnya semakin membenci dirinya sendiri.
"Penyiksaan adalah bahasa yang kotor dan tidak perlu. Apa yang kau alami tadi... adalah pengenalan." Damian membungkuk, bibirnya hampir menyentuh telinga Silvia. "Aku ingin kau belajar mencintaiku, Silvia. Bukan karena paksaan, tapi karena kamu benar-benar melakukannya."
Damian tidak memaksanya lagi malam itu. Sebaliknya, dia memperlakukan Silvia seperti koleksi yang paling berharga. Dia memakaikan Silvia gaun malam dari bahan sutra yang begitu halus hingga terasa seperti angin di kulitnya.
Damian juga menyuguhi Silvia makanan lezat yang muncul begitu saja, buah-buahan eksotis yang meleleh di mulut dan anggur yang memabukkan. Damian mengajak Silvia bercakap tentang kekekalan, tentang kekuatan, tentang rasa bosannya menjadi penguasa kegelapan tanpa seorang pun untuk diajak berbagi.
"Lily... dia hanya sebuah kesalahan. Sebuah wadah yang salah. Tapi kau..." Mata Damian menyala merah sesaat. "Kau adalah jiwa yang kuinginkan. Bersamaku, kau akan menjadi ratuku. Kau akan memiliki kekuatan yang tak terbayangkan."
Dalam kesendiriannya, Silvia mulai merasakan konflik yang dalam. Kebencian dan ketakutannya masih membara. Tapi, kemewahan, perhatian, dan kata-kata manis yang beracun itu mulai merasuki hatinya. Iblis memang pandai membujuk mangsanya!
Ketertarikan Silvia secara fisik pada Damian, meski dipaksakan oleh sihirnya, mulai menimbulkan keraguan. Apakah ini Stockholm Syndrome? Atau ada bagian dirinya yang gelap dan mulai terpikat oleh kuasa absolut Damian?
Suatu siang, Damian membawanya ke "taman" pribadinya. Sebuah taman dengan bunga-bunga yang berwarna hitam dan ungu bermekaran di bawah cahaya bulan buatan. Damian melingkarkan tangannya di pinggang Silvia dari belakang, dagunya bertumpu di pundak gadis itu.
"Lihatlah keindahan ini, Silvia. Semua ini bisa menjadi milikmu. Lepaskan perlawananmu. Berhentilah menolakkku. Rasakan apa yang sebenarnya kau inginkan."
Bibir Damian menyentuh kulit leher Silvia, sebuah ciuman yang lembut, hampir menunjukkan rasa sayang. Tubuh Silvia bergetar, bukan karena jijik, tapi karena sebuah gairah terlarang yang mulai muncul ke permukaan.
Silvia membenci dirinya sendiri, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dirinya yang mulai melihat di balik monster itu, sebuah makhluk kesepian yang menginginkan cinta dengan cara yang salah.
---
Di dunia nyata, Laras, Gio, dan Kai akhirnya menemukan Lila. Pertemuan mereka penuh rasa was-was, penuh dengan ketidak-percayaan. Tapi ketika Kai menunjukkan pada Lila sebuah simbol kuno, yaitu simbol yang sama seperti yang tergores di lantai loteng rumah masa kecilnya, Lila akhirnya bersedia bercerita. Dia menceritakan semuanya. Soal tumbal, Damian, Lily yang terperangkap, dan ketakutannya pada Stevan.
"Kau harus membantu kami, Lila," pinta Laras, memegang tangannya erat. "Kau adalah satu-satunya yang bisa menarik perhatian Lily. Kita harus menyelamatkan mereka berdua."
Sementara itu, Stevan, yang merasakan kehadiran cenayang kuat dan ancaman terhadap rencananya, memutuskan untuk tidak tinggal diam lagi. Dia akan mengklaim Lila, sekali dan untuk selamanya, sebelum orang lain merebutnya.
---
Damian, yang masih berada di sarangnya melihat perubahan kecil pada Silvia. Sebuah sikap yang mulai melunak dan tertangkap di mata Damian, sebuah keraguan dalam perlawanannya. Sebuah senyum tipis dan puas mengembang di bibir Damian. Pelajaran cintanya dan rayuan iblisnya, mulai berbuah manis...
*
