Bab 8
Jika berjuang upayakanlah. Jika menyesal perbaikilah. Jika berjanji buktikanlah. Jika mencintai setialah. Jadilah air putih yang tak berwarna namun berarti. Jadilah rumah yang sederhana namun bermakna.
"Sayang," seru Djavier mengetuk kamar Aisyah.
Aisyah membuka pintu dan terlihat masih berbalut mukena.
"Kenapa tidak turun untuk makan malam?" tanya Djavier.
"Ais tidak lapar, Abi."
Aisyah memberi ruang untuk Djavier masuk ke dalam kamarnya. Djavier mengambil duduk di sisi ranjang dengan Aisyah. Putri kesayangan, dan Djavier merupakan cinta pertama Aisyah yang begitu putrinya puja-puja dan banggakan. Setiap lantunan doa, ia berharap memiliki jodoh yang seperti Abi nya itu.
"Ada apa Nak? Kamu terlihat tidak sedang baik-baik saja," ucap Djavier.
Ya, di banding Amierra, Djavier lebih peka terhadap putrinya itu.
"Ais telah salah mengira, laki-laki yang Ais pikir terbaik dan bisa Ais percaya telah mengkhianati kepercayaan Ais." Aisyah kembali berkaca-kaca.
"Agung?" tanya Djavier yang di angguki Aisyah.
"Dia mengirimkan undangan pernikahan kepada Ais, dia akan menikah dengan perempuan lain. Tanpa kata, tanpa kabar apapun, dia begitu saja mengirimkan undangan pernikahan. Aku sangat terluka, selama ini Ais menolak setiap lamaran karena menunggunya, menanti dengan teguh dan mempercayai ucapannya yang akan menikahi Ais setelah selesai bertugas. Aku pikir dia adalah pria yang Allah kirimkan untukku seperti yang selalu aku ucapkan dalam doa."
"Kamu kecewa pada takdir Allah?" tanya Djavier.
Aisyah menggelengkan kepalanya.
"Aku kecewa pada mas Agung, kenapa dia begitu tega memperlakukan Ais seperti ini. Kenapa dia begitu tega membohongi dan mengingkari ucapannya." Aisyah kembali menangis.
"Manusia dengan segala kekuranganya, sesungguhnya hanya Allah yang tidak pernah mengkhianati umatnya dan tidak pernah mengingkari setiap apa yang Allah janjikan kepada umatnya, walau umatnya seringkali berpaling dan mengingkariNya." Djavier berucap seraya mengusap kepala Aisyah.
"Tidak seharusnya kamu mempercayai dengan teguh kata-kata dari Agung. Kini Allah sudah menunjukkan baik dan buruknya dari Agung."
"Abi benar, aku sudah sangat berdosa dan sangat salah karena mempercayainya dan menjaga hati ini juga menunggunya dengan berpegang teguh hanya pada ucapannya yang bahkan tidak dia ingat. Tidak seharusnya aku mempercayai seorang manusia melebihi rasa percayaku pada Allah," isaknya merasa begitu sangat menyesal.
"Kini Allah sudah menunjukkan siapa dia, jadi berhentilah meratapinya. Sudah jelas dia bukan pria yang baik untukmu," ucap Djavier.
"Iya, Abi benar," seru Aisyah.
"Intinya, percayakan semua yang menjadi inginmu kepada Allah dan jangan pernah kamu meragukan setiap rencana-Nya. Berdoalah, katakan pada Allah semuanya apa yang menjadi harapanmu. Usahakan dan perjuangkanlah sepantasnya saja. Tetapi jangan pernah mengedepankan nafsumu. Percayalah bila memang baik untukmu maka pasti Allah akan merestuinya. Bila yang kamu minta memang jadi takdirmu, maka akan di lancarkan jalan menujunya," ucap Djavier. "Yang perlu kamu ingat adalah Allah hanya ingin yang terbaik untuk hambaNya. Seandainya yang kamu pinta tak di berikanNya. Itu artinya yang lebih baik sudah Allah siapkan sebagai gantinya."
Djavier tersenyum dengan penuh kelembutan dan kasih sayang mengusap kepala putrinya. "Jadi tenanglah. Percayalah pada baiknya ketentuan Allah."
Aisyah tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ucapan Djavier memang selalu menenangkan hatinya, setiap nasehatnya selalu mampu membuat Aisyah mengerti dan merasa tenang.
Aisyah memeluk Djavier dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang penuh kehangatan milik Ayahnya. "Terima kasih banyak Abi, Ais beruntung memiliki seorang Ayah seperti Abi," seru Aisyah.
"Begitupun Abi, Abi bersyukur memiliki putra dan putri seperti kalian. Sekarang berdoalah dan minta pada Allah untuk dapat mengiklaskan Agung dan melapangkan hatimu," ucap Djavier yang di angguki Aisyah.
***
Tok tok tok
Aisyah menghentikan kegiatannya di depan laptop saat pintu kamarnya yang terbuka di ketuk seseorang. Ia menoleh ke ambang pintu dimana Amierra berdiri di sana.
"Ada Raihan di depan," seru Amierra.
"Raihan?" seru Aisyah tampak kaget. "Ada apa dia kemari pagi-pagi di hari sabtu."
"Kamu temui saja dulu," ucap Amierra beranjak pergi meninggalkan Aisyah sendirian.
Aisyah beranjak dari duduknya hendak keluar kamar, tetapi sebelum itu ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Merasa wajahnya terlihat kacau dan pucat, Aisyah mengoleskan lipstik warna bibir di bibirnya dan merapihkan kerudung blush yang ia gunakan.
Setelahnya Aisyah tertegun sendiri."Kenapa aku harus merapihkan diri untuk menemui Raihan?" gumamnya.
Akhirnya Aisyah tak memperdulikan lagi dan beranjak keluar dari kamar.
Ia melihat Raihan tengah berdiri di teras rumahnya memunggungi dirinya yang berdiri di ambang pintu.
"Khem..."
Mendengar deheman itu, Raihan menoleh dan tersenyum simpul ke arah Aisyah yang berjalan mendekatinya dan berdiri dengan jarak dua langkah dari Raihan.
"Kenapa kamu datang kesini pagi-pagi sekali? Kamu tau kan ini weekend?" seru Aisyah.
"Ku pikir pagi ini aku akan melihat wajahmu yang sembab, bengkak dengan mata sebesar jengkol," kekeh Raihan.
"Kau terus saja mengejekku," gerutu Aisyah merasa kesal.
"Biasanya wanita yang sedang patah hati kan begitu," ucap Raihan.
"Aku pikir itu tidaklah penting, mungkin mas Agung memang bukanlah jodohku," ucap Aisyah.
"Nah begitu dong, bu Guru memang cerdik," puji Raihan dengan kekehannya dan entah kenapa kali ini bibir Aisyah tak mampu lagi menggerutu dan cemberut. Kali ini bibirnya seakan tersihir untuk tersenyum senang.
"Kalau begitu bersiaplah, dan berdandanlah dengan sangat cantik," ucap Raihan.
Aisyah mengernyitkan dahinya bingung. "Memangnya kita akan kemana?" tanyanya.
"Kau lupa?" tanya Raihan.
"Lupa? Kita tidak ada janji keluar, bukan?" seru Aisyah.
"Kita akan pergi ke pernikahan mas Agungmu itu, bukankah kamu di undang," ucap Raihan dengan santai.
"Apa?" pekik Aisyah. "Tidak, aku tidak akan datang," seru Aisyah memalingkan wajahnya dengan wajah sedih.
"Kenapa? Datang saja supaya dia melihat betapa kuat dan tegarnya wanita yang telah dia sia-siakan. Supaya hatimu juga plong dan ikhlasmu tidak akan setengah-setengah setelah melihat dia bahagia bersama jodohnya yang telah Allah kirimkan," seru Raihan.
"Aku takut tidak akan kuat melihatnya," gumam Aisyah.
"Aku akan menemanimu, aku yakin kamu akan kuat dan tegar," seru Raihan.
Aisyah melihat ke arah Raihan. "Kenapa kamu melakukan ini Rai?" seru Aisyah.
"Aku ingin kamu lepas dari bayang-bayangnya dan melihat kenyataan kalau dia telah memiliki oranglain."
"Tetapi aku takut tidak akan bisa melupakannya," seru Aisyah menundukkan kepalanya.
"Justru itu, melupakannya hanya akan membuatmu semakin tidak bisa melupakannya. Tetapi ikhlaskan, ikhlaskan segalanya dan Insa Allah, Allah akan membantumu melupakannya dan mempertemukanmu dengan sosok pria yang telah Allah siapkan untuk menjadi jodohmu," seru Raihan dan entah kenapa ucapan itu membuat Aisyah terpaku menatapnya.
Mendadak jantungnya berdebar-debar tidak karuan dan rasa sejuk seakan mengaliri seluruh tubuhnya.
Aisyah dan Raihan sampai di gedung tempat resepsi pernikahan Agung dan istrinya berlangsung.
"Kamu mau sekalian nyanyi gak nanti, biar menjadi viral," goda Raihan membuat Aisyah mencibirnya.
"Aku malah ingin menggunakan topeng dan malas bertemu dengannya," seru Aisyah.
"Jangan pernah lari dari masalah, Ay. Hadapilah," seru Raihan membuat Aisyah terdiam.
Mereka berjalan menuju panggung utama dimana kedua mempelai berada.
Aisyah menghentikan langkahnya saat matanya melihat Agung di depan sana dengan seragam kebesarannya dan tampak bahagia bercengkraman dengan teman-temannya.
Sakit juga sesak rasanya melihat itu, pria yang telah mengkhianati dan membohonginya. Bahkan mungkin Agung sama sekali tidak memikirkan perasaannya.
"Ayo," seru Raihan membuat Aisyah tersadar dari lamunannya dan berjalan berdampingan dengan Raihan.
"Aisyah?" seru Agung tampak kaget melihat Aisyah berdiri di depannya.
"Selamat yah mas Agung," seru Aisyah menampilkan senyumannya.
"Aisyah, aku..." Agung terlihat merasa sangat bersalah kepada Aisyah.
"Selamat yah, Bro." Seruan itu membuat Agung menoleh dan mengernyitkan dahinya saat melihat ke arah Raihan. Ia bergantian melihat Raihan dan Aisyah.
"Dia siapamu?" tanya Agung.
"Bukan urusanmu," seru Aisyah. "Selamat yah Mbak." Aisyah menyalami wanita yang menjadi istri Agung. Jelas sekali tatapan kebingungan di matanya.
"Aisyah, siapa dia?" tanya Agung seakan tidak perduli keberadaan istrinya.
Aisyah mengernyitkan dahinya tak suka dan merasa bingung dengan sikap Agung.
"Itu bukan urusanmu, Bro." Raihan menepuk pundak Agung dengan santai. "Sekarang fokuslah pada istrimu dan rumah tanggamu." Raihan berucap dengan senyuman mengejeknya.
"Ayo AY," seru Raihan sedikit menekankan kata Ay hingga membuat Agung tampak kaget.
Aisyah hanya mengangguk dan berjalan bersama Raihan menuruni ballroom.
Satu hal yang bisa Aisyah petik pelajarannya dari ujian ini. Ia tidak boleh mempercayai orang atau manusia sebesar dia mempercayai Allah. Cukuplah hanya percaya pada Allah Swt. Karena Allah tidak akan pernah ingkar dan mengkhianati seperti manusia.
Dan benar kata Raihan, kalau ingin moveon. Bukan menghindar dan berusaha melupakan, tetapi hadapi masalah itu dan berusaha ikhlas, maka rasanya akan berbeda.
Kini Aisyah merasa sangat lega dan tidak ada lagi rasa janggal dan sesak di dalam hatinya. Ya, dia telah mengikhlaskan Agung.dan dia tidak ingin berlarut-larut bersedih demi sang pengkhianat.
***
