
Ringkasan
Seorang pilot tampan, terlampau sibuk dengan kariernya sampai tak memiliki kekasih, sehingga suatu hari, ia terdesak oleh keinginan keluarganya, mencari wanita dalam semalam untuk ia sewa sebagai kekasih, disaat itulah, Pilot yang bernama Pieter Wadu, menjebak Angela Lee, gadis bar. Menandatangani kontrak bersama dirinya.
Awal perkenalan
Dari ketinggian lantai tujuh, ada sebuah bar mewah, yang terdengar suara dentuman musik bercampur dengan tawa orang-orang yang bersulang dalam kebisingan malam. Di sudut ruangan, seorang pria duduk dengan tenang, menyesap scotch di tangannya. Pieter Wadu, seorang kapten pilot yang tampan dan penuh misteri, mengamati sekeliling dengan tatapan tajam.
Dia bukan pria yang sering mengunjungi bar. Dunianya ada di langit, di antara awan dan suara mesin jet yang menderu. Namun, malam ini berbeda. Malam ini, dia punya tujuan.
Dan saat itu terjadi. Seorang wanita melangkah masuk, menarik perhatian hampir semua pria di ruangan. Gaun merahnya melekat sempurna di tubuhnya, rambut cokelatnya tergerai seperti ombak yang menggoda. Angela Lee. Wanita yang selama ini hanya dia dengar lewat rumor dan cerita rekan-rekannya.
Angela bukan sekadar gadis bar. Dia punya rahasia. Rahasia yang bisa menghancurkan orang yang salah, atau menyelamatkan orang yang tepat.
Pieter menyesap minumannya lagi, senyumnya samar. Malam ini, dialah yang akan menjebaknya. Atau mungkin… dialah yang akan terjebak?
Angela melangkah anggun ke bar, tatapannya menyapu ruangan, mencari seseorang—atau sesuatu. Pieter Wadu sudah lebih dulu mengamatinya. Wanita itu bukan sekadar pelayan bar biasa. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, sesuatu dalam matanya yang menyiratkan bahwa dia lebih dari sekadar gadis cantik yang mencari kesenangan malam.
Pieter menunggu hingga Angela duduk di kursi tinggi dekat bar. Kemudian, dengan penuh percaya diri, dia bangkit dari sofanya dan berjalan ke arahnya.
"Scotch, neat." Suara Pieter terdengar berat dan jelas ketika dia memesan minuman tepat di sebelah Angela. Wanita itu melirik sekilas, lalu tersenyum tipis.
"Bukan pilihan yang buruk," Angela berkata, menyesap margarita di tangannya.
"Dan bukan wanita biasa yang bisa menilai selera minuman seseorang," Pieter membalas dengan nada santai.
Angela tersenyum, tapi ada kewaspadaan dalam matanya. Ini bukan pria sembarangan. Dari jasnya yang mahal, postur tubuhnya yang tegap, hingga cara dia berbicara, Angela bisa merasakan bahwa pria ini bukan hanya sekadar pengunjung yang mampir untuk menikmati malam.
"Jadi, kau sering ke sini?" tanya Angela, mengaduk minumannya pelan.
Pieter tersenyum. "Cukup sering untuk tahu siapa yang baru di sini."
Angela menahan napas sejenak. Dia tahu ini adalah permainan. Permainan antara dua orang yang menyembunyikan sesuatu. Tapi apa yang diinginkan pria ini darinya?
Pieter mendekat sedikit, menurunkan suaranya. "Aku tahu siapa kau, Angela."
Matanya menegang. Tangannya yang memegang gelas hampir tak terlihat bergetar.
"Dan aku tahu rahasiamu."
Angela memasang senyum tipis untuk menyembunyikan keterkejutannya. Namun, dalam hatinya, alarm bahaya sudah berbunyi.
Siapa sebenarnya pria ini?
Dan yang lebih penting… apa yang dia inginkan darinya?
Angela Lee bukan tipe wanita yang mudah terkejut. Hidupnya selalu dipenuhi permainan, kebohongan, dan tipu daya. Tapi malam ini, seorang pria yang baru ditemuinya tiba-tiba menyebutkan kata rahasia—dan itu cukup untuk membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Dia menyesap margarita-nya perlahan, berusaha mengendalikan diri. Tatapan tajam Pieter Wadu tak lepas darinya, penuh percaya diri seakan telah memenangkan permainan sebelum Angela sempat memulainya.
"Menarik," Angela akhirnya berbicara, menatap pria itu dengan mata penuh teka-teki. "Kalau kau tahu rahasiaku, kenapa kau ada di sini? Apa yang kau inginkan?"
Pieter tersenyum samar. Dia tidak terburu-buru menjawab. Sebagai pilot, dia terbiasa menunggu momen yang tepat untuk bertindak. Sama seperti menerbangkan pesawat dalam turbulensi, dia harus memastikan setiap langkahnya presisi.
"Sederhana saja," Pieter berkata akhirnya, jari-jarinya mengetuk pelan gelas di depannya. "Aku ingin bekerja sama denganmu."
Angela tertawa kecil, meski matanya tetap waspada. "Bekerja sama? Dengan seorang pilot?"
Pieter tidak terganggu oleh nada mengejek itu. Dia hanya tersenyum, lalu menyandarkan punggungnya dengan santai ke kursi bar.
"Aku tahu, jika kau lebih dari sekadar gadis bar biasa, maksudku.... lebih istimewa," ujar Pieter sambil melirik ke Angela.
Membuat senyuman Angela sedikit memudar. Wanita itu mulai merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya. Malam yang awalnya terasa biasa kini berubah menjadi permainan yang lebih besar daripada yang dia duga.
Dia menatap Pieter, mencoba mencari celah di balik ketenangan pria itu. Tapi yang dia temukan hanyalah mata seorang pria yang sudah siap menghadapi apa pun.
Entah kenapa, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Angela merasa seolah dialah yang sedang dijebak.
"Ah sial," celetuk Angela.
Ia kini menatap Pieter dengan tatapan penuh curiga, merasa ada yang aneh dengan pria ini. Di matanya, ada ketenangan yang tak biasa, seolah-olah dia sudah merencanakan semuanya. Pria ini bukan sekadar pilot yang sedang menikmati malam, dan Angela tahu itu.
Pieter tersenyum tipis, tampak seolah tak terburu-buru. Dia menyesap scotch-nya perlahan, seolah menikmati momen ini.
"Kau tahu, Angela," katanya akhirnya, suara lembut tapi penuh percaya diri, "Aku biasanya tidak banyak bicara soal pekerjaan. Tapi aku ingin kau tahu satu hal. Aku ingin menawarkan sesuatu padamu."
Angela mengangkat alis. "Apa yang kau maksud?" tanyanya, mencoba mempertahankan sikap dingin.
Pieter memiringkan kepala, wajahnya semakin mendekat, seakan ingin memastikan tak ada orang yang mendengar percakapan mereka. "Aku seorang pilot, benar. Tapi aku juga seorang pria yang membutuhkan teman, atau lebih tepatnya, seseorang yang bisa aku andalkan."
Angela mulai merasa ketegangan meningkat. Ada sesuatu yang tidak beres dengan kata-kata Pieter. Pria ini seperti sedang mencari celah untuk mengatakan sesuatu yang lebih gelap.
"Kau mungkin tidak tahu, tapi dunia penerbangan itu tidak sesederhana yang orang pikirkan," lanjut Pieter, matanya masih tajam menatapnya. "Terkadang, seorang pria seperti aku membutuhkan seseorang untuk menemani perjalanan panjang, seseorang yang mengerti betul apa artinya hidup di dunia yang penuh tekanan. Dan seseorang seperti kau, Angela, memiliki semua yang aku butuhkan."
Senyum Angela terkembang samar, meskipun ada sedikit kekhawatiran. "Maksudmu aku?" tanyanya, suaranya mencampur antara penasaran dan geli.
Pieter mengangguk, kemudian meletakkan gelasnya dengan hati-hati di atas meja. "Aku ingin menyewa seseorang untuk jadi kekasih bayaran. Seseorang yang tidak hanya sekadar menemani, tapi juga mengerti betul bagaimana menjalani hidup seperti aku. Dan menurutku, kau adalah orang yang tepat."
Angela membeku. Ini jauh lebih buruk dari yang dia kira. Tawaran itu bukan sekadar obrolan ringan, ini serius. Dan yang lebih mengejutkan, dia bisa merasakan bahwa Pieter tidak berbicara hanya tentang seks atau kesenangan semata. Ini lebih dari itu. Ini tentang pengendalian, tentang kekuasaan, dan yang terpenting adalah uang.
Dia mencoba menyembunyikan keterkejutannya, tapi tak bisa menahan senyum sarkastik yang muncul. "Kekasih bayaran?" Angela mengulang kata-kata itu, seolah mencari konfirmasi lebih lanjut. "Kau serius?"
Pieter tidak menunjukkan tanda-tanda bersikap defensif. "Serius. Aku butuh seseorang yang bisa aku ajak berbicara, seseorang yang mengerti kehidupan ini tanpa banyak bertanya. Aku akan membayar mu, tentu saja. Banyak. Lebih dari yang pernah kau dapatkan dari siapa pun."
Angela tertawa kecil, tapi matanya tak pernah lepas dari Pieter. Dia merasa semakin aneh dengan pertemuan ini. Ada sesuatu yang aneh dengan tawaran itu—sesuatu yang menjebaknya dalam cara yang tak dia duga.
"Kau pikir aku ini apa, Pieter?" tanya Angela dengan nada datar, meski di dalam hatinya ada kebingungan. "Cuma gadis yang bisa dibeli dengan uang?"
Pieter memandangnya tanpa ekspresi. "Aku pikir kau lebih dari itu, Angela. Aku tahu kau bukan orang yang mudah terjebak dalam janji-janji manis. Tapi jika kau ingin hidup dengan cara yang berbeda, dengan kebebasan yang sejati, maka kau harus bisa menerima tawaran ini."
Angela merasakan suasana di sekitarnya semakin berat. Dia tahu dia berada di persimpangan jalan, dan dia harus memutuskan sesuatu yang besar. Tawaran Pieter adalah kesempatan untuk keluar dari kehidupannya yang monoton, dari dunia yang selalu menuntutnya untuk lebih, untuk tampil lebih. Tapi di sisi lain, dia juga tahu apa artinya menerima tawaran itu.
Apakah dia siap untuk menjadi bagian dari dunia gelap yang disarankan Pieter? Atau apakah dia akan menolaknya dan mencari cara lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa terjebak dalam cengkraman pria ini?
Pikiran Angela berputar cepat, dan dengan suara rendah, dia akhirnya berbicara. "Kau pikir aku akan langsung menerima tawaran itu begitu saja? Kau salah besar, Pieter."
Pieter tetap diam, hanya menatapnya dengan mata tajam. "Aku tahu. Tapi aku yakin, pada akhirnya, kau akan mempertimbangkan semua yang aku tawarkan."
Angela menunduk, berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya yang penuh kebingungan. Dia tahu ini bukan akhir dari percakapan mereka, justru mungkin baru saja dimulai. Dan entah bagaimana, dia merasa Pieter telah memulai permainan yang sangat besar, dimana dirinya adalah pion utama.
"Apa sang pilot didepanku ini akan menjebak ku dikemudian hari?" gumam Angela.
**
