Bab 7 Kiss Me
Zayver bangkit dari atas ranjang tanpa membalas perkataan Arsana sepatah katapun. Meraih pakaiannya lalu melempar sejumlah uang pada Arsana.
Arsana mengepalkan tangannya marah pada perlakuan Zayver yang melempar uang layaknya pelacur. Arsana mengambil uang yang cukup banyak itu.
Arsana beranjak dari ranjang, segera membersihkan diri.
Rasa ngantuk yang sebelumnya menyerang–tak lagi dirasakannya. Arsana memilih membuka ponselnya, mengabari atasannya untuk segera mengatur tempat yang diingin Arsana.
Arsana meminta pada bosnya untuk dibuatkan markas. Banyak rencana yang harus disusun secepat mungkin. Apalagi tugas Arsana sebagai agen bukan hanya satu.
****
Setelah berhari-hari renovasi studio yang diinginkan Arsana, sekarang sudah siap.
Arsana duduk di depan komputer yang terhubung dengan printer di sampingnya.
Arsana terlihat seperti penjaga toko, begitu serius menatap komputer di depannya.
Apalagi Arsana bukan hanya sekadar menjaga toko atau guru relawan, Arsana juga harus bekerja sebagai agen rahasia. Arsana menggunakan komputer yang telah dirancang dengan baik, untuk mengerjakan tugasnya sebagai agen.
Selain menangkap gembong narkoba dalam misinya, Arsana juga harus memberantas penyelundupan senjata dan juga human trafficking.
Arsana harus memulai dari titik nol terlebih dahulu dengan memberantas orang-orang yang bersangkutan.
Belum lagi dia harus mengatur tugasnya sebagai seorang istri dengan melayani suaminya. Zayver hanya memberi kebebasan pada Arsana sampai jam 5 sore.
Arsana harus berada di rumah pada malam hari. Zayver melarang keras Arsana untuk keluar pada malam hari.
Jika tidak lelaki itu akan marah dan sebagai hukumannya Zayver akan menggempur Arsana di atas ranjang sampai pagi.
Arsana benar-benar tak percaya dengan kekuatan Zayver yang begitu kuat di atas ranjang.
Baru saja toko itu dibuka beberapa jam yang lalu, Arsana mendapatkan pelanggan yang ingin mencetak fotonya.
“Bisakah mengubah background gambar ini menjadi warna biru?” ucap pembeli yang baru saja datang.
“Tentu.” Arsana tersenyum manis, lalu mulai mengejar pesanan pembeli.
Tak butuh waktu lama Arsana telah menyelesaikan pesanan itu dengan cepat.
Beberapa orang mulai berdatangan dan meminta Arsana mencetak foto-foto yang mereka inginkan dari mulai ukuran dan juga latar.
Arsana tidak menyangka jika hari pembukaannya akan begitu ramai. Apalagi Arsana mematok harga yang sangat terjangkau.
Brak!
Tiba-tiba seseorang menggebrak
Etalase kaca di samping Arsana. Selain membuka cetak foto Arsana juga menjual barang-barang lainnya.
“Uang keamanan.” pinta orang yang tiba-tiba datang.
Sehingga beberapa pembeli yang mengantre segera pergi ketakutan.
Arsana mendesis, lalu memberikan satu lembar uang yang didapatnya dari hasil pembeli sebelumnya.
“Apa-apaan ini?! Mana cukup uang satu lembar.”
Orang itu tidak terima Arsana memberikan satu lembar uang berwarna hijau.
“Aku baru saja membuka toko ini, tidak ada uang lagi.” bohong Arsana.
Dompet yang dipegang Arsana tiba-tiba diambil dengan paksa.
“Sialan! Kau membohongiku?!”
Beberapa lembar uang yang ada di dompet itu diambilnya.
Melempar dompet kosong tersebut kehadapan Arsana.
Arsana terlalu malas untuk melayani para oknum yang mengaku sebagai penjaga keamanan. Arsana membiarkan uang itu diambilnya begitu saja.
“Sabar ya, mbak.”
Beberapa pelanggan merasa kasihan pada Arsana.
Arsana hanya tersenyum pasrah, lalu kembali duduk di depan komputernya.
Disaat tidak ada pembeli Arsana membuka sebuah menu rahasia yang ada di laptopnya.
Arsana mendapatkan sebuah pesan dari Zahra, teman dekat Arsana. Zahra seorang agen dengan kode 01. Zahra juga ditugaskan di pelosok papua sebagai dokter relawan.
Arsana mencoba membuka pesan rahasia yang berisi kode matriks yang harus dipecahkan
metode yang hanya mereka berdua yang mengerti.
Menggunakan metode yang telah mereka pelajari selama bertahun-tahun.
Zahra mengubah pesan asli menjadi serangkaian angka dan simbol yang terlihat seperti matriks yang rumit. Setiap angka dan simbol memiliki makna tersendiri dan hanya para agen rahasia yang akan tahu pesan tersebut.
Sebagai agen rahasia mereka biasanya, menggunakan metode komunikasi yang aman dan terenkripsi untuk mengirim pesan rahasia. Mereka tidak menggunakan email atau pesan karena metode tersebut rentan terhadap penyadapan atau pembobolan keamanan.
Sebagai gantinya, Zahra dan Arsana menggunakan sistem komunikasi yang telah dirancang khusus untuk keperluan mereka. Dengan penggunaan jaringan komunikasi terenkripsi yang hanya dapat diakses oleh agen-agen yang memiliki izin. Metode ini memastikan bahwa pesan yang dikirimkan hanya dapat dibaca oleh penerima yang dituju dan tidak dapat diakses oleh pihak mana pun.
Para agen sering menggunakan teknologi enkripsi yang kuat untuk melindungi pesan rahasia mereka. Enkripsi adalah proses mengubah pesan menjadi bentuk yang tidak dapat dibaca oleh orang lain kecuali penerima yang memiliki kunci dekripsi yang tepat.
Arsana berhasil memecahkan isi di dalam pesan tersebut.
Zahra yang bekerja sebagai dokter relawan memberi tahu Arsana, jika target yang dicari dalam misi pertamanya di papua–telah ditemukan dan mereka hanya perlu mengatur strategi ketahap selanjutnya.
Arsana dan Zahra, mereka harus memulai dengan melakukan riset terlebih dahulu, tentang jaringan perdagangan manusia dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak para pelaku.
Pekerjaan Arsana tidak semudah membalikkan telapak tangannya.
Setelah membalas pesan Zahra, Arsana menutup tokonya dan memilih untuk pulang.
Arsana berjalan kaki cukup jauh untuk sampai vila milik Zayver. Tak ada kendaraan yang bisa di tumpanginya.
“Kau terlambat 30 menit, Arsana.” suara di ujung sofa membuat Arsana menoleh.
“Zayver, sepertinya kamu harus mencoba menggerakkan kaki dengan berjalan. Agar kau tahu apa itu kesabaran.”
Setelah berkata seperti itu Arsana memilih menaiki anak tangga. Rasa lelah dan lapar membuat Arsana malas berdebat dengan Zayver.
“Arsana!” teriak Zayver memanggil Arsana.
Arsana menoleh, “Ada apa?” tanya Arsana.
“Kamu masih bertanya ada apa?! Aku sudah menunggumu sejak tadi. Sekarang kemari atau aku-”
Arsana dengan terbirit-birit berlari menghampiri Zayver. Arsana tidak ingin Zayver menghukumnya.
Arsana berdiri di hadapannya. Zayver menarik tangan Arsana, hingga terjatuh ke dalam pangkuannya.
“Zayver, apa yang kamu lakukan?! Tubuhku bau keringat, aku harus segera membersihkan diri.”
Arsana mencoba menghindar, hendak berdiri dari atas pangkuan Zayver–Lelaki itu malah manahan pinggang Arsana.
“Arsana, kau terlambat cukup lama dan kamu mencoba menghindar dari kesalahanmu.”
“Zayver, aku tidak akan menghindar dari kesalahan. Aku sudah menuruti perintahmu dengan pulang tepat di jam lima. Sisanya aku pakai untuk berjalan kaki, aku tidak akan terlambat pulang jika memiliki kendaraan.” Arsana mencoba menjelaskan.
Tak!
Zayver menyentil kening Arsana.
“Dasar bodoh! Aku menyuruhmu pulang di jam tersebut–sampai ke rumah. Tidak terhitung waktu saat berjalan kaki.” ujar Zayver
“Jadi, malam ini kau akan menghukumku? Tetapi ini bukan sepenuhnya salahku! Kamu sendiri tidak menjelaskannya terlebih dahulu kepadaku.”
Arsana mencoba mencari kesalahan Zayver dengan harapan agar lelaki itu tidak menghukumnya.
Zayver terdiam sesaat, memandang wajah Arsana yang berada di atas pangkuannya.
“Kiss me, maka aku akan membebaskanmu malam ini.”
“Ah, ya… Baiklah! tutup matamu.”
“Lakukan dengan mata terbuka.”
Arsana memasang wajah tak suka dan tetap melakukannya.
“Akhh…” teriak Arsana terkejut, dengan reflek melingkar tangannya di pundak Zayver.
Tubuhnya tiba-tiba melayang, Zayver mengangkat tubuh Arsana, membawanya ke lantai atas.
Zayver melakukannya tanpa sadar. Zayver tidak membiarkan Arsana untuk turun dari atas pangkuannya.
Zayver melihat kaki Arsana yang memerah, akibat jalan kaki cukup panjang.
