Bab 12
Waktu satu minggu telah di lalui oleh Aisyah dengan penuh penyiksaan karena rasa rindu yang besar terhadap Raihan. Bahkan selama satu minggu ini juga Raihan tidak ada mengabarinya melalui pesan maupun telpon. Dan Aisyah juga terlalu gengsi untuk menghubungi Rai terlebih dahulu.
Hari ini adalah hari Senin, dimana para pekerja kembali beraktivitas di kantor setelah weekend. Dan rasa malas selalu saja menghantui.
Seperti Aisyah saat ini yang merasa berat untuk membawa tubuhnya ke kamar mandi untuk mandi. Setelah kemarin selama weekend, dia habiskan hanya tiduran di rumah dan memikirkan Raihan. Kini rasanya tubuh dan hatinya masih belum bisa moveon dan masih ingin tetap diam karena rasa rindu itu. Tidak ada semangat dalam dirinya.
"Lho belum siap juga?" seru Amierra yang masuk ke dalam kamar Aisyah.
"Sebentar lagi, Umi," seru Aisyah.
"Cepatlah, kita sarapan bersama," seru Amierra yang di angguki Aisyah.
Aisyah memaksakan tubuhnya untuk beranjak menuju kamar mandi.
"Kamu ini kenapa Ais? Akhir-akhir ini kelihatannya kamu sedang tidak bersemangat?" tanya Djavier saat mereka tengah menikmati sarapan bersama.
Aisyah sedikit bersyukur karena Oma nya sedang menginap di rumah tante Dania. Jadi selama seminggu ini dia tidak di recoki Oma nya, saat situasi hati dan pikirannya sedang tidak stabil.
"Tidak apa-apa, Abi. Hanya sedang banyak pekerjaan saja di sekolah," jawab Aisyah fokus dengan makanannya.
"Yakin nih? Bukan karena Raihan yang tidak mengantar jemputmu lagi selama satu minggu ini?" goda Amierra seakan tepat sasaran.
Aisyah mengangkat kepalanya secara spontan melihat ke arah Amierra.
"Umi ini apaan sih, apa pengaruhnya dengan bocah itu. Lagipula selama ini Ais terbiasa berangkat kemana-mana sendirian menggunakan motor. Di antar jemput seperti kemarin membuatku sedikit risih dan terkekang," kilahnya dan kembali menikmati sarapannya walau hatinya kembali bertanya-tanya.
Bukankah dia menjadi tidak bersemangat untuk pergi sendirian menggunakan motornya? Karena terbiasa bersama Raihan.
Sungguh Raihan telah mengubah segalanya dalam hati juga hidup Aisyah. Pria muda itu sungguh membuat Aisyah menjadi ketergantungan bersamanya hingga rasanya sesak dan tak mampu berjauhan hingga hilang kabar. Padahal baru satu minggu mereka tak berkomunikasi dan bertemu.
Dulu, Aisyah bahkan mampu bertahan hingga beberapa bulan tanpa berkomunikasi dengan Agung. Tetapi kenapa kepada Raihan ia merasa seperti ini? Seperti ABG yang sedang kasmaran dan mood nya menjadi jelek karena merindukan pria nya.
"Masih pagi jangan melamun," seru Amierra yang seakan paham apa yang di rasakan putri bungsunya itu.
Aisyah menjadi salah tingkah dan berdehem pelan seraya meneguk minumannya.
"Ais berangkat sekarang, Umi, Abi." Ia beranjak dari duduknya dan mencium punggung tangan Djavier dan Amierra.
"Assalamu'alaikum," ucapnya seraya beranjak menuju pintu keluar.
"Wa'alaikumsalam," seru Djavier dan Amierra.
"Aku tau dia sudah memiliki perasaan pada Raihan," kekeh Amierra tampak bahagia.
"Jangan terlalu menekannya dan memaksanya, Umi. Biarkan dia sendiri yang menentukan dan mengambil keputusan," seru Djavier.
"Iya Abi sayang," kekeh Amierra.
***
Saat di jalan, Aisyah tampak melamun dan tidak fokus membawa motornya yang ia jalankan dalam kecepatan sedang.
Ia memikirkan kenapa Raihan masih belum menghubunginya atau menemuinya, padahal ini sudah satu minggu. Apa pekerjaannya belum selesai hingga menahan dia untuk menyelesaikannya. Ataukah memang Raihan sudah bosan padanya. Atau mungkin Raihan sudah menemukan wanita lain yang lebih muda juga cantik daripada dirinya.
'Ya Allah ada apa denganku? Kenapa aku harus tidak ikhlas dan marah kalau Raihan memiliki wanita lain. Aku bukanlah kekasihnya maupun calon istrinya. Entah apa aku di matanya, mungkin dia menganggapku sebagai seorang Kakak,' batin Aisyah.
Tiinn tinnn tinnn....
Mendengar klakson mobil yang begitu kencang mampu membuat Aisyah terkaget dan ia menjadi kehilangan keseimbangan dan motorpun terlihat oleng.
Brak...
Aisyah terjatuh karena motornya menabrak pembatas jalan.
Beberapa orang segera menghampirinya dan membantunya membangunkan motornya juga dirinya yang sebelah kakinya tertimpa motor.
"Ay, kamu tidak apa-apa?" pertanyaan yang begitu dekat dengan telinganya membuat dia spontan menoleh ke arah kanannya hingga rasanya lehernya sakit karena terlalu kencang menoleh.
Di kanannya terlihat Raihan yang baru saja mendekatinya dan berusaha membantunya untuk bangun sedangkan warga lain membantu membangunkan motornya.
"Mba, maafkan saya. Tadi saya sungguh sedang terburu-buru," seru seorang pria yang mendekatinya. Pria itu yang tadi tak sengaja membuat Aisyah kaget hingga terjatuh.
"Apa Mba terluka parah? Perlu saya antar ke rumah sakit?" tanyanya.
"Tidak apa-apa Mas, saya baik-baik saja. Tadi saya juga yang salah karena melamun," serunya.
"Ay, kamu yakin tidak apa-apa?" tanya Raihan membuat AIsyah kembali menoleh ke arah pria itu.
'Dia sudah kembali, tetapi kenapa dia tidak menemuiku? Apa benar dia sudah melupakanku dan hanya menganggapku sebagai seorang Kakak? Kenapa rasanya sakit hati ini.' Batin Aisyah.
"Hei, kenapa kamu melamun?" seru Raihan menyadarkan Aisyah.
"Aku tidak apa-apa," jawab Aisyah berjalan dengan sedikit pincang mendekati motornya.
"Motor kamu harus di benerin, biarkan nanti aku meminta bengkel langgananku membawanya. Sekarang ayo ikut aku. Aku antar kamu ke rumah sakit. Kakimu harus di obati," seru Raihan seakan tak ingin di bantah.
Akhirnya mau tidak mau Aisyah pun menuruti Raihan.
***
Aisyah duduk di atas blangkar rumah sakit, kakinya terpaksa di gif karena ada keretakan tetapi tak sampai parah. Ia sedang menunggu Raihan yang sedang menebus obat untuk dirinya.
Aisyah masih memikirkan kenapa Raihan tidak menjemputnya tadi pagi kalau dia sudah kembali, bahkan dia tak ada menghubunginya. Apa itu berarti menjelaskan kalau Raihan tidak memiliki perasaan apapun padanya dan hanya menganggap teman atau mungkin seorang Kakak.
Helaan nafas panjang keluar dari mulut Aisyah.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Eh?" Aisyah tampak kaget saat mendengar seruan Raihan. Ia mengangkat kepalanya dan ternyata Raihan sudah berdiri di depannya dengan melipat tangannya di dada. Kemeja putih bersih yang bagian tangannya di lipat hingga siku membuatnya terlihat begitu gagah dan tampan.
"Tidak ada," jawab Aisyah memalingkan wajahnya seraya beristigfar dalam hati karena padangannya yang terus dan selalu mengagumi sosok tampan Raihan.
"Aku akan mengantarmu pulang, kamu tidak perlu ke sekolah," ucap Raihan.
"Aku baik-baik saja, Rai. Aku akan tetap mengajar dan pergi ke sekolah," seru Aisyah.
"Jangan keras kepala, Ay. Kamu butuh istirahat, Dokter menyarankan kamu untuk bedrest." Ucap Raihan.
"Tapi-"
"Jangan membantah, menurutlah. Kamu tidak bisa mengajar murid dalam kondisi seperti ini. Aku akan mengantarmu pulang," ucap Raihan sedikit menekankan perkataannya.
"Baiklah," seru Aisyah.
"Maaf yah," seru Raihan saat membantu Aisyah menuruni blangkar dan mendudukannya di atas kursi roda. Kemudian ia mendorong kursi roda keluar dari ruangan menuju parkiran mobil.
Selama perjalanan melewati lorong rumah sakit yang ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang. Mereka berdua memilih membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing hingga kecanggungan menyelimuti mereka berdua.
***
Sesampainya di rumah Aisyah, Amierra tampak kaget dan sangat khawatir melihat Aisyah yang di bawa dengan menggunakan kursi roda. Djavier yang sudah pensiun pun ikut kaget melihatnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Djavier melihat ke arah Raihan.
"Tadi Aisyah di serempet mobil di jalan," jawab Raihan.
"Lalu bagaimana keadaan kamu, Ais? Apa saja yang terluka? Kaki kamu, bagaimana?" tanya Amierra bertubi-tubi terlihat begitu khawatir.
"Ais baik-baik saja Umi, hanya kaki Ais saja yang sedikit terkilir," seru Aisyah berusaha menenangkan Ibu nya itu.
"Kalau begitu Umi bawa Ais ke kamarnya untuk beristirahat," perintah Djavier yang di angguki Amierra.
Amierra membawa Ais menuju ke dalam kamarnya. Saat melewati ruang keluarga yang lurus hingga ruang tamu, Ais kembali menoleh dan terlihat Djavier mengajar Raihan untuk duduk di atas sofa dan seakan ingin membicarakan sesuatu.
Ais tidak bisa melihat lagi karena Amierra sudah membawanya masuk ke dalam kamarnya.
'Apa yang akan Abi bicarakan dengan Abi?' batin Aisyah.
"Sayang, kaki kamu beneran tidak apa-apa? Kalau terkilir keapa perlu di gif seperti itu?" tanya Amierra.
"Aku baik-baik saja, Umi. Percayalah, ini juga dalam waktu dekat akan di buka," seru Aisyah yang masih berusaha menenangkan Umi nya yang selalu mudah gelisah dan khawatir.
"Kalau begitu beristirahat dulu, Umi akan buatkan minuman untukmu dan Raihan dulu," seru Amierra saat sudah membantu Aisyah naik ke atas ranjang.
"Iya," jawab Aisyah.
"Apa yang Abi bicarakan dengan Raihan?" gumam Aisyah saat Amierra sudah berlalu pergi.
Aisyah terlihat begitu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
***
