Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2.Tawanan

Jefri tersenyum devil, berjalan mendekat ke arah Caroline. Jefri mengangkat dagu Caroline membuat Caroline menatap wajahnya Jefri.

Jefri yang memberikan tatapan tajam kepada Caroline yang mana membuat tubuh Caroline gemetar ketakutan. Caroline merasakan hawa yang berbeda yang keluar dari tubuh Jefri.

"Kau pikir, kau bisa lolos dari hukuman ini hanya karena kau mengatakan itu? Gara-gara suami brengsekmu itu, adikku sekarang sedang terbaring di rumah sakit. Dan itu karena dia, karena suamimu yang bejat itu! Dan aku tidak akan melepaskanmu, kau harus menerima hukumannya dengan hukuman 40 cambuk," bentak Jefri.

Adik Jefri yaitu Aurel, sedang terbaring di atas ranjang pasien karena Jek yang mengeroyok adiknya sampai membuat Aurel pingsan dan mengalami koma di rumah sakit.

Mendengar berita bahwa adik kesayangannya itu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit karena ulah Jek, membuat Jefri marah, dan langsung melakukan penyerangan ke mansion Jek.

Caroline yang mendengar kata suami bingung, 'sejak kapan aku menjadi istri? Dan siapa suamiku? Seingatku aku tidak pernah menikah, lalu yang dia sebut sebagai suamiku itu siapa?' batin Caroline bertanya-tanya.

"Tapi ak-"

"Diam! Di sini kau tidak berhak untuk berbicara, hanya aku yang berhak untuk berbicara!" teriak Jefri tepat di depan muka Caroline, membuat Caroline menutup matanya rapat-rapat.

Jefri kembali mengambil cambuknya dan kembali ingin mencambuk Caroline, tetapi lagi dan lagi gerakan tangannya terhenti.

"Kau bisa menghukumku dengan hukuman lain, asal kau tidak menghukum mati aku hari ini," ucap Caroline. Ucapannya yang tegas dan penuh percaya diri membuat semua orang-orang disekitarnya terperangah kecuali Jefri.

Caroline masih belum ingin mati untuk saat ini, karena dirinya belum membalaskan dendamnya kepada keluarga pamannya yang menjual dirinya. Caroline sudah bersumpah akan membalas semua perbuatan mereka sebelum ajal menjemputnya.

Jefri yang awalnya menghentikan gerakan cambuknya kembali menggerakan cambuknya. Tetapi lagi lagi tangannya terhenti.

"Aku mohon, Tuan," ucap Caroline dengan air mata yang berlinang di pelupuk matanya.

Jefri sebenarnya sangat ingin kembali menggerakan cambuknya, tetapi melihat Caroline dengan tatapan yang seperti itu, membuat Jefri tak bisa melakukannya.

Jefri akhirnya membuang cambuknya dan berkata, "Bawa dia ke ruanganku!" ucapnya dengan berjalan meninggalkan ruangan itu.

Bawahan Jefri pun melakukan apa yang Jefri perintahkan kepada mereka.

*

*

*

Caroline dibawa masuk ke dalam ruangan Jefri, ruangan yang terlihat sangat megah, luasnya bahkan melebihi luas kamar Jek saat Caroline di sekap.

Caroline melihat sekeliling, walau dalam keadaan genting Caroline masih saja tenang dan masih sempat-sempatnya melihat isi ruangan itu.

Lalu pandangan Caroline tertuju pada sebuah foto yang ada di atas meja milik Jefri. 'apa itu adiknya? Dia sangat cantik sangat berbeda dengan kakaknya yang jelek dan galak,' batin Caroline.

Jefri melihat arah pandang Caroline yang mengarah pada foto adiknya saat SMA di atas mejanya.

Brak

Jefri langsung memasukan foto tersebut ke dalam laci meja dan menutupnya dengan keras.

Jefri menatap Caroline dengan tatapan menghunus dan Caroline yang seakan tidak ada takutnya menatap balik Jefri.

Jefri yang melihat Caroline berani menatapnya langsung menyebarkan aura dingin di sekitarnya.

Tangan kanan Jefri yaitu jose yang sedari tadi berada di ruangan Jefri terperangah melihat Caroline yang tidak gemetar sedikit pun melihat Jefri yang menatapnya tajam.

'dari mana wanita ini berasal? Dia hebat! Sama sekali tidak getar melihat tuan yang sangat menyeramkan seperti itu,' batin Jose.

"Kau akan menjadi tawananku selamanya, dan kau harus mengikuti perintahku, kau akan tetap tidur di ruangan bawah tanah jika pekerjaanmu sudah selesai." Jefri menatap Caroline dengan tatapan tajam, tetapi Caroline tidak mengubah ekspresinya.

Bahkan tidak ada ekspresi kesakitan di saat tubuhnya sedang dipenuhi oleh luka cambuk seperti sekarang.

Caroline hanya memasang wajah dengan senyuman tipis, tidak ada sedikit pun ekspresi ketakutan ataupun ekspresi kesakitan.

Jika itu adalah wanita lain sudah di pastikan dia akan menangis karena merasakan sakit dan juga takut di saat yang bersamaan. Tetapi itu sepertinya tidak berlaku bagi Caroline, dia hanya memasang wajah seperti anak-anak, menunjukan wajah imut dan lucu di saat tubuhnya sedang dipenuhi luka.

"Kau dengar itu!" teriak Jefri.

"Iya, Tuan," jawab Caroline, dengan senyum yang masih terukir di wajahnya.

"Keluar!" Bentak Jefri dengan tangannya menunjuk pintu keluar.

Caroline berjalan keluar, tetapi saat kakinya akan melewati ambang pintu, Caroline membalik badannya dan bertanya, "Tuan, apa untuk saat ini ada tugas untuk saya?" Caroline bertanya dengan senyuman yang selalu mengembang di sudut bibirnya.

"Keluar!!!" Bukanya menjawab Jefri berteriak menyuruh Caroline untuk keluar dari ruangannya.

Caroline dengan sedikit berlari menjauh dari ruangan itu. "Jose," panggil Jefri.

"Iya Tuan,"

"Perhatikan gerak-gerik wanita itu, jangan lengah sedikit pun, dan pasang CCTV di kamar bawah tanah."

"Baik, Tuan, apa ada lagi?"

"Ke rumah sakit," ucap Jefri simpel padat dan jelas.

Jose menganggukan kepalanya dan segera berlari keluar dari ruangan itu dan memberi tahu sopir untuk menyiapkan mobil.

*

*

*

Jefri sampai di rumah sakit. Semua petinggi rumah sakit berjejer rapi menyambut kedatangan Jefri.

Jefri Al Zero, adalah nama asli Jefri, Jefri terkenal akan kekejamannya dan sifat arogannya. Jefri memiliki darah campuran Inggris dan Jepang selain bermain di dunia gelap Jefri juga bermain di dunia bisnis.

Dengan julukan raja bisnis, semua perusahaan di bawah naungan Jefri berdiri kokoh, perusahaan Al Zero adalah perusahaan yang dipimpin oleh Jefri. Kekayaan yang dimiliki Jefri adalah kekayaan tunggal sehingga perusahaan yang Jefri miliki tidak memerlukan investasi dari luar.

Jefri keluar dari mobil dengan gayanya yang cool, badan tinggi, tubuh kekar, dengan kulitnya yang putih membuat terlihat tampan.

Jefri berjalan masuk ke dalam rumah sakit dengan di temani Jose, para petinggi rumah sakit mengikuti Jefri dengan membuka pembicaraan untuk mengambil perhatian Jefri.

"Tuan, adik anda yang sedang di rawat di rumah sakit ini terlihat sangat cantik, saya mempunyai seorang anak laki-laki yang tampan dia adalah direktur rumah sakit ini, bagaimana jika kita menjodohkan mereka?" tanya salah satu petinggi rumah sakit tersebut.

Mendengar itu Jefri langsung menatap petinggi rumah sakit itu dengan tatapan tajam, hal itu membuat semua petinggi rumah sakit itu bungkam.

Suasana sepi seketika, sampai saat Jefri berada di depan pintu ruangan adiknya yang dijaga oleh beberapa pengawalnya.

Jefri masuk ditemani dengan Jose. Ruangan yang megah, sangat tidak terlihat seperti ruangan rumah sakit. Ruangan yang dicat dengan tembok berwarna emas, dan juga lampu, TV, dan kulkas. Semuanya bukan barang kaleng-kaleng, semua itu adalah barang kelas atas yang dipesan Jefri dari Australia khusus untuk ruangan adik tercintanya.

Jefri duduk di samping ranjang Aurel, menatap adiknya yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur itu membuat hatinya terasa sakit.

Aurel adalah satu-satunya keluarga yang Jefri miliki, selain Aurel Jefri tidak memiliki siapa-siapa lagi. Karena itu Aurel menjadi orang terpenting dalam hidupnya saat ini.

"Tuan," panggil Jose, membuyarkan lamunan Jefri.

Jefri melirik ke arah Jose, Jose seakan mengerti arti dari lirikan Jefri segera mengatakan apa yang ingin ia sampaikan.

"Tuan, tawanan wanita itu pingsan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel