Chapter 6. Mencari Pekerjaan
Ervan Duduk di gazebo belakang rumahnya sambil memandang kolam ikan koi. Gadis yang merupakan tamunya duduk di sebelahnya.
"Apa Bang Ervan masih ingat sama Alena,” tanyanya.
Ervan menggelengkan kepalanya.
“Dulu Alen sering datang ke sini,” ucapnya.
Ervan hanya menganggukkan kepalanya.
Alena diam saat melihat sikap pria tersebut. Gadis itu sedikit memajukan bibirnya saat melihat sikap pria yang begitu sangat acuh kepadanya.
“Apa Abang tahu kalau orang tua kita mau kita saling mengenal lebih dekat,” tanya Alena.
“Orang tua Abang nggak ada bilang begitu, katanya cuma mau kenalan,” ucapnya.
Alena diam saat mendengar ucapan pria itu. Alena menarik nafas panjang dan menghempaskannya.
“Abang juga bingung mau kenalan kayak gimana" ucap Ervan kemudian.
“Lho kok bingung?" tanya Alena.
“Bukankah kita sudah saling kenal Kenapa lagi harus disuruh kenalan lagi?" ucap Ervan
Alena dia memandangnya. Gadis itu sedikit mengerutkan keningnya. Tadi pria itu mengatakan tidak mengingatnya. Sekarang katanya sudah kenal.
“Saya tidak suka dengan cara seperti ini,” ucap Ervan.
"Iya bang," ucap Alena yang merasa sangat kecewa saat mendengar ucapan pria tersebut. Sejak dulu Alena begitu sangat senang bila mamanya mengajaknya ke rumah Tante Lina. Dalam diam Alena memendam rasa cintanya untuk Ervan. Waktu itu dia masih SMP sedangkan Ervan baru masuk kuliah. Alena merasa sangat senang saat mamanya mengatakan rencana mau melakukan pendekatan dengan pria yang saat ini duduk di sampingnya. Namun sekarang harapannya pupus sudah.
"Abang masih ada kerjaan. Abang antar kamu ke depan," ucapnya.
Alena sudah tidak mempu memandang wajah pria yang sudah menolaknya terang-terangan. Alena hanya sedikit menganggukkan kepalanya dan berjalan di samping Ervan. Sepatu high heels dan long dress panjang tanpa lengan yang di pakainya membuatnya kesulitan saat berjalan.
“Aduh,” ucap Alena yang terjatuh.
Ervan yang berjalan disampingnya menghentikan langkahnya. Ervan memandang gadis tersebut. “Kalau jalan hati-hati, lain kali enggak usah pakai sepatu sampai setinggi itu,” ucapnya.
Dengan merasa sangat malu Alena menganggukkan kepalanya, “iya Bang,” jawabnya.
“Abang nggak bantuin Alena berdiri,” tanya Alena saat dilihatnya pria itu hanya diam saja memandangnya.
“Kamu masih bisa berdiri sendirikan,” tanya Ervan.
“Bisa Bang,” jawab Alena.
“Ya sudah kalau gitu kamu berdiri sendiri, nanti kalau sudah tidak bisa berdiri sendiri baru abang bantu, karena dalam kondisi terpaksa.” Ucap Ervan dengan santainya.
“Kenapa seperti itu,” tanya Alena.
“Abang tidak terbiasa megang cewek,” ucapnya.
Alena diam saat mendengar ucapannya. Alasan pria itu begitu sangat simpel namun tajam baginya.
Dengan rasa kesal dan juga sedih Alena berusaha untuk berdiri sendiri sedangkan pria itu hanya diam memandangnya.
Alena berjalan dengan sedikit pincang karena kakinya masih terasa sakit saat terjatuh tadi.
"Ma aku mau naik ke atas, aku masih ada kerjaan,” ucap Ervan saat ia sudah berada di ruang tamu.
Melihat ekspresi wajah putranya Lina sudah tahu apa jawabannya. “Iya,” jawab Lina.
“Tante, Om, permisi ya, saya masih ada kerjaan,” ucap Ervan dengan sangat sopan.
Alena mengangkat sedikit kepalanya dan memandang pria tersebut. Sikap pria itu ternyata sangat berbeda saat bersama dengannya.
“Iya,” jawab Dewi dan juga suaminya.
****
Reza memandang istrinya yang duduk lemas di atas tempat tidur.
“Masih enggak sukses mas,” ucapnya.
“Sudahlah nggak usah lagi dicari-carikan,” ucap Reza yang seakan sudah frustasi dengan sikap putranya.
Lina menganggukkan kepalanya saat mendengar ucapan suaminya. Wanita yang berusia 52 tahun itu akan bersikap seperti itu. Sekarang dia akan mengatakan sudah lelah untuk mencarikan putranya istri, namun nanti bila ada temannya yang mengatakan memiliki anak gadis dia akan kembali berusaha untuk mengenalkan putranya dengan anak teman-temannya. Lina sudah tidak bisa menghitung dengan jarinya, entah sudah berapa banyak gadis yang di kenalkannya dengan putranya. Mulai dari artis, dokter, guru, orang kantoran dan masih banyak lagi. Namun putranya tetap saja menolak dengan berbagai alasan.
“Kata Mama orangnya cantik,” ucap Reza.
“Sewaktu dia datang ke sini, badannya masih langsing pa," ucap Lina.
"Sudah berapa lama itu?" Tanya Reza.
“Terakhir jumpa mungkin 5 tahun yang lalu," ucap Lina.
"Mama apa gak lihat kalau badannya berisi gitu," ucap Reza.
" Mama lihat fotonya cantik. Badannya juga enggak berisi-berisi amat," ucapnya.
“Apa anaknya Dewi ada yang lain selain dari Alena,” tanya Reza.
“Yang perempuan cuma Alena,” jawab Lina.
“Kenapa yang datang tidak sesuai sama yang Mama ceritakan,” tanya Reza.
“Foto editan mungkin pa" ucap Lina yang sedang tersenyum.
Reza hanya diam dan menelan air ludahnya ketika mendengar ucapan istrinya.
****
“Mi Derlin berangkat dulu,” ucap Darlin dengan berpakaian rapi dan membawa amplop-amplop lamaran pekerjaannya di dalam tas yang dipegangnya.
“Anak Umi hati-hati,” ucap Rahma yang tersenyum memandang putrinya.
“Iya Mi, Umi jangan lupa do’ain Derlin biar bisa secepatnya dapat kerja mi. Kalau Derlin Sudah dapat kerja, nanti gajinya akan Derlin kasi untuk umi semua,” ucapnya yang tersenyum lebar.
Rahma tersenyum memandang putrinya. “Umi ini bukan bank yang menjadi tempat penyimpanan. Derlin dapat uang, uangnya dikasih ke Umi. Nanti bila ada perlu ini dan itu pasti minta ke umi," ucapnya yang tersenyum.
Derlin tertawa saat mendengar ucapan uminya. “Ya mi, soalnya Derlin nggak pandai pegang uang,” ucapnya.
“Nggak usah dipikirin dulu gajinya, yang penting dapat dulu pekerjaannya,” ucap Rahma.
“Ya mi, mi Derlin berangkat dulu ya, itu ojolnya sudah datang," ucapnya.
Rahma mengangukan kepalanya. Rahma mengeluarkan uang 100 ribu dari dalam saku rok yang dipakainya. "Ini uang untuk Derlin pegang. Uang untuk ongkos ojol dan juga untuk makan di jalan,” ucapnya.
Derlin tersenyum memandang uminya. |Terima kasih ya Umi, Umi jangan lupa do’ain Derlin,” ucapnya.
“Umi selalu do’ain anak umi tanpa diminta,” ucap Rahma.
Derlin tersenyum dan mencium pipi uminya.
“Umi yakin, anak Umi akan cepat mendapatkan pekerjaan dengan prestasi yang dimilikinya,” ucap Rahma yang memberikan semangat untuk putrinya.
“Amin. Derlin berangkat dulu mi, ojek Derlin Sudah lama nungguin," ucap Derlin yang mencium tangan uminya.
“Iya," ucap Rahma.
“Assalamu'alaikum mi."
“Wa’alaikum salam," ucap Rahma yang memandang putri nya.
****
Derlin mengantarkan surat-surat lamarannya ke tempat di mana ada lowongan pekerjaan di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga S1.
Sebenarnya dia bisa saja meminta untuk masuk di perusahaan Abang ipar sahabatnya. Namun Derlin tidak ingin melakukan hal tersebut. Derlin ingin mendapatkan pekerjaan berdasarkan dari usahanya.
Derlin duduk di halte busway ketika ia masih harus mengantarkan beberapa surat lamaran lagi yang saat ini masih ada di dalam tasnya. Demi mengirit ongkos, Darlin memilih untuk naik busway. Mengingat ongkos busway jauh lebih murah daripada naik ojol. Gadis itu berharap uang yang dikasi uminya masih ada bersisa untuk besok, ia akan mengantarkan surat lamaran ke tempat perusahaan yang lain.
Derlin berdiri dari duduknya ketika memandang busway yang mendekat ke arahnya. Dengan cepat Gadis itu naik ke atas busway. Kondisi busway yang penuh membuat ia harus berdiri. Di saat seperti ini Derlin mengingat kedua sahabatnya. Derlin begitu sangat merindukan Erika, walaupun baru beberapa hari berpisah dengan sahabatnya tersebut. Bila ada Erika Derlin tidak akan kesulitan naik busway seperti ini. Sahabatnya itu dengan sabar mengantarkannya ke mana pun dia pergi.
****
