Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Bekerja

Gavinka menyeret koper kecilnya memasuki rumah yang jauh dari pagarnya, Gavinka harus melalui pemeriksaan yang ketat didepan sana, semua isi barang yang ia bawa di periksa. Ia menyusuri dan berjalan kaki menuju rumah utama. Ada pohon pinus dan pohon lainnya yang membawa kesejukan ketika Gavinka pertama kali masuk ke halaman rumah ini.

Satu kilo Gavinka berjalan menuju rumah utama, rumah yang lebih mirip istana di negeri dongeng, Gavinka terkejut ketika ia melihat rumah bak istana, rumah yang didominasi berwarna gold dengan pintu utama berpinggir emas menjulang tinggi.

Sampainya di samping mansion yang kini di jaga ketat oleh para bodyguard Gavinka membulatkan matanya penuh ketika ia hampir saja tertabrak oleh mobil lamborgini berwarna kuning, Semua bodyguard membungkukkan badan menghormati lelaki yang mengenakan pakaian casual dengan kacamata rayband ketika keluar dari mobil tersebut.

Gavinka menggeleng tak percaya dengan apa yang baru ia lihat, pangeran tampan yang ada dinegeri dongeng kini berada didepannya, Gavinka menundukkan kepala ketika melihat lelaki itu menoleh menatap wajahnya.

"Hei. Kamu sini," panggil seorang perempuan yang kini mengenakan seragam berwarna hitam dan celemek berwarna putih, seragam para maid yang menunjukkan siapa mereka di mansion ini. Sedangkan bodyguard pun mengenakan pakaian serba hitam dan pistol masing-masing di samping kiri.

Mendengar seseorang memanggilnya, Gavinka langsung berjalan menghampiri dipintu samping.

"Kamu maid baru, 'kan?" tanya perempuan itu.

"Iya," jawab Gavinka yang menyesali dirinya harus merasakan semua ini, karena ia adalah mahasiswi pintar di kampusnya, dan harus menghadapi semua ini. Menjadi maid dan mengubur impiannya menjadi pengusaha atau staf di perusahaan besar.

"Tunjukkan rasa hormatmu!" kata Maid itu.

Gavinka mengangguk dan menundukkan kepala menghormati.

"Ya sudah. Nyonya Laure memanggilmu," kata maid itu-maid yang bernama Ciona.

Gavinka berjalan menyusuri mansion dan ruangan yang ada disamping kanan, semuanya terlihat sempurna, hampir semua barang dan fasilitas di mansion ini berwarna gold berpadu dengan warna gorden yang menjulan tinggi dan beberapa lantai di atas sana, Gavinka hanya bisa menikmati waktunya melihat sekeliling dan sampai di sebuah ruangan.

Gavinka berhenti dan melihat beberapa maid berkumpul di.

"Kenapa kamu terlambat?" tanya maid lainnya.

"Maaf, saya-" Gavinka hendak mengatakan sesuatu.

"Masuk pertama bekerja malah terlambat," geleng lainnya.

"Ya sudah. Duduk di sini," kata Laure, memerintahkan Gavinka untuk duduk bergabung dengan maid lainnya yang berjumlah 5 orang. "Kalian semua siap tinggal di sini, dan bekerja dua puluh empat jam jika dibutuhkan?" tanya Laure.

"Siap, Nyonya," jawab semuanya di ikuti Gavinka.

"Baiklah. Apa yang dilakukan senior kalian, kalian harus ikuti dan pelajari dengan baik, jika keluarga ini datang, kita wajib memungkukkan badan serendah mungkin," kata Laure menjelaskan.

Semuanya mengangguk mengiyakan begitupun Gavinka.

"Bagikan," kata Laure pada maid yang berada disampingnya.

"Kalian bisa memanggilku dengan sebutan Naen," kata perempuan yang kini membagikan seragam pada semuanya.

Semuanya mengangguk mengiyakan.

***

Setelah mengenakan seragam maid, Gavinka merasa risih ketika rok yang ia kenakan agak pendek. Namun, inilah seragam kerjanya. Naen membagikan dua seragam kepada semua maid yang baru bekerja di sini hari ini, satu seragam berwarna hitam, satunya seragam berwarna merah yang biasa dikenakan dihari Jumat sampai minggu.

"Eh kamu, bawakan ini kepada Tuan Muda Ars," perintah Ciona yang bekerja sebagai seniornya dan yang akan membimbingnya.

"Baiklah," jawab Gavinka mengambil nampan yang berisi teko, satu cangkir kosong, dan sepiring cemilan sehat.

"Kamu tahu 'kan kamar Tuan Muda Ars?" tanya Ciona.

"Ada di lantai lima, kamar yang berada di pojok kanan," kata Gavinka.

"Bagus. Lakukan sekarang dan jangan melakukan kesalahan," kata Ciona. "Aku akan mengawasimu."

Gavinka mengangguk, namun tak tahu arah jalan karena rumah ini terlalu ribet menurutnya.

