Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 5

Di ruang makan, tampak seluruh anggota keluarga berkumpul menikmati makanan. Tentu saja kecuali Axelo yang terbaring di kamarnya. Tuan Douglas melirik Lily yang menyantap dengan tidak bersemangat. Lalu ia berdehem, semua mata mengalihkan padangan pada nya.

"Lily, kenapa wajahmu suram? Apa rasa masakan ini tak sesuai dengan seleramu?"

Lily hendak membuka mulutnya untuk bersuara, namun....

"Mungkin ini pertama kalinya dia makan makanan enak ini, ayah." Sela Camelia melihat Lily melalui ekor mata dengan pandangan yang merendahkan."Kurasa itu bukan wajah suram, tapi girang karena makanan."

Lily tersenyum dengan sedikit dipaksakan mendengar cemoohan dari Camelia, seraya berkata;

"Benar Tan, kek, ini memang hanya tentang rasa. Semua akan tetap tercampur aduk di dalam sana dan akan keluar dari lobang yang sama."

Sudut bibir tuan Douglas terangkat, namun tipis hingga tak ada yang menyadarinya.

Trang!

Kesal, Camelia meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring. "Apa orang tuamu tidak mengajari tata Krama ketika di meja makan?"

"Tentu saja mereka mengajariku dengan sangat baik, Tan. Tapi di sini, seperti nya aku juga harus belajar tata Krama baru. Dan aku akan memulainya dari Tante."

Camelia menggenggam erat ganggang garpu dan pisau untuk mengalihkan semua kekesalan nya di sana.

"Sudah cukup." Tuan Douglas bersuara berat dan dingin."Lain kali jangan menyela ataupun menjawab pertanyaan yang tidak di tujukan padamu, Camelia."

"Dan Lily, bersikap lah sopan pada bibi mu."

"Baik, kakek Douglas." Tunduk Lily patuh. Setidak nya Lily tau siapa yang berkuasa di rumah ini. Dan padanya-lah Lily harus menjilat agar selamat.

Sementara itu, Russell anak Camellia, mencuri pandang dengan senyum tipis di wajahnya. Melirik Lily yang sedikit banyak sudah membuatnya tertarik. Wanita yang bahkan berani melawan ibunya, sangat berbeda dengan Angelica, kekasih Axelo yang sudah jatuh ke pelukannya. Sibuk menjilat Camelia.

Seusai sarapan, Lily bermaksud kembali ke kamar Axelo, namun Camelia yang sudah kesal pada Lily menyusul dengan langkah lebar. Tanganya terulur hampir menyentuh rambut Lily yang panjang.

Gadis gesit itu menggeser tubuhnya ke samping hingga Camelia jatuh tersungkur ke depan. Lalu Lily berbalik menatap Camellia, senyum tipis tersungging di wajahnya. Hal itu tentu bukan tak di sengaja, namun Lily memang pandai bersandiwara.

"Haaa... Ya ampun Tante, apa yang Tante lakukan sampai tersungkur begitu? Apa kau terantuk sesuatu? Perlukan aku membantu?" Dengan sangat jelas, Lily pura-pura terkejut dan mengulurkan tangannya, itu membuat Camelia meradang.

Gadis itu sengaja melawan padanya.

Camelia mengangkat tangannya hendak menyambut tangan itu sebagai pegangan. Nyaris menyentuh, tapi tangan Lily lebih dulu terangkat ke atas dan ia gunakan untuk menyingkirkan anak rambut di belakang telinganya seraya tersenyum mengejek.

"Maaf Tante, sepertinya Axelo memanggil. Aku pergi dulu." ucap Lily melenggang melangkahkan kaki jenjangnya.

Tangan Camelia yang mengambang di udara semakin membuat dirinya diliputi amarah.

"Gadis busuk! Beraninya ia melawan dan mempermainkan ku!" Geram Camelia memukul udara.

"Sudahlah, untuk apa kamu menghabiskan waktu bermain dengan gadis itu?" Elvan mendekat dan mengulurkan tangannya pada sang istri. Ia menyaksikan semua drama yang baru aja terjadi.

Camelia melirik sinis suaminya.

"Kita masih punya kartu as-nya. Jangan habiskan tenagamu untuk hal kecil seperti ini."

Camelia yang berdiri di bantu oleh sang suami menatap tajam pada Elvan.

"Elvan, aku harus menegaskan dominasi ku!" Geram Camelia melirik ke arah kamar Axelo."Gadis busuk itu, harus tau siapa yang sudah ia singgung."

Camelia yang berdiri di bantu oleh sang suami menatap tajam padanya.

"Elvan, aku harus menegaskan dominasi ku!" Geram Camelia melirik ke arah kamar Axelo."Gadis busuk itu, harus tau siapa yang sudah ia singgung."

Sementara di ujung lorong, Russell yang juga menyaksikan dari awal sampai akhir mengulas senyum misterius. Rasa ketertarikan nya pada Lily meningkat tajam.

Sementara di ruangan lain yang tampak gelap dan terpisah, seorang pria tua dengan bertumpu pada sebuah tongkat penopang menatap monitor yang menampilkan setiap sudut mansion. Termasuk lorong tempat dua wanita itu bersitegang, Sudut bibirnya terangkat ke atas.

****

Lily menatap tubuh suaminya yang masih setia terbaring di ranjang kamar berukuran king size itu.

"Hei, aku menjalani hal berat di rumah ini karena kamu."

"Jadi, bagaimana caraku untuk menuntaskan rasa kesal ini?"

Lily bergumam sendiri. Lily membungkukkan badannya menatap lebih dekat wajah tampan Axelo.

"Hemm.... Kamu tampan, tapi, aku tak mungkin memperkosa mu saat barang mu saja tidak bisa berdiri."

Hening sesaat, tapi Lily sama sekali tidak menjauhkan wajahnya dari Axelo.

"Tapi, aku pikir, mungkin, aku bisa punya sedikit hiburan dari wajah ini..." Gumam Lily lagi, banyak ide bermunculan di otaknya. Senyum nakal itu terkembang, alis Lily bergerak naik turun seperti dimainkan angin.

Beberapa saat kemudian.

Wajah Lily tampak begitu serius. Jari jemarinya bergerak melukis wajah Axelo dengan sapuan make up. Lalu senyum terbit sempurna di wajah cantiknya.

Lily berdiri menegakkan punggungnya memandang hasil karya yang begitu cantik dan indah di wajah Axelo.

"AHa-ha-ha, kau cantik sekali suamiku....."

Lily terpingkal sekaligus bangga dengan hasil karyanya merias wajah Axelo menjadi sangat cantik.

"kamu membuat ku minder sebagai wanita. Cepatlah sadar jadi kita bisa berbagi make up. Ha-ha-ha."

Lily memegangi perut nya yang terasa kram karena terlalu banyak tertawa. Lily menyentuh sudut matanya yang berair dengan jari manisnya. Lalu mengambil gawai,

"Kita harus mengabadikan ini sayang." Kekeh Lily memasang kamera depan lalu mulai berselfi dengan Axelo.

Beberapa kali Lily mengambil gambar mereka berdua. Dan Lily bergaya seperti ABG ABG yang baru saja mendapatkan ponsel pertamanya.

"Yaahh, aku rasa ini cukup. Apa kau mau melihatnya suamiku? Aaahhh, kau bahkan tidak bisa membuka mata. Sayang sekali."

Semua kalimat yang meluncur dari bibir penuh Lily hanya hinaan. Karena saat ini hanya itu yang ia bisa lakukan.

Selama beberapa hari di mansion utama tuan Douglas, gerak Lily terbatas, ia tak di ijinkan keluar mansion, bahkan berbelanja atau sekedar jalan-jalan pun tak boleh apa lagi bekerja.

Hal yang boleh Lily lakukan hanyalah terus berada di dalam mansion itu. Tidak boleh terlalu jauh dari suaminya, merawat dan membersihkan tubuh Axelo. Benar-benar membuat Lily merasa sangat terkekang.

Satu-satunya hiburan baginya hanyalah menjahili Axelo dan terus menyindirnya dengan kata-kata yang sedikit tak enak di dengar. Meski begitu, Lily hanya melakukannya ketika mereka hanya berdua. Ia tak ingin mendapatkan masalah jika melakukan itu di depan anggota keluarga lain ataupun didepan asisten dan dokter pribadi Axelo, ber- nama Yu itu.

****

"Bagaimana keadaan Axelo, Yu?"

Tuan Douglas yang berdiri ujung ranjang menatap dokter muda yang sedang menyuntik lengan Axelo.

Siang itu, adalah pemeriksaan rutin Axelo, semua keluarga berkumpul di kamar cucu kesayangan Kakek Douglas.

Elvan, Camelia, anak lelaki mereka Russell dan bahkan Angelica kekasih Axelo pun ada di sana. Berdiri tepat di samping Russell.

Dokter Yu menyimpan semua peralatan medisnya. Lalu berbalik menatap setiap wajah yang juga berpusat padanya. Terkecuali Lily, yang sibuk dengan kuku-kuku jarinya.

"Masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan."

Wajah tuan Douglas tampak sangat kecewa.

"Apa yang kau lakukan selama ini di sampingnya, sampai keponakan ku masih tak menunjukan perkembangan apapun?"

Pertanyaan Yang terlontar dari mulut sadis Camelia tertuju pada Lily.

Sementara Lily hanya menanggapinya dengan malas. Bukan Lily namanya jika hanya diam ketika dirinya di tindas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel