bab 3
"Berhenti! Mau ke mana kamu Lily! Kau tak boleh pergi! Berhenti."
Tak memperdulikan teriakan sang papa, Lily terus melangkah keluar. Tepat saat itu, pintu utama di buka dengan kasar dari luar.
BRAK!
Lily terkejut hingga reflek mundur ke belakang. Beberapa orang berbadan kekar dengan setelan jas hitam yang melengkapi penampilan sangar mereka menerjang masuk. Lily terlalu bingung dan kaget sampai ia hanya mematung di tempat.
Seorang pria masuk bersama wanita yang berpenampilan glamor nan seksi. Mereka lah paman dan bibi Axelo, Ervan dan Camellia.
"Lukas?"
Wajah Lukas menjadi pias dan tegang. Tubuhnya seketika lemas dan luruh. Keringat dingin membasahi punggungnya.
"Kami tagih janjimu!"
"Sa-saya tuan." Lukas terbata karena takut. Lalu menunjuk Lily yang berdiri tak jauh dari Ervan dan Camellia. "Dia- dia anakku yang aku maksud."
Mata Lily membelalak tak percaya. Papanya benar-benar menjualnya sebagai penebus hutang. Lalu lily menatap papa dan dua pasangan yang baru datang itu bergantian.
"Maaf, saya tidak bersedia." Tegas Lily tanpa menoleh lagi pada papanya. Lalu menunduk memberi hormat pada orang yang lebih tua, bukan atas dasar takut."Saya bukan anaknya, sejak aku pergi dari rumah, dia menipuku sedang sakit, dan aku terpaksa pulang. Jika ingin meminta ganti hutang, minta saja pada nya dan dua orang di sana." Lily menunjuk Clarissa dan ibunya. Mereka terlihat begitu terkejut dan takut.
"Lily!" Lukas dengan nada memohon menatap anak sulungnya, Lily bergeming.
"Lukas!"
Wajah Lukas semakin pias dan tegang. Keringat berjatuhan dari wajahnya.
"Lily, tolong papa nak." Mohon Lukas menangkup kedua tangannya dan wajah yang mengiba.
"Mintalah pada anak papa di sana." Cetus Lily menatap sinis pada Bella dan Clarisa yang masih terduduk dan ikut gemetar. Mereka pernah mendapat tekanan sebelum nya, hingga untuk menegakkan kepala saja mereka sudah tak berani.
"Lily! Please."
Ervan tertawa.
"Seperti nya, anakmu keberatan ya Lukas?"
Lukas menatap Ervan dengan sangat ketakutan, merasa tak siap untuk kehilangan jari juga nyawanya.
"Ti-tidak. Sa-saya akan membujuknya, tolong, beri saya waktu." Pinta nya mengiba.
Ervan tertawa lagi. Tawa yang menggelegar hingga membuat bulu kuduk merinding.
"Kenapa dengan orang ini?" Gumam Lily "apa dia salah makan?"
"Lily, papa mohon." Lukas mengiba.
"Tidak pa. Mereka yang menikmati uangmu, kenapa tidak mereka saja?" Lily menunjuk jengah dua wanita di tengah ruangan. "Mereka lebih pantas."
"Anak sialan! Berani kau..."
"Diam Bella! Jika Lily tidak bersedia, maka kau dan anak-anak mu yang akan menanggung semua." Bentak Lukas mengancam.
Ervan tertawa semakin kencang. Lalu ia menggerakkan kepalanya. Memberi isyarat pada para bodyguard nya. Dengan cepat mereka bergerak menahan tubuh Lukas dan memukulinya.
"Papa!"
"Lukas!"
Pekik Clarisa dan Bella bersamaan merasa ngeri melihat Lukas tak berdaya.
"Kau lihat itu Lily!" Pekik Bella dengan mata berderai dan tubuh gemetar."Cepat lakukan sesuatu! Jangan hanya diam saja!"
"Kau sendiri bagaimana Tante? Apa kau melakukan sesuatu?" Sindir Lily menatap sengit. Ia marah, kenapa harus dirinya? Sudah di tipu tentang penyakit ayahnya, Lily masih harus berkorban lagi untuk menutup hutang sang papa? Sementara dua anak lain dan istri yang sudah menikmati hartanya? Apa yang sudah mereka lakukan untuk Lukas?
Lily menatap Lukas yang mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi. Hingga pria itu memuntahkan darah. Hati anak mana yang tak terluka melihat papanya mendapat siksaan sedemikian rupa. Tentu saja Lily merasa iba.
"Lukas.....!!" Tangis Bella memeluk Clarisa yang juga menangis tanpa bergerak dari tempatnya.
Clarisa menggeleng, lalu berdiri, "tidak ma! Aku tidak mau! Aku tidak mau terlibat!"
"Lukas.....!!" Tangis Bella memeluk Clarisa yang juga menangis tanpa bergerak dari tempatnya.
Clarisa menggeleng, lalu berdiri, "tidak ma! Aku tidak mau! Aku tidak mau terlibat!" Teriaknya berlari ke arah yang lebih dalam. Mungkin berniat Kabur sebelum ia ditangkap dan di jadikan budak keluarga kakek Douglas.
"Clarisa!" Panggil Bella melihat anaknya berlari menjauh membuat Bella menyusul. Sedikitpun tidak memperdulikan Lukas yang tengah mengalami siksa dari orang-orang berbadan kekar itu.
Melihat hanya dirinya yang tinggal membuat lily semakin iba dan simpati pada papanya. Bahkan istri dan anaknya yang ia agungkan itu memilih pergi meninggalkan sang papa saat pria itu berada di titik terendah.
"Papa...." Lirih lily menangis melihat papa yang sudah tergolek lemas di atas lantai dengan darah yang berceceran di sekitar. Walau ia berhati keras, tetap saja ia tak tega.
Salah seorang pengawal Elvan mengambil pisau dari balik bajunya.
"Pertama jempol nya dulu." Titah Elvan menyimpan tangannya di saku.
"Hihihi, kenapa tidak langsung kau bunuh saja, Elvan?" Kikik Camelia sinis.
"Aku ingin dia merasakan sakitnya kehilangan kelima jarinya sebelum kita menghabisi nya." Kekeh Elvan.
Mendengar ucapan pasangan yang tak memiliki ampun itu, Lily meremang. Tak bisa ia bayangkan jika harus kehilangan sang papa setelah mama nya pergi beberapa tahun silam.
Tangan pria kekar itu menarik lengan Lukas.
"Tidak! Tuan! Ampuni aku! Jangan!" Lukas memekik ketakutan, tubuhnya berusaha memberontak dengan sisa-sisa tenaga. Namun pria kekar itu jauh lebih kuat, tangannya bersiap menghujam tangan Lukas.
"Lily! Tolong papa!"
Tawa Elvan makin tergelak.
Pisau itu semakin dekat dengan jari Lukas. Lily berlari dan bersimpuh di depan tubuh Lukas. Menjadikan diri sebagai perisai bagi papanya.
"Aku bersedia!"
"Aku akan bersedia menikah, menggantikan papa, atau apapun itu! Aku bersedia!" Mohon Lily bersuara keras agar mereka tak menyakiti papanya lagi."aku mohon jangan sakiti dia lagi."
Senyum licik terbit di wajah Elvan dan Camellia.
"Kalau begitu, tanda tangani surat perjanjian ini."
Dengan dada yang bergemuruh, dan rasa marah namun tak bisa berbuat apapun karena nyawa papa Lukas di pertaruhkan. Lily mengambil berkas yang di sodorkan kepadanya.
"Apa aku bisa mengajukan beberapa keberatan?"
"Kau tidak memiliki hak untuk itu, nona manis." Camelia tersenyum mencemooh.
"Bukankah aku hanya harus menikahi keponakanmu?"
"Benar, tapi kau harus mengikuti aturan yang berlaku baik di rumah itu, ataupun pada kami."
Lily tertawa kecil. Ia tak punya pilihan selain menyetujui nya.
"Setidaknya, setelah ini aku ingin kalian menepati satu hal. Jangan mengganggu papa Lukas ataupun menggunakannya untuk mengancam ku."
"Aku tidak akan melakukannya."
"Kalau begitu, bisakah di sisipkan di sini?" Pinta Lily karena ia tak ingin apapun yang terjadi di depan, Lukas ikut terlibat.
"Tidak masalah."
"Semua hal hanya tentang aku dan kalian."
Lily menandatangani berkas itu saat di lihatnya pisau yang kini sudah menempel di jari sang papa.
"Kau harus selalu ingat siapa yang udah berkorban untuk mu papa." Lirih Lily menatap papa, walau merasa benci pada papa nya saat ini. Namun Lily bukan anak yang bisa lari meninggalkan sang papa yang hampir kehilangan jari dan nyawanya.
"Bagus, jadilah anak baik yang menurut."
"Jangan ganggu papa ku lagi."
"Tidak akan. Seperti yang kau bilang semua tentang kita. Tanpa dia."