"Kenapa diam saja?" tanya Ciona.

"Saya tidak tahu jalan," jawab Gavinka.

"Di sini ada beberapa lift, tapi jangan pernah naik lift dibagian kanan, lift khusus pekerja disebelah kiri, bagian sini," kata Ciona menjelaskannya, membuat Gavinka mengangguk paham. "Jika kamu sudah paham dan mengerti, silahkan kerjakan sekarang. Jangan melakukan kesalahan. Tuan Ars sedang sakit, kamu tidak boleh menanyakan apa pun, antarkan saja ini dan keluar dari kamarnya setelah menaruhnya."

Gavinka lagi-lagi mengangguk.

Gavinka lalu berjalan menuju lift yang di jelaskan Ciona, ketika hendak masuk ke lift, Gavinka terus memperhatikan setiap sudut ruangan, semuanya terlalu sempurna, bahkan ia yang melihatnya sangat kagum, apalagi yang memiliki tempat ini. Sungguh matanya dimanjakan.

Lift terbuka, lift dengan pinggiran emas 24 karat. Luar biasa. Gavinka melihat sekeliling lift, lalu melihat dirinya didepan cermin besar. Gavinka tersenyum melihat bentuk tubuhnya yang begitu sempurna, apalagi kulit putihnya, andaikan ia mengurai rambutnya akan terlihat sempurna, namun semua maid diharuskan mengikat rambutnya rapi.

Sampainya dilantai 5, Gavinka melihat beberapa pintu kamar. Dan tertuju pada kamar yang ada dipojok kanan, Gavinka menghampiri pintu itu dan berdeham untuk memperbaiki suaranya juga penampilannya.

Gavinka mengetuknya pelan, namun tak ada yang menjawab, sekali lagi mengetuknya dan belum juga ada jawaban, Gavinka bersikukuh dengan pikirannya sendiri dan memilih masuk sendiri. Gavinka memutari gagang pintu dan terkejut ketika melihat seluruh ruangan yang begitu rapi, seluruh ruangan yang juga didominasi berwarna gold, semua ranjang dan nakas ada karatan emas.

Gavinka terus saja menyusuri setiap sudut kamar dengan matanya, dan lebih terkejut ketika melihat seseorang yang duduk dikursi roda, seorang lelaki yang kini duduk didepan dinding kamarnya seraya membaca buku.

Gavinka tak menyangka, ketika melihat lelaki tampan kini duduk dan tidak menoleh melihatnya. Lelaki itu fokus membaca buku yang kini ada diatas pahanya.

"Permisi, Tuan Muda Ars," ucap Gavinka. "Saya membawakan teh hangat dan cemilan."

Lelaki itu menoleh dan melihat Gavinka yang tak menyangka melihat dirinya duduk dikursi roda.

"Taruh saja di situ," jawab Ars-lelaki berusia 28 tahun.

Gavinka menaruhnya diatas meja bundar yang ada didekat kursi roda milik Ars. Gavinka sejenak menoleh menatap Ars yang tengah membaca buku.

"Wah, aku tahu buku ini, aku sudah membaca buku ini sampai seri ke empat, dan buku ini-" Gavinka membulatkan matanya penuh, ketika ia berbicara santai pada Ars, sedangkan Ciona mengingatkan bahwa ia tidak boleh melakukan kesalahan. "Maafkan saya, Tuan Muda," lirih Gavinka yang tak bisa menjaga omongannya dan memukul bibirnya pelan.

Ars tertawa kecil melihat tingkah Gavinka.

"Duduk di sini," kata Ars, mempersilahkan Gavinka duduk disampingnya.

"Jangan, Tuan, saya-"

"Silahkan duduk. Ini perintah," kata Ars, membuat Gavinka terpaksa duduk disamping lelaki itu, lelaki tampan yang harus duduk dikursi roda sepanjang waktu, yang tak bisa menjalani harinya seperti biasa, karena keterbatasan fisik.

"Maafkan saya, Tuan, saya-"

"Aku lebih senang kamu berbicara santai," kata Ars.

"Jangan, Tuan, bukan wewenang saya untuk berbicara santai pada Tuan Muda," jawab Gavinka.

"Tidak usah berlebihan, itu berlaku jika hanya ada kita berdua," sergah Ars, membuat Gavinka menundukkan kepala. "Apa benar kamu sudah membaca buku ini?"

Gavinka menganggukkan kepala. "Sudah, aku sudah membacanya sampai seri ke empat."

"Dari semua buku ini aku sudah memilikinya," kata Ars.

"Wah. Sampai seri ke 7?"

"Benar. Tapi saya baru membaca seri ke 2," jawab Ars, lagi, membuat Gavinka senang akhirnya mendapatkan teman. "Kamu membacanya dimana?"

"Aku membeli bukunya sampai seri ke 3 karena aku tidak mampu membelinya, aku jadi meminjam punya temanku dan membacanya sampai selesai," seru Gavinka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel