Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Kerinduan pada Noni

Aku benar-benar merasa kehilangan Noni, tidak ada sama sekali komumikasi yang biasa aku lakukan sejak terakhir menerima pesan darinya. Aku sangat khawatir kalau penyakitnya kembali kambuh.

Di tengah penantianku menunggu khabar dari Noni, keponakan isteriku mengajakku untuk bertemu. Meski keponakan isteriku dia sangat dekat denganku, namanya Yosi. Yosi telepon aku saat aku sedang di kantor,

“Om.. ada waktu gak? Yosi mau kenalin teman nih, mau gak?” Tanya Yosi. Aku berkata dalam Hati, “Apa lagi nih.. pasti Yosi mau kenalkan temannya ABG juga.” Ucapku dalam hati.

Begitu istirahat makan siang aku ajak Yosi ketemuan di cafe yang ada di dekat kantor. Aku merasa aneh dengan diriku sendiri karena selalu dekat dengan ABG, seakan-akan takdirku selalu bertemu ABG.

Singkat cerita, bertemulah aku dengan Yosi dan temannya yang ABG juga. Yosi perkenalkan temannya, “Om kenalin Maura temanku, masih ting ting lho om..” Ujar Yosi sambil senyum-senyum menatapku. Aku pun menyalami Maura sambil menyebutkan namaku, “Danu.. Yuk duduk Yosi, Maura..” ajakku.

Aku gak habis pikir, apa tujuan Yosi memperkenalkan aku dengan ABG ting-ting, padahal aku adalah suami tantenya. Seperti biasanya, kalau sudah ngobrol seperti itu ujung-ujungnya diajak bersenang-senang dengan mereka. Hebatnya lagi Yosi tidak pernah cerita pada tantenya tentang semua itu.

Setelah ikut bersenang-senang dengan mereka malam harinya, setelah itu aku tidak pernah lagi bertemu dengan Yosi atau pun Maura. Aku kembali dengan rutinitasku sehari-hari sambil menunggu kabar dari Noni. Noni benar-benar membuat aku rindu. Dari sekian banyak ABG yang aku kenal, Noni sangat berbeda.

Selama berhubungan dengan Noni, belum pernah sekalipun dia meminta uang atau pun sesuatu dari aku. Meskipun aku menikmati tubuhnya, dia tidak pernah pamrih atas itu. Tapi, aku juga tahu diri dan tahu kebetuhannya, sehingga aku tidak segan-segan untuk memberikannya uang.

“Yang aku butuhkan dari Om itu cuma kasih sayang, kalau om kasih aku uang ya aku terima, yang penting aku tidak minta.” Itulah yang dikatakan Noni saat aku berikan dia uang. Sikapnya yang seperti itu membuat aku selalu kangen pada Noni.

Dua bulan berlalu, aku belum juga tahu kabar Noni. Ingin rasanya aku datang ke Bandung untuk menemuinya, sekalian ingin tahu bagaimana kabarnya. Ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Ditinggalkan pesan pun tidak pernah masuk pesannya. Itulah yang membuat aku khawatir.

Yosi kembali menemuiku bersama Maura. Kami kembali bertemu di Cafe di dekat kantor. Hanya saja kali ini Yosi membawa kabar buruk tentang Maura, “Om.. maaf, om bisa gak bantu Maura? Kasihan om Maura dia hamil.. Bisa Om?” tanya Yosi. Sementara Mauranya hanya berdiam diri.

“Ya Tuhan.. cobaan apa lagi ini?” Tanyaku dalam hati. Aku berusaha untuk bersikap tenang menghadapi Yosi dan Maura, aku tanyakan pada Maura, “Siapa yang menghamili kamu Maura?” tanyaku saat itu. “Cowok yang baru aku kenal di Club om.. “ Jawab Maura.

“Kok semudah itu kamu menyerahkan Kesucian kamu Maura? Tahu gitu sih kenapa kamu gak jadi pacar om aja?” tanyaku sambil berkelakar. “Om sih.. udah dikasih kesempatan gak dimanfaatkan, kan aku kenalin Maura sama om.” Timpal Yosi. Yosi benar, aku yang tidak bisa melihat peluang.

“Terus sekarang om harus gimana? Apa yang harus om lakukan untuk membantu Maura?” Aku ingin tahu apa yang diinginkan mereka terhadap aku. “Ya.. Om pacari Maura deh, biar dia punya teman yang bisa menjadi harapannya.” Ujar Yosi. Aku semakin aneh sama Yosi yang merupakan keponakan istriku.

“Okey Yosi.. tapi kamu harus bisa pegang rahasia ini, jangan sampai tante kamu tahu ya.” Kataku pada Yosi. “Aman om.. yang penting Maura tidak gugurkan kandungannya.” Ujar Yosi. Aku mengiyakan apa yang disampaikan Yosi, dan Maura begitu senang dengan jawabanku.

Aku tidak setiap hari bertemu Maura, dan aku tidak pernah tahu di mana dia tinggal. Beberapa kali bertemu dengannya saat aku jemput dia berada di tempat yang berbeda. Aku tanyakan hal itu pada Maura, “Sekarang kamu tinggal sama siapa Maura?” tanyaku ingin tahu.

“Kadang aku nginap di kosan teman om, itu berpindah-pindah dari satu teman ke teman lainnya.” Jawab Maura. Aku prihatin mendengar jawaban Maura, tapi aku juga tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membayarkan sewa kosan. Aku hanya bisa membantu Maura ala kadarnya.

Pada suatu pertemuan yang kesekian kalinya, saat kehamilannya juga sudah mulai kelihatan Maura tanyakan padaku, “Om gak tertarik ya sama Maura? Om cuma kasihan ya?” Tanya Maura. Aku bingung mau jawab apa pertanyaan Maura, aku hanya diam sambil menatap wajahnya.

Akhirnya aku jawab pertanyaannya, “Maura.. sejak awal om kenal kamu, om sudah tertarik sama kamu, hanya saja om gak bisa ungkapkan, om sayang sama kamu kok.” Jawabku. Maura kembali mencecarku dengan pertanyaan, dia tanya kenapa aku tidak pernah mau menidurinya dan tidur berdua dengannya.

Aku cuma bilang pada Maura kalau aku tidak ingin menambah penderitaannya. Maura tiba-tiba sedih dan berurai airmata, “Om tahu gak sih? Kalau Maura sangat ingin tidur sama Om, dan om peluk dengan penuh kasih sayang?”. Tanya Maura sambil terus menangis.

Karena saat itu kami ngobrolnya di sebuah Cafe, aku tidak berani untuk memeluk Maura. Aku takut ada yang menyaksikan pertemuanku dengan Maura. Untuk memenuhi keinginannya, akhirnya aku ajak Maura ke sebuah Hotel di daerah Jakarta Pusat. Aku check in terlebih dahulu, setelah itu Maura menyusul aku ke kamar.

Tidak lama setelah aku berada di kamar Maura datang mengetuk pintu. Begitu pintu aku buka Maura langsung memelukku, aku segera menutup pintu kamar. Rupanya Maura sudah tidak bisa menahan hasratnya, dia begitu agresif dan sangat bergairah, “Aku sudah lama menginginkan ini om..” Ujar Maura.

Aku sangat hati-hati memperlakukan Maura, aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan kehamilannya. Meskipun dia sangat agresif, aku tetap meresponnya dengan penuh kehati-hatian. Saat kami sudah sama-sama polos tanpa dibaluti sehelai kain pun, aku tertegun memandang tubuh Maura yang sedang hamil.

Aku tertegun sejenak memandang tubuh Maura yang kulitnya kuning langsat, tubuhnya begitu mulus, “Maura.. tubuh kamu indah sekali.” Ucapku. “Udah om.. jangan cuma diliatin dong, Maura udah pengen banget nih..” ucap Maura sambil menarik tubuhku yang masih terpana.

Aku biarkan Maura yang mengambil inisiatif dan aku hanya merespon serangannya. Aku sangat takut dengan kehamilannya, sehingga aku sangat hati-hati dalam memperlakukan Maura. Bibir dan tangan Maura sangat atraktif menjelajahi sekujur tubuhku, seakan tidak ada yang tersisa dilumatnya.

Pada sesi pertama persenggamaan kami, Maura sangat terpuaskan. Begitu juga aku yang sangat menikmati servis yang diberikan Maura. Ternyata Maura cukup berpengalaman meskipun baru pecah keperawanan. Aku lagi – lagi salah ekspektasi pada ABG, ternyata para ABG jam terbangnya tidak kalah denganku.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel