Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Langit yang Menyimpan Rahasia

Angela menatap kartu hitam itu untuk kesekian kalinya. Ia masih bisa merasakan aroma khas uang yang tersusun dalam buket yang dikirim Pieter sebelumnya. Pria itu selalu tahu bagaimana membuatnya terjebak dalam permainan. Namun kali ini, permainan apa yang sedang Pieter jalankan?

Seharusnya ia membuang kartu itu. Seharusnya ia tidak membiarkan dirinya terpengaruh. Tapi nyatanya, ia kini sudah duduk di kursi bandara, menunggu penerbangan menuju kota tempat Pieter terakhir kali menghubunginya.

Ketika Angela turun dari pesawat, udara dingin langsung menyapa kulitnya. Ia menarik mantel lebih rapat sebelum berjalan keluar terminal. Matanya segera menangkap seseorang yang berdiri di dekat mobil hitam yang tampak eksklusif.

"Angela," pria itu menyapanya. Ia bukan Pieter, tapi jelas dikirim oleh pria itu.

Angela hanya mengangguk. Tanpa banyak bicara, ia masuk ke dalam mobil dan membiarkan pria itu membawanya ke tujuan yang sudah ditentukan.

Angela tidak terkejut saat mobil berhenti di bandara pribadi. Ia sudah menduga Pieter tidak akan menunggunya di tempat biasa.

Langkahnya mantap saat ia turun dan melihat sebuah jet pribadi berkilau di bawah lampu landasan. Dan di dekat tangga pesawat, berdiri Pieter—dengan seragam pilot yang pas di tubuhnya, lencana di dadanya berkilau di bawah lampu.

"Selamat datang, Angela," Pieter menyapa, matanya meneliti setiap ekspresi di wajahnya.

Angela menyilangkan tangan. "Apa ini semua bagian dari permainanmu?"

Pieter tersenyum miring, melangkah mendekat. "Mungkin. Tapi kau datang, bukan?"

Angela mendengus, tapi tidak menyangkal. Pieter terlalu memikat, terlalu penuh misteri untuk diabaikan begitu saja.

"Ke mana kita akan pergi?" tanyanya akhirnya.

Pieter menatapnya lama sebelum menjawab, "Tempat di mana aku bisa menunjukkan siapa aku sebenarnya."

Tanpa banyak pilihan, Angela mengikuti Pieter menaiki jet. Pintu pesawat tertutup, mesin mulai menderu, dan sebelum ia menyadarinya, mereka sudah melayang di atas awan.

Angela duduk di kursi kulit mewah, memperhatikan Pieter yang kini ada di kokpit, tangannya mengendalikan pesawat dengan percaya diri. Ada sesuatu yang berbeda saat melihatnya seperti ini—lebih dari sekadar pria yang bermain dengan kata-kata dan sentuhan. Pieter di balik kemudi adalah seseorang yang lain.

Saat ia kembali ke kabin, Pieter melepaskan topi pilotnya dan duduk di hadapannya.

"Kenapa aku di sini, Pieter?"

Pria itu menyandarkan tubuhnya, menatapnya dengan penuh ketenangan. "Karena aku ingin kau melihat duniaku, Angela. Bukan hanya sisi yang kau pikir kau tahu, tapi yang sebenarnya."

Angela menatap keluar jendela, melihat langit luas yang membentang tanpa batas. Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuat dadanya berdebar.

"Dan jika aku memutuskan untuk tidak ingin tahu?" tantangnya.

Pieter tersenyum tipis. "Maka aku akan membiarkanmu pergi. Tapi aku tahu kau tidak akan melakukannya."

Angela menggigit bibirnya. Ia benci mengakui bahwa Pieter mungkin benar. Karena semakin tinggi pesawat ini terbang, semakin jauh ia tenggelam dalam misteri pria itu.

Dan ia tidak yakin apakah ia ingin menemukan jalan keluar.

Malam masih panjang, dan langit menyimpan lebih banyak rahasia.

Pesawat terbang dengan kecepatan yang stabil, menghanyutkan Angela dalam keheningan yang aneh. Luar biasa bagaimana seorang pria seperti Pieter bisa begitu menguasai situasi. Bahkan saat di kokpit, meski terlihat sangat profesional, ada sesuatu yang hampir... memikat dalam cara dia bergerak. Semua itu, bagi Angela, seolah sebuah pertanyaan yang belum terjawab. Apa sebenarnya yang membuatnya begitu tertarik?

Pieter kembali ke kabin, duduk di hadapan Angela yang kini terlihat lebih gelisah.

"Apakah ini bagian dari 'permainan' yang kau maksud?" Angela bertanya, berusaha untuk tetap terdengar tenang, meskipun ada ketegangan di antara mereka.

Pieter menyandarkan punggungnya ke kursi, menatapnya dengan tatapan yang terlalu sulit untuk dibaca. "Semuanya, Angela. Ini permainan, tapi juga lebih dari itu."

Angela menyilangkan tangan di depan dada, matanya menilai setiap inci tubuh pria di depannya. Ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih—lebih gelap, lebih mendalam. "Apa kau yakin itu benar-benar yang kau inginkan? Mengundangku ke sini... bersama dengan semua ini."

Pieter hanya tersenyum, sebuah senyum yang membuat Angela semakin bingung. "Aku tidak memaksamu untuk datang, kau tahu. Ini pilihanmu. Tapi seperti yang aku katakan tadi, aku ingin kau melihat sisi lain dari dunia ini."

