Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Sebuah Nama Baru di Hati. (Tamat)

Waktu terus berjalan.

Suatu hari, seorang gadis baru masuk sebagai mahasiswa magang di departemen tempat Dimas bekerja. Namanya Nadine. Matanya jernih, senyumnya hangat, dan ia menyukai hujan seperti Dimas.

Mereka mulai sering berbicara. Awalnya soal jurnal dan teori. Lalu pelan-pelan beralih menjadi obrolan tentang kehidupan, musik, dan hal-hal kecil yang ternyata membentuk kebersamaan.

Dimas tidak terburu-buru. Ia tahu, beberapa cinta tidak perlu diburu. Ia hanya perlu dipelihara pelan-pelan.

Tapi saat Nadine menatapnya dengan mata jujur dan bertanya,

“Kamu pernah mencintai seseorang begitu dalam sampai gak bisa lupa?”

Dimas tersenyum, pelan. “Pernah. Tapi aku belajar… bahwa mencintai bukan selalu tentang memiliki. Kadang cinta cukup dengan doa yang diam.”

Nadine tersenyum mengerti. Dan dari situlah bab baru perlahan dibuka, bukan untuk menggantikan siapa pun melainkan untuk membiarkan Dimas benar-benar hidup kembali.

***

Anita tidak pernah kembali.

Tapi setiap kali hujan turun, Dimas tahu bahwa di suatu tempat di dunia ini, ada seorang perempuan yang juga menatap langit dan mengingatnya dalam diam.

Dan di hatinya, ia tidak pernah menyesal telah mencintai Anita.

Karena dari rasa itulah, ia belajar tentang kehilangan, ikhlas, dan betapa kuatnya hati manusia untuk berdiri lagi… bahkan ketika cinta tidak berakhir seperti yang diharapkan.

***

Tapi beberapa cinta tidak butuh akhir yang sempurna.

Karena kisah terbaik bukan tentang siapa yang bersatu,

tapi tentang siapa yang saling mendoakan meski berjauhan.

***

Epilog – Mereka yang Pernah Saling Menyembuhkan

Tahun berganti. Daun-daun gugur, musim hujan datang dan pergi. Tapi bagi Dimas, waktu tak pernah benar-benar menghapus Anita, ia hanya menjadikannya bagian dari dirinya yang lain, bagian yang membuatnya lebih manusia.

Ia masih menyimpan surat Anita. Masih mengingat aroma lavender yang pernah membuat hatinya gemetar. Tapi kini, tidak ada lagi amarah. Tidak juga penyesalan. Hanya sebuah penerimaan yang dewasa bahwa tidak semua cinta harus tinggal untuk selamanya agar tetap bermakna.

Dimas melanjutkan hidup. Ia menulis buku pertamanya, “Rumah yang Pernah Menyembuhkan Kita”, terinspirasi dari kisah nyata yang tak pernah ia ceritakan sepenuhnya. Buku itu menjadi best seller diam-diam. Dibaca oleh banyak orang yang pernah jatuh cinta dalam diam. Yang pernah kehilangan. Yang pernah mencintai orang yang akhirnya memilih jalan berbeda.

Di akhir buku itu, ia menulis:

"Teruntuk kamu, rumah pertama yang membuatku belajar mencintai dan melepaskan sekaligus.

Kita tidak memiliki akhir yang bahagia. Tapi kisah kita akan selalu hidup… di antara halaman yang tak pernah aku bakar, hanya ku tutup perlahan."

***

Di sebuah desa kecil yang jauh dari kota, Anita duduk bersama anak-anak yang tertawa di bawah pohon besar. Ia mendongeng, tertawa, mengajarkan huruf demi huruf. Dan saat salah satu anak kecil bertanya:

“Bu Guru, apakah Ibu punya orang yang Ibu sayang?”

Anita tersenyum. Menatap langit.

“Pernah,” jawabnya. “Dan aku akan terus menyayanginya. Dalam doa. Dalam diam.”

***

Dan begitulah mereka hidup.

Dimas dan Anita.

Bukan sebagai kekasih. Bukan sebagai ibu dan anak. Tapi sebagai dua jiwa yang pernah saling menyembuhkan, lalu memilih jalan berbeda untuk menjaga satu sama lain tetap utuh.

Karena dalam hidup, tidak semua cinta harus memiliki.

Terkadang, cukup dengan mengingat… dan mendoakan.

***

TAMAT

Temanku adalah Calon Ibuku

“Kisah tentang cinta yang terlalu rumit untuk dimiliki, tapi terlalu dalam untuk dilupakan.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel