Bab 12 : Godaan Nyata
Hati Kintari sungguh berantakan. Dia tidak bisa menghubungi Tara. Ya, wajar saja Tara sedang bekerja dan Kintari terbiasa dihubungi lebih dulu oleh Tara. Tara akan menghubunginya saat selesai penerbangan atau ketika baru sampai hotel.
Andai saja hatinya tidak gelisah, Kintari tentu tidak akan sefrustasi sekarang ini. Kintari selalu mengerti dengan kesibukan dan pekerjaan Tara. Dia tidak pernah rewel untuk selalu dihubungi, tapi ada satu masalah saat ini. Tidak bisa dibohonginya, pertemuannya dengan Makala membuat hatinya goyah. Membuat album yang sudah dia tutup rapat, kembali terbuka.
Cukup lama hanya memandangi handphonenya, tiba-tiba ada pesan masuk dari salah satu mahasiswanya menanyakan mengenai bimbingan selanjutnya. Kintari menepuk jidatnya, hampir dia lupa besok pagi harus memberikan bimbingan karena siangnya Kintari ada jadwal mengajar.
Terlalu sibuk mikirin percintaan, keluhnya sendiri.
Jarinya dengan lihai mengetikkan balasan untuk mahasiswanya, sampai tiba-tiba suara kakaknya berteriak masuk ke telinga dan mengagetkannya. "Turun, mamah buat kue pake resep baru tuh. Gue gak mau jadi korban sendirian. Gak lupa kan perjanjian rahasia kita."
Untung bukan perkara tadi masuk rumah sambil nangis bombay.
Kintari memutar mata jengah, mengingat bagaimana dia, kakaknya dan papahnya bertemu rahasia di kamar Kintari kemudian mengadakan perjanjian rahasia. Terlihat konyol memang, tapi percayalah isi perjanjian itu sungguh lah mulia.
"Ngapain sih pah harus kayak gini?." Keluh Kintari yang melihat tingkah Raffa meminta agar pertemuan ini tidak diketahui Corina dan jangan banyak berisik. Raffa sebagai ayah memang tidak banyak bicara seperti Corina, tapi kesamaan mereka adalah sering melakukan hal absurd.
"Papah mau kita sebagai keluarga harus solid dan saling membantu. Jadi kalau mamah sudah selesai kelas memasak dan mencoba resep baru, aturannya jika satu diantara kita mencoba maka kita semua harus mencoba juga."
Kintari dan Atala memutar mata, bisa saja papah ini bikin kata-kata yang bagus padahal intinya "papah gak mau menderita sendirian jadi kelinci percobaan."
"Lho kok gitu sih pah?, kalau papah aja yang disuruh ya udah papah aja." Protes Atala.
Raffa dengan gaya khasnya yang dingin, namun mampu membuat anak-anak dan juga istrinya takut itu berbicara santai. "Bukankah kita keluarga?. Dan dibalik ibu yang pintar memasak ada keluarga di belakangnya yang mencoba puluhan kali?."
Tidak ada pilihan selain mengangguk lemah. "Oke kalau begitu. Jika ada yang melanggar aturan, maka harus membersihkan rumah tanpa dibantu Bi Nah. Kita keluarga dan ingat mamahmu melahirkan dan berusaha sangat keras untuk kita semua. Jadi kita juga harus berusaha untuknya."
SEKAKMAT !!!
Jika sudah itu yang dikatakan Raffa yaitu mengenai keluarga dan perempuan yang melahirkan mereka, maka Atala dan Kintari tak punya pilihan lain. Seperti saat ini Kintari sudah berada di dapur bersama Atala yang mencicipi kue kacang buatan mamah. Tidak ada pilihan lain. Padahal hatinya gak karuan.
Hati aja gak karuan apalagi lidah.
"Mah, itu satu toples buat siapa?. Papah?." Kintari bertanya malas melihat Corina sedang menyusun kue kacang di toples tinggi. Corina mengangguk sambil tersenyum dengan lebar.
Atala menahan tawanya, begitupun dengan Kintari.
"Ayo coba, enak lho."
"Sedikit lebih enak dari minggu lalu lah, walaupun masih agak keras kuenya. Sampai tahan banting gitu kuenya pas jatuh tadi."
Corina cemberut mendengar pendapat anak sulungnya yang terlampau jujur itu, tapi memang karena kejujuran Atala dan Raffi lah Corina bisa ke tahap sekarang ini dalam memasak dan membuat kue.
Taraf Lumayan.
Kintari jangan ditanya, dia tidak mau kehilangan teman berbagi baju juga tasnya. Jadi dia hanya berkata, "top mah."
Terlintas tiba-tiba ketika Kintari menggigit kuenya. Dulu waktu dia masih berpacaran dengan Makala. Makala sedang main ke rumah, dengan alasan mengerjakan PR bersama Atala. Padahal seisi rumah sudah tau Makala berpacaran dengan Kintari. Corina yang membawa toples meminta Makala mencoba kue keju buatannya. Makala dengan senyum yang sangat lebar mencoba dan berkata, "wah tante hebat banget sih. Enak lho. Aku mau lagi ya Tan."
"Bawa aja setoples kalau kamu mau."
"Boleh?. Kalau boleh aku mau banget."
"Boleh dong. Aduh kamu itu ya udah ganteng, tau aja cara nyenengin orang. Udah gede nanti pasti kamu jadi cowok yang ganteng banget terus banyak disukain orang."
"Tante bisa aja."
Atala mendengus dan menggerutu mendengar percakapan antara teman dan ibunya itu, "carmuk."
Sorenya dibelakang rumah, Makala tiba-tiba berkata, "kamu tau, kue tadi kue terenak yang pernah aku coba."
Kintari sontak tertawa karena tau kue buatan mamahnya tadi adalah kue keju dengan rasa yang nano-nano. Entah karena mamahnya yang menambah terlalu banyak keju diatas takaran normal dengan alasan, kamu kan sama Atala suka keju jadi kita banyakin keju yang dimasukinnya. Entah karena memang bukan bakatnya.
"Kamu gak usah gak enakan, tadi itu kuenya rasanya nano-nano."
Aneh, saat Kintari melihat kesamping Makala tidak tertawa. Raut wajahnya sangat serius. "Tapi itu adalah kue buatan mamahmu sendiri dengan cinta dan kasih sayang yang tulus dari seorang ibu untuk keluarganya. Dan aku baru mencoba kue seperti itu hari ini."
Kintari langsung mengatupkan bibirnya yang tadi sempat terbuka karena tertawa. Tampaknya Kintari salah bicara. Dia tidak pernah tau bagaimana keluarga Makala selama beberapa bulan berpacaran.
"Kamu belum tau seperti apa keluargaku." Makala menunduk sedih. Kintari bingung harus berbuat apa, sehingga yang bisa dilakukannya hanya meraih tangan Makala dan berbicara dengan tulus. "Ya udah kamu kesini tiap minggu, mamah kursus tiap minggu. Kami rela berbagi peran jadi kelinci percobaan sama kamu."
Makala tertawa mendengar apa yang dikatakan Kintari, mengacak rambut Kintari dan tersenyum tulus pada Kintari. "Makasih."
Aduh kenapa gue jadi kepikiran dia sih?.
Dan saat itu handphonenya berbunyi, ada satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.
Kiranti hai...
Oh bahaya. Ini Makala dan ini godaan. Keluh Kintari di hatinya.
**
Langit malam terbentang nyata dengan bintangnya. Udara pun cukup menusuk kulit. Kintari menunggu telepon dari Tara, tapi nyatanya sampai malam larut pun tak ada satu panggilan pun dari Tara. Dihubungi juga tidak bisa.
"Huh..."
Kintari menghela nafas, tangannya menutup jendela kamarnya, tapi tepat saat itu handphone yang berada di tangannya berbunyi. Gerak tangannya langsung mengangkat handphone itu kemudian menerima panggilan itu tanpa melihat siapa si penelepon.
"Halo Kintari,"
Kintari terpaku setelah mendengar suara siapa yang sampai di telinganya.
Makala
"Dateng ke gala premier ku," sambung Makala langsung tanpa memberi Kintari waktu untuk bicara dan hal itu membuat Kintari terdiam.
"Maksud loe?,"
"Please, aku selalu berharap kamu suatu saat bisa liat hasil kerja kerasku." Kata-katanya seperti lem fox untuk Kintari, membuat bibirnya begitu menempel dan tidak mampu terbuka ketika mendengar sebaris kalimat yang tampaknya tulus sehingga yang keluar dari mulutnya hanya. "Hmm..."
Ini cuman acara nonton bioskop kan?. Oke. Lagian dia pasti sibuk sama urusan dia sendiri. Cukup duduk dan fokus sama filmnya. Ya, hanya itu.
"Oke, aku jemput besok."
"Hah, jemput?. Gak usah, gue dateng..."
Tut...tut...
"Sendiri aja." Kata itu tertahan di mulut Kintari. Makala seperti sengaja langsung mematikan sambungan teleponnya dan Kintari setelahnya dibuat bingung sampai tidak bisa tidur sampai pukul empat pagi. Sementara paginya dia harus memberikan bimbingan pda mahasiswanya.
"Ibu kayaknya gak cukup tidur." Ujar seorang mahasiswanya yang baru saja selesai bimbingan dan menunjuk lingkaran dibawah matanya. Kintari pun hanya tersenyum menanggapinya.
"Makasih ya bu bimbingan hari ini."
"Ya, semoga kamu bisa secepatnya sidang." Mahasiswa itu mengangguk dengan semangat dan keluar gembira karena bimbingannya berjalan lancar.
Melihat handphonenya, Kintari melihat pesan yang tadi pagi dikirim oleh kekasihnya, Tara.
Maaf sayang aku baru bisa mengabari kamu. Handphone ku hilang. Ini aku pinjam dari teman. Nanti aku hubungi lagi. Aku sepertinya akan membeli handphone lagi ketika sampai di Jakarta lusa besok. Take care ya, love you.
Makin galau lah Kintari dengan semuanya, sampai satu sudut hatinya berbisik. Kamu seneng-seneng aja sama mantan kamu yang tambah cakep itu. Setelah lusa Tara balik lagi, selesaiin dan kamu bisa lepas dari Makala kemudian kembali ke Tara. Semua yang selama ini mengganjal dan belum selesai akan terselesaikan. Hati kamu akan tenang sama Tara.
Kintari terdiam, berpikir mungkin memang ada benarnya dengan apa yang dikatakan oleh hati kecilnya itu. Mungkin jika dia menyelesaikan secara baik-baik dengan mantannya maka tidak akan lagi hatinya yang goyah. Dia bisa tenang kembali dengan Tara.
Ya, Kintari telah memantapkan hati. Dia bangun dari duduknya dan segera masuk ke kelasnya. Setelah selesai, buru-buru dia pulang untuk memilih baju yang pantas untuk menonton gala premier. Dari mulai dress selutut sampai dress serumit. Semua dia jajal. Dari sekian banyak dress nya itu, Kintari merasa tidak ada yang pas. Hingga Kintari ingat dress Corina yang baru dibelinya dan Kintari rasa itu cocok untuk dirinya.
Secepat cahaya Kintari turun ke bawah dan mengejutkan mamahnya yang sedang membaca majalah fashion. "Mah, aku pinjem dress mamah yang baru kemaren dong."
Corina menukikkan satu alisnya, "mau kemana emang?. Itu gaun mamah mahal lho sampei harus nabung belinya. Puasa tujuh hari tujuh malam."
Kintari memutar matanya mendengar kalimat dramatis yang diucapkan Corina. "Hem..., please temen aku yang artis mau gala premier dan aku diundang."
"Temen artis kamu yang mana?. Ko mamah gak tau kamu punya temen artis."
"Mamah ngaku masih muda, tapi gak up to date. Mamah tau temen Atala yang juga temen aku?. Yang dulu sering ke rumah pas pulang sekolah. Nah..."
"Oh mantan kamu itu. Oh dia jadi artis sekarang?. Masa sih?." Potong Corina.
Kintari mengambil handphone Corina yang ada di sebelahnya dan mengetikkan nama Makala di kolom pencarian kemudian memperlihatkannya pada Corina. Corina terkejut bukan main, "ya ampun jadi dia itu emang si Makala yang dulu suka main itu. Mamah pikir dia Makala yang beda. Wah cakep banget dia sekarang. Mamah ikut dong ke gala premiernya."
Kintari melotot mendengarnya dan langsung berkata, "jangan ah mah. Malu, cuman aku aja yang dikasi tiketnya. Udah ya mah. Aku pinjem gaunnya, mamah gak mau kan anak mamah Corina ini keliatan gak modis dan gak cantik?."
"Oke deh, tapi kamu pake jaket nanti satpam pintu cegat kamu lagi. Mamah kemaren pke itu aja di gandeng terus sama dia. Eh lupa papah kamu hari ini lembur." Kintari teringat atas kekonyolan papahnya. Raffa sering gengsi untuk mengakui sesuatu seperti ketika mamahnya cantik dan tidak ingin dilirik orang. Dia tidak akan berkata dengan gamblang jika istrinya itu cantik yang dia akan lalukan adalah menggandengnya tanpa terlepas sekejappun dengan alasan "nanti kamu ilang."
Tak butuh waktu lama untuk mengambil dress diatas lutut Corina yang berwarna putih. Bahu putihnya tampak terbuka, di ujung tangannya terdapat pita panjang yang menambah manis sang pemakainya. Kintari menatap dirinya di cermin dengan baju milik Corina. "Lihat selera mamah memang gak pernah salah kan. Oh ya ngomong-ngomong kenapa kamu kemaren nangis dan hari ini kamu pergi sama Makala?. Kamu gak ada masalah kan sama Tara?."
"Iya mamah ku yang paling cantik sejagat raya ini memang paling top dan untuk masalah Tara ... aku gak ada masalah apapun sama dia." Kintari memeluk tubuh kecil mamahnya yang memang masih terlihat muda dan langsing. Dia tidak ingin mamahnya menginterogasinya terlalu jauh. Sementara Corina yang dipeluk oleh putrinya itu merasa ada yang aneh dengan jawaban Kintari. Corina merasa Kintari menyembunyikan sesuatu.
Namun saat adegan pelukan itu telepon Kintari berdering dan menampilkan nomor Makala yang belum berani dia save nomornya. Buru-buru dia berdandan secantik mungkin, tapi tetap terlihat natural dengan Corina yang duduk diranjang dan mengamati putrinya yang sudah besar itu. Dia melihat Kintari seperti orang jatuh cinta.
Harus tanya si papah nih, baca pikiran Kintari.
"Selesai." Kintari mengambil tasnya dan memakai sepatu hak tingginya lalu kembali mengecek penampilannya mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Pas," ucap Kintari setelah melihat pesan masuk dari Makala kalau dia sudah didepan. "Ayo mamah antar ke bawah. Mamah juga pengen ketemu anak ganteng yang hobi nyenengin mamah itu," canda Corina dan mengapit putri cantiknya.
Menuruni tangga Kintari merasakan dadanya berdebar. Entah karena gugup akan hadir di acara gala premier atau gugup karena cinta.
Ah gak mungkin, elaknya.
Ketika Corina membuka pintu rumahnya, Makala sudah berdiri dengan jas abunya yang sangat rapi dan mengkilat. Dandannya sangat rapih dan wangi, membuat Corina dan Kintari benar-benar terperangah. Sedangkan Makala terperengah melihat Kintari yang sangat cantik dan manis malam ini. Kintari semakin cantik dan matang dengan bertambahnya usia. Tersadar mengamati Kintari terlalu asyik, Makala sampai lupa salam pada Corina. Buru-buru Makala salam kepada Corina dengan sopan. Kintari sempat terbawa perasaan. Walaupun Makala sikapnya selengean tapi dia selalu sopan pada orang tua dan ternyata sifat itu masih ada sampai sekarang.
"Ya ampun, kamu cakep banget sekarang. Ya dulu cakep sih cuman sekarang jadi cakep banget. Tante sampei gak ngeh."
"Ah gak ko tante. Tante yang bikin aku kaget, masih sama aja kaya dulu. Gak berubah. Masih keliatan muda aja."
Corina tersipu malu, Kintari buru-buru pamit pergi pada Corina, takut-takut adegannya semakin panjang dan mumpung Raffa belum pulang karena lembur. Corina bilang kalau Kintari sedang beruntung karena tidak dicegat satpam rumah.
**
Di mobil Kintari tak enak diam, dia sudah memandang jendela, meremas pouchnya sampai menggigiti kukunya dan itu tak luput dari penglihatan Makala yang sedari tadi terpesona dengan kecantikan Kintari.
"Ada apa Kin?."
"Tumben sebut nama aku bener. Hem... gini..."
Makala seakan mengerti Kintari sulit untuk mengucapkannya. "Ngomong aja."
"Hem... kita kan mau ke gala premier, tapi bukan berarti kamu ajak aku jadi pasangan kamu kan disana?." Kintari takut kalau dia terlalu kepedean untuk dijadikan pasangan, tapi jika tidak kenapa Makala khusus menjemputnya dengan disopiri oleh dirinya sendiri dan hanya berdua seperti sekarang?.
"Kenapa memang?," tanya Makala sambil sedikit tersenyum karena menyadari Kintari mulai memanggilnya dengan aku kamu.
Kintari sungguh gemas dengan pertanyaan Makala, "aku udah punya pacar Makala!."
"Iya aku tau, tenang aja. Aku udah siapin topeng, tapi kalau kamu gak mau pake itu aku lebih seneng. Coba aja buka dashboard."
Kintari membukanya dan menemukan topeng berwarna emas. Kintari menatap topeng itu. Kenapa dia jadi berat untuk memakainya?, tapi Kintari ingat dia tidak punya pilihan dan ini demi Tara juga hubungannya. Kintari segera memakainya ketika mobil Makala sampai di depan gedung besar dan mewah. Banyak penggemarnya yang sudah menunggu, Kintari tiba-tiba gugup. Kenarsisan yang selama ini di punyanya mendadak surut. Makala yang menyadari itu, tanpa ijin menggenggam tangan Kintari dan mengusap pipi Kintari. Membuat Kintari merasa tidak dapat bergerak seperti batu. "Kamu cantik banget. Kintari ... Asal kamu tau, aku ajak kamu sekarang kesini karena aku ingin mereka tau aku sudah dimiliki kamu. Walaupun orang-orang gak tau siapa kamu sebenarnya." Serangkaian kalimat Makala sungguh membuat Kintari tidak bisa lagi merasakan apapun, udara pun rasanya sulit untuk dihirup. Begitu sesak, sampai Makala yang turun dari mobil dan berjalan memutar untuk membukakan pintu Kintari pun tidak disadarinya. Makala yang melihat Kintari masih saja diam, mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya sampai begitu dekat dengan wajah Kintari yang sudah memanas. "Ayo kita turun. Ijinin aku jadi pasangan kamu buat malam ini."
Kintari sudah benar-benar tidak bisa bergerak dan bernafas.
Bagaiamana ini?. Godaan ini ternyata lebih dahsyat dari yang aku perkirakan dan aku rasa seharusnya aku tidak bermain-main dengan ini.
**