Angela mendengus, matanya tidak bisa lepas dari Pieter. "Sisi lain dari dunia ini? Apa itu, Pieter? Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"

Pieter terdiam sejenak, lalu berjalan mendekat, perlahan-lahan. "Aku ingin tahu seberapa jauh kau bersedia melangkah, Angela. Kau selalu menyembunyikan dirimu, menjaga jarak. Aku hanya ingin tahu apakah kau bisa berhenti bersembunyi."

"Berhenti bersembunyi?" Angela mengulang kata-kata itu, matanya sedikit menyipit. "Kau bicara seolah aku punya banyak pilihan."

"Kadang kita tidak punya banyak pilihan, tapi kita selalu punya kesempatan untuk memilih apa yang kita inginkan." Pieter menjawab, matanya tetap menatap tajam. "Dan aku rasa kau mulai ingin tahu lebih banyak tentangku, bukan?"

Angela merasakan getaran yang tidak bisa ia jelaskan. Mungkin ini yang Pieter inginkan dan menguji batasan dirinya, mendorongnya untuk menghadapi sisi yang ia takuti. Tapi untuk pertama kalinya, Angela tidak merasa takut. Ia merasa... tertantang.

Tanpa memberi jawaban, Angela berdiri dan berjalan menuju jendela pesawat. Pemandangan langit malam begitu luas, bintang-bintang berkerlap-kerlip di kejauhan. Sungguh, seolah dunia ini adalah tempat yang jauh dari kenyataan, tempat di mana segala hal bisa terjadi.

Pieter ikut berdiri dan mendekat. "Aku tahu kau ingin lebih, Angela."

Angela menoleh ke arahnya, matanya bertemu dengan mata Pieter. "Aku ingin lebih dari apa, Pieter?"

"Lebih dari sekadar permainan ini." Pieter menjawab, langkahnya semakin dekat. "Aku ingin tahu apakah kau bisa memaafkan dirimu sendiri untuk mencari lebih."

Sebuah ketegangan baru muncul di udara antara mereka. Angela bisa merasakan bahwa Pieter bukan hanya sekadar pria yang ia lihat di depan matanya—dia lebih dari itu. Terkadang, seseorang bisa mempengaruhi pikiran kita tanpa harus mengatakan banyak.

Angela menarik napas dalam-dalam. "Kau tahu, ini lebih dari yang bisa kuhadapi."

"Tidak juga." Pieter berbalik dan kembali ke kursinya, tetap dengan ekspresi yang sulit dipahami. "Kau hanya perlu menerima kenyataan bahwa ini adalah permainan yang kita pilih untuk dimainkan. Aku ingin tahu seberapa jauh kau akan melangkah."

Angela duduk kembali, matanya mulai berkelana, tidak tahu apa yang harus ia rasakan. Cinta, ketertarikan, atau mungkin hanya rasa ingin tahu yang semakin mendalam. Tapi satu hal yang pasti jika ia tidak bisa keluar dari permainan ini. Pieter sudah terlalu jauh membawanya, dan mungkin, hanya mungkin... ia sudah terlalu terikat.

Seiring pesawat melanjutkan perjalanannya, Angela menyadari satu hal yang semakin mengganggunya. Mungkin selama ini ia sudah terlalu berhati-hati, terlalu banyak mempertimbangkan setiap langkahnya. Tapi dengan Pieter, ia merasa seolah dunia ini adalah tempat yang benar-benar baru, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya yang sesungguhnya, meski itu berarti menembus batas-batas yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dan mungkin itu yang Pieter inginkan, untuk melihat apakah Angela cukup berani untuk melangkah lebih jauh dari batas-batas yang selama ini ia tetapkan untuk dirinya sendiri.

Pesawat melaju semakin tinggi, dan tak ada yang bisa menebak apa yang akan datang berikutnya.

Saat pesawat melaju semakin jauh, Angela merasakan kegelisahan yang semakin mendalam. Ia memandang Pieter, yang kini duduk dengan tenang, tampak begitu mudah menguasai situasi. Namun ada sesuatu di dalam diri Angela yang mulai berontak—apakah ia hanya bagian dari permainan besar yang dirancang Pieter, ataukah ini lebih dari sekadar sebuah uji coba? Sesuatu dalam dirinya ingin bertanya lebih banyak, ingin menggali lebih dalam. Tapi ia tahu, semakin banyak ia bertanya, semakin jauh ia terjerat dalam jaring yang tidak bisa ia lepaskan.

"Pieter," suara Angela hampir berbisik, tetapi Pieter menoleh, seolah sudah menunggu kalimat berikutnya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?" Pertanyaan itu meluncur keluar, lebih keras dari yang ia duga. Hatinya berdegup kencang, dan ia bisa merasakan atmosfer antara mereka berubah menjadi lebih intens. Ia tahu, dengan pertanyaan ini, ia tidak akan pernah kembali ke titik yang sama. Ia sudah terlalu dalam terjebak dalam dunia Pieter, apapun itu.

Pieter tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum tipis, senyum yang tak lagi bisa Angela tafsirkan. Lalu, dengan penuh ketenangan, ia bangkit dan berjalan menuju jendela pesawat. "Kau akan tahu, Angela," ujarnya pelan, suaranya penuh teka-teki. "Semua ini ada alasan. Tapi apakah kau siap untuk tahu apa yang sebenarnya sedang aku bangun?" Jawaban itu hanya menambah kabut misteri yang menutupi semuanya. Angela merasa semakin terjebak, dan meskipun ada rasa takut yang menggelora, ada juga dorongan yang tak bisa ia cegah yakni untuk terus maju, untuk mencari tahu, meski itu berarti ia akan menembus batas-batas yang selama ini ia bangun untuk melindungi dirinya.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel