Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CHAPTER 2. UNINVITED THOUGHTS

"A man like me doesn’t hesitate. But why the hell can’t I stop thinking about her?"

Kevin Blackwood tidak suka kehilangan kendali.

Lebih dari itu—dia tidak pernah kehilangan kendali.

Tapi malam ini terasa berbeda.

Sialnya, semua karena seorang gadis.

Kevin duduk di balik meja kantornya yang luas memutar whiskey dalam gelas kristal, menatap cairan keemasan itu dengan ekspresi dingin. Seharusnya ini hanya peringatan biasa—bertemu, mengancam, lalu selesai.

Tapi Seraphina Castillio tidak bereaksi seperti yang dia harapkan.

Tidak ada ketakutan. Tidak ada kepasrahan.

Yang ada hanya tatapan penuh api, sesuatu yang seharusnya tidak mungkin ada dalam diri seseorang yang berhadapan dengannya.

Kevin mengepalkan rahangnya.

Sialan.

Dia tidak suka ini.

Gadis itu seharusnya menjadi gangguan sementara. Tidak lebih.

Namun sekarang, pikirannya terus kembali ke satu hal—

Mata Seraphina.

Dia mendengus pelan, meletakkan gelasnya dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. Hening.

Lalu—

Pintu ruangan terbuka.

Jonas, tangan kanannya, masuk dengan ekspresi serius.

"Bos, ada laporan terbaru."

Kevin menoleh, ekspresinya tetap datar.

"Tentang apa?"

Jonas ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Tentang Castillio. Lebih spesifiknya… tentang Seraphina."

Kevin diam.

Mata elangnya sedikit menyipit, tapi ekspresinya tetap terkendali.

"Teruskan."

Jonas menggeser sebuah amplop cokelat ke atas meja. "Kami menemukan sesuatu yang menarik. Gadis itu tidak sepolos yang kita kira."

Menarik.

Kevin mengambil amplop itu, membukanya dengan santai.

Lembar demi lembar dokumen berisi informasi tentang Seraphina Castillio tersebar di hadapannya.

Riwayat keluarga.

Catatan akademik.

Aktivitasnya…

Bahkan sesuatu yang tidak banyak orang tahu.

Kevin membaca dalam diam.

Lalu—sebuah senyum tipis terbentuk di sudut bibirnya.

Gadis itu bukan hanya bermain api.

Dia sudah berada di tengah-tengah kobaran tanpa menyadarinya.

Kevin menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk permukaan meja kayu mahoni.

Pikirannya bekerja cepat—menyusun kemungkinan, menimbang langkah berikutnya.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia tertarik.

Bukan hanya karena Seraphina berani masuk ke wilayahnya, tetapi karena ia ingin tahu—

"Seraphina Castillio… Apa sebenarnya yang kau rencanakan?"

Kevin masih menatap lembaran di hadapannya. Jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme yang nyaris tak terdengar.

Seraphina Castillio.

Nama itu seharusnya tidak berarti apa pun baginya.

Namun sekarang, dia mulai penasaran.

Dia membaca lebih dalam.

Keluarga Castillio…

Bisnis mereka bukan hal asing baginya. Di permukaan, mereka tampak seperti sekumpulan aristokrat yang menjalankan kerajaan properti dan perhotelan.

Tapi Kevin tahu lebih baik dari itu.

Di balik semua kemewahan dan nama baik yang mereka pertahankan, ada sesuatu yang lebih kotor.

Jonas membersihkan tenggorokannya, mencoba menarik perhatian Kevin yang tampak tenggelam dalam pikirannya. "Bos, menurutku gadis itu lebih dari sekadar pewaris Castillio."

Kevin akhirnya menoleh, ekspresinya tetap datar.

"Kenapa?"

Jonas menggeser dokumen lain.

"Kami menemukan beberapa aktivitas mencurigakan. Dia bukan hanya duduk manis di balik meja seperti kebanyakan anak orang kaya."

Kevin mengambil dokumen itu.

Catatan perjalanan.

Transaksi yang tidak biasa.

Koneksi dengan orang-orang yang seharusnya tidak ia kenal.

Matanya bergerak cepat membaca tiap detail.

Gadis ini bukan hanya berani. Dia bisa menjadi masalah.

Atau… mungkin lebih dari itu.

Kevin melemparkan dokumen ke meja.

"Apa yang kita tahu tentang tujuannya?"

Jonas menggeleng. "Belum jelas. Tapi dia tidak sekadar gadis kaya yang terjebak dalam permainan orang tuanya."

Kevin mendesah pelan, lalu meraih kembali gelas whiskey-nya. Dia memutarnya perlahan sebelum menyesap sedikit.

Di kepalanya, sebuah rencana mulai terbentuk.

Jika Seraphina Castillio bukan sekadar pion, maka ada dua kemungkinan:

Dia bisa menjadi ancaman.

Atau menjadi sekutu.

Dan Kevin tidak suka membiarkan sesuatu berada di luar kendalinya.

"Selidiki lebih dalam," perintahnya akhirnya. "Aku ingin tahu segala sesuatu tentangnya."

Jonas mengangguk. "Baik, Bos."

Kevin menatap whiskey-nya sekali lagi, tapi kini pikirannya tidak lagi tertuju pada minuman itu.

Seraphina Castillio…

Apa pun yang dia rencanakan, Kevin akan mengetahuinya.

Dan jika gadis itu bermain terlalu dekat dengan api…

Maka dialah yang akan menentukan apakah Seraphina akan terbakar, atau justru ikut menyalakan kobaran itu.

.

.

.

Malam semakin larut, tetapi Kevin belum berniat pergi dari kantornya.

Sebuah pemikiran mengganggunya.

Seraphina Castillio.

Namanya terasa seperti serpihan kaca yang menempel di pikirannya—kecil, tajam, dan mustahil diabaikan.

Dia menarik napas perlahan, kembali membaca dokumen yang baru diterimanya. Ada sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya. Sebuah celah dalam cerita gadis itu.

"Lihat ini." Kevin melontarkan selembar kertas ke arah Jonas, yang segera menangkapnya.

Jonas membaca cepat, dahinya berkerut. “Dia melakukan perjalanan ke Praha bulan lalu. Sendirian.”

"Dan itu bukan bagian dari urusan keluarganya." Ucap Kevin.

Jonas mengangguk, wajahnya mulai serius. "Dia ada di sana selama empat hari, tapi jejak aktivitasnya hampir tidak ada."

Kevin menyandarkan punggungnya ke kursi, jemarinya mengetuk meja kayu dengan ritme pelan. "Tidak ada yang bisa menghilangkan jejak tanpa alasan."

Jonas ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Kami punya sumber yang mengatakan dia menemui seseorang di sana. Tapi identitasnya belum jelas."

Diam.

Ruangan terasa sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan.

Kevin tahu ini bukan kebetulan.

Gadis itu bukan hanya seorang pewaris kaya yang kebetulan keras kepala. Dia sedang memainkan permainan yang lebih besar.

Dan itu membuatnya semakin menarik.

Kevin mendesah, lalu bangkit dari kursinya, melangkah menuju jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota di bawahnya. Lampu-lampu gedung menyala, seperti jaringan kehidupan yang tak pernah tidur.

"Siapkan mobil."

Jonas menatapnya, sedikit terkejut. "Sekarang?"

"Ya."

Kevin memutar gelas whiskey di tangannya sebelum meletakkannya di meja dengan pelan. Gadis itu telah menarik perhatiannya terlalu jauh untuk diabaikan.

Saatnya menemuinya langsung.

.

.

.

Seraphina duduk di bar lantai atas sebuah klub eksklusif, menyesap martini dengan santai. Matanya mengamati ruangan, membaca situasi.

Dia tahu seseorang mengawasinya.

Bukan sesuatu yang baru baginya, tapi malam ini terasa berbeda.

Terlalu sunyi. Terlalu terkendali.

Lalu, dia merasakannya.

Bukan hanya tatapan biasa.

Bukan sekadar pengawasan santai.

Aura seseorang yang berbahaya.

Seraphina melirik ke cermin di balik bar, dan di sanalah dia melihatnya.

Kevin Blackwood.

Berdiri tegak di ambang pintu, mengenakan setelan hitam yang membentuk siluetnya dengan sempurna. Mata dinginnya tertuju langsung padanya, seperti elang yang telah menemukan buruannya.

Denyut nadinya sedikit naik.

Sial.

Seraphina mengangkat martini-nya, tetap menjaga ekspresi tenang. Jika Kevin ada di sini, itu berarti dia sudah mengetahui sesuatu.

Dan itu bisa sangat berbahaya.

Kevin berjalan mendekat dengan langkah santai, seolah memiliki seluruh ruangan ini.

Para pengunjung lain secara naluriah memberi jalan tanpa sadar. Seolah gravitasi ruangan berubah saat dia lewat.

Seraphina tidak beranjak.

Kevin berhenti tepat di depannya, menatapnya dalam-dalam sebelum berbicara.

"Aku ingin tahu satu hal, Seraphina."

Gadis itu menaikkan alisnya, pura-pura acuh. "Hanya satu?"

Kevin menyeringai tipis, tapi matanya tetap tajam. "Untuk sekarang."

Dia duduk di kursi kosong di sebelahnya, meletakkan kedua tangannya di meja. Gerakannya terkendali, tapi mengancam.

Seraphina menyesap minumannya sebelum akhirnya menatapnya. "Lalu? Apa yang begitu menarik dari seorang Castillio sepertiku?"

Kevin bersandar sedikit, menyilangkan kakinya dengan santai. "Aku ingin tahu… apa yang kau lakukan di Praha bulan lalu?"

Dunia seakan berhenti sejenak.

Namun, Seraphina hanya tersenyum. "Oh?" Dia memiringkan kepalanya, berpura-pura berpikir. "Liburan. Kau tahu, bersantai."

Kevin tertawa kecil, tetapi tidak ada kebahagiaan dalam suaranya.

"Jangan bermain denganku, Seraphina." Matanya menyipit sedikit. "Aku tahu kau tidak suka hal-hal yang ‘santai’."

Seraphina mempertahankan senyumnya, tetapi Kevin melihat sesuatu di matanya.

Sebuah kilatan peringatan.

Dan itu membuatnya semakin penasaran.

"Kalau begitu," kata gadis itu akhirnya, sambil meletakkan gelasnya dengan pelan, "Kenapa kau begitu tertarik padaku, Mr. Blackwood?"

Kevin tersenyum tipis. "Karena aku tidak suka kejutan."

Seraphina menatapnya, lalu menyandarkan tubuhnya dengan santai. "Sayang sekali. Aku adalah kejutan yang tidak bisa kau hindari."

Mata Kevin menggelap sedikit.

Permainan baru saja dimulai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel