Pustaka
Bahasa Indonesia

TUAN TAJIR MENGEJAR CINTA

211.0K · Tamat
Lilik Hendriyani
182
Bab
8.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Terlahir dari keluarga kaya raya, dan menjadi pewaris perusahaan besar, membuat Ervan menghadapi tuntutan kedua orang tuanya. Tuntutan itu adalah hak mutlak untuk menjadi seorang pewaris perusahaannya. Ervan Rafasyah Aditya. Pria tampan yang memiliki tinggi tubuh 180 cm memiliki kulit yang putih. Ervan berusia 30 tahun sebagai pewaris perusahaan Aditya grup. Ervan dituntut untuk menikah. Sudah banyak calon yang ditawarkan oleh kedua orang tuanya, mulai dari anak saudara, kerabat dan juga teman-teman dari papa dan Mamanya. Namun Ervan tetap tidak mau dengan alasan tidak ada yang sesuai seleranya. Apa jadinya bila Ervan bertemu dengan seorang gadis yang bernama Derlin Ayunda. Gadis berusia 22 tahun dengan tinggi badan 160 cm. Gadis muslimah yang taat, berpenampilan sederhana dan juga sangat sopan dalam berbicara. Apa yang membuat Ervan begitu sangat tertarik dengan Derlin. Gadis polos yang baru lulus kuliah. Mampukah Ervan mendapatkan cinta gadis yang telah mencuri hatinya tersebut?

RomansaPresdirIstriTuan MudaCinta Pada Pandangan PertamaKampusKeluargaPernikahanWanita Cantik

Chapter 1. Tiga Bulan

"Sampai kapan Mama dan Papa menunggu kamu membawa seorang gadis untuk menjadi calon menantu kami," ucap  Reza yang memandang putranya.

"Istri itu tidak bisa di paksa Pa.  Gak bisa buru-buru juga untuk kawin," ucap Ervan yang memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Mau sampai kamu umur 40 tahunkah?” ucap Reza yang sudah mulai emosi.

“Ya nggak lah Pa. Walaupun aku yakin, di usia itu masih ramai gadis cantik nan genit  yang selalu menunggu aku lamar," ucap pria itu terkekeh.

“Ervan, hentikan gaya  kamu yang selalu merasa paling ganteng namun tidak pernah punya pacar," ucap Reza yang begitu sangat  kesal.

Ervan diam dan menelan nasi goreng di mulutnya dengan sangat kasar.

“Setiap Minggu mama selalu datang ke acara resepsi anak teman-teman mama,” ucap Lina. Wanita itu kemudian diam tanpa melanjutkan ucapannya.

“Yang namanya diundang teman ya harus datanglah ma," ucap Ervan tanpa  rasa bersalah.

“Mama sedih, kapan masanya mama yang mengundang mereka datang ke acara resepsi anak mama," ucap Lina yang begitu sangat geram melihat putranya yang tidak peka.

Ervan mengambil air putih di gelas bening dan meneguknya.

"Di kantor begitu banyak karyawan wanita yang cantik, seksi, pintar. Berbagai tipe ada di sana. Apa kamu tidak tertarik?" ucap Reza. "Papa saja tertarik," ucapnya kembali yang mendapatkan cubitan dipunggungnya dari Istrinya yang duduk di sampingnya.

“Sudah aku lihat pa satu persatu, tapi mereka belum ada yang mampu membuat aku merasakan dak dik duk gitu pa,” ucap Ervan yang terlihat santai dengan memakan nasi gorengnya.

“Dak dik duk, dak dik duk terus alasan kamu,” ucap Lina.

Ervan diam mendengarkan ucapan mamanya. Perdebatan calon istri seperti ini sudah selalu menjadi topik utama saat mereka sarapan dan makan. Ervan menganggap masalah seperti ini sudah biasa. Namun tetap saja, nasi goreng yang ada di mulutnya terasa ambar bila kedua orang tuanya sudah marah-marah seperti ini.  Pria itu akan sangat sabar mendengarkan ocehan kedua orang tuanya tanpa pernah mau pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang mengomel.

“Papa kasi kamu waktu 3 bulan. Dalam waktu 3 bulan , jika tidak ada gadis yang kamu bawa di hadapan kami. Terima keputusan kami," ucap Reza.

"Ini sudah dekat bulan puasa pa,” ucapnya.

“Kenapa kalau sudah mau dekat puasa?" ucap Reza.

“Ya fokus ibadah," jawabnya.

“Kami mau bulan puasa besok, meja makan ini sudah ada menantu kami. Kami ingin sahur dan berbuka puasa bersama dengan mantu kami," ucapnya Lina.

Ervan menelan air ludahnya. Sepertinya kali ini dia tidak bisa main-main lagi.

"Aku cari sendiri,” ucapnya.

“Silakan," jawab Reza.

“Aku mau ke kantor dulu masih banyak kerjaan," ucapnya yang sudah tidak sabar untuk bisa secepatnya pergi.

“Iya, hati-hati," jawab Nina.

“Iya ma," ucap Ervan yang mencium punggung tangan mamanya. Pria itu dengan cepat mencium pipi mamanya.

"Kamu sudah tua, masih aja cium pipi mama. Makanya kamu nikah, biar bisa cium pipi istri kamu setiap pagi," ucap Lina yang mengomel ketika putra semata wayangnya mencium pipinya.

Ervan hanya tersenyum saat mendengar ucapan mamanya. “Beda sayangnya ma," ucapnya yang kemudian mencium punggung tangan papanya.

"Aku berangkat dulu. Assalamu’alaikum," ucapnya berpamitan.

“Wa’alaikumsalam salam," ucap Lina dan Reza secara bersamaan.

“Ervan,” ucap Reza yang membuat putranya menghentikan langkah kakinya dan memutar kepalanya memandang ke arah papanya yang berdiri di samping meja makan.

“Ya pa," jawab Ervan.

“Ingat, kamu baru bisa menjabat menjadi Direktur Utama bila sudah menikah," ucapnya.

“Iya pa, aku ingat dan selalu ingat. Papa juga ingat kalau aku anak satu-satunya,” ucap Ervan yang terkekeh.

“Ervan.....,”  suara keras Reza terdengar memenuhi isi rumah mewah tersebut.

Ervan langsung lari keluar dari rumahnya. 

****

“Ada apa," ucap Yoga yang duduk di depan meja Ervan.

Ervan mengangkat kepalanya dan memandang sahabatnya tersebut. “Biasa,” jawabnya.

“Cari istri,” tanya Yoga.

Ervan mengangkat keningnya dan menganggukkan kepalanya.

“Apakah mencari istri sebegitu sulitnya,” tanya yoga.

Erpan diam dan memandangnya.

“Kamu begitu sangat tampan, aku yakin pesona yang kamu miliki tidak akan ada yang mampu menghindarinya,” ucap Yoga.

Ervan hanya diam saat mendengar ucapan temannya. “Semuanya tidak sesederhana yang kamu piker,” ucapnya.

“Apa kamu masih ingin berkelana mencari gadis yang bisa membuat detak jantung mu berdegup bila melihatnya,” ucap Yoga yang sedikit mentertawakannya.

“Aku tidak tahu, bila melihat gadis-gadis lain hati aku tidak merasa ada sesuatu getaran,” ucap Ervan.

“Itu karena kamu tidak mau mendekatkan diri dengan mereka,” ucap Yoga.

“Bagaimana aku bisa mendekatkan diri dengan mereka bila aku tidak tertarik,” jawabnya.

“Bila kamu merasa ada yang tidak normal dengan diri kamu, maka datanglah ke pisikiater,” ucap Yoga memberi saran.

“Apa kamu sudah tidak menyayangi jabatan kamu di sini,” ucapnya yang begitu sangat marah ketika mendengar ucapan sahabatnya.

Yoga tertawa saat mendengar ucapannya. “Maaf bos, maafkan saya. Saya masih ingin bekerja di sini bos. Istri saya lagi hamil bos," ucap pria tersebut.

Ervan diam dan memijat keningnya. "3 bulan," ucapnya.

"6 bulan bukan 3," jawab Yoga.

Ervan menandang sahabatnya. Keningnya berkerut saat mendengar jawaban temannya. "Apa yang 6 bulan," ucapnya.

"Hamilnya Jihan," ucapnya.

Ervan memandang sahabatnya dengan sangat marah. Pria itu mengusap wajahnya. “3 bulan batas waktu aku untuk dapatkan calon istri. Bila tidak ada, maka aku harus menerima pilihan mama dan papa," ucapnya yang mengusap wajah.

Yoga tertawa saat mendengar penjelasan dari temannya. “Aku kirain usia kandungan Jihan," ucapnya.

“Usia kandungan istri kamu, itu bukan urusan aku" ucap Ervan kesal.

“Tapi tidak ada salahnya kamu ke pisikiater. Atau jangan-jangan?" ucapnya memandang temannya dengan tatapan aneh.

"Aku bukan jeruk makan jeruk," ucapnya.

Yoga Tersenyum dan mengusap dadanya. "Syukur," ucapnya.

“Apa butuh jasa untuk mendapatkan seorang istri,” tanya Yoga.

Ervan memandang yoga. "Lebih baik aku memilih pilihan orang tua aku daripada memilih pilihan mu,” ucapnya.

Yoga tertawa ngakak. “Aku hanya sekedar menawarkan jasa bro,” ucapnya.

“Tidak perlu, aku lebih percaya dengan kedua orang tua ku daripada kamu,” ucap Ervan.

“Ya udah,” ucapan temannya tersebut. "35 menit lagi rapat dimulai,” ucapnya memandang Ervan.

“Apa kamu sudah siapkan semua berkas yang aku butuhkan,” tanya Ervan.

“Sudah bos,” jawab Yoga.

Ervan menganggukkan kepalanya.

“Apa hari ini Pak direktur tidak ikut rapat,” tanya Yoga.

Erpan menggelengkan kepalanya, “Papa lagi sibuk dengan istrinya, nggak tahulah entah apa yang sedang diselesaikan mereka saat ini,” ucapnya.

“Sudah pasti mereka sedang mempersiapkan calon istri kamu,” ucap Yoga yang sedikit tertawa.

“Sudahlah, berbicara dengan kamu bikin kepalaku tambah pusing,” ucap Ervan.

****