bab 2
"Wah, siapa ini yang datang?" Suara ketukan sepatu pantofel dengan lantai marmer beradu diiringi sosok Clarisa yang mendekat.
Gadis cantik dengan gaun berwarna merah menyala seperti polesan lipstik di bibirnya. Menyungging senyum angkuh pada Lily yang berbanding terbalik dengan gaya Clarisa.
"Sepertinya kamu sangat nyaman tinggal di rumah ini, Clarisa."
Lily, gadis cantik yang sederhana namun memiliki hati lembut. Sikap dan sifat kerasnya adalah bukti tempaan hidup yang dia jalani.
"Sepertinya kamu sangat cocok dengan hidupmu di luar sana." ujar Clarisa memandang rendah Lily dari atas ke bawah.
"Benar. Aku menyukai hidup diluar tanpa merampas milik orang lain." Ucap Lily berjalan mendekat dan merapikan gaun Clarisa, lalu menepuk menyingkirkan debu dari pundaknya."Bersiaplah, aku sudah kembali. Mungkin nanti kamu akan merasakan lebih banyak debu di bajumu." Usai berbisik tepat di telinga Clarisa dan tersenyum sinis. Lily melangkah menuju kamar yang lama ia tinggalkan.
Dengan tangan mengepal kuat, Clarisa menatap punggung Lily.
"Sabar Clarisa, jangan membuat dia curiga dan marah. Kau tau kedatangan Lily untuk apa." Suara Bella dari sudut lain.
"Jallang itu! Selalu menyebalkan sejak dulu! Kita sudah mengusirnya, tapi dia kembali lagi." Geram Clarisa uring-uringan.
"Kita akan melemparkan nya lagi ke tempat yang lebih buruk. Kenapa kamu harus uring-uringan, Clar? Biar dia merasakan hari terakhirnya di sini sebelum dia memasuki neraka." Bella tersenyum licik.
"Papa."
Netra Lily berair, melihat sang papa kini terduduk diatas kursi roda. Sangat memprihatinkan, dengan luka lebam di wajahnya. Lukas memang sangat pandai berakting.
"Papa, apa yang terjadi? Kenapa papa jadi seperti ini?"
Lily menghampiri papanya, dan langsung bersimpuh di depan sang papa yang berwajah kuyu.
"Maafkan papa nak. Ini semua salah papa." Tangis Lukas memeluk Lily.
"Kenapa bisa seperti ini pa? Papa sakit apa?" Tanya Lily dengan mata berkaca menatap sang papa.
"Papa, sudah kehilangan satu ginjal papaa nak." Jelas Lukas berbohong hanya untuk menarik simpati anak tertuanya.
"Apa?" Lily sangat terkejut."Bagaimana bisa papa sampai kehilangan ginjal papa?"
"Ini semua salah papa nak, papa yang tidak berhati-hati dlaam memilih rekan bisnis. Papa di tipu. Hingga kehilangan jutaan dolar." Lukas terlihat sangat menyesal. Lily menjadi merasa iba sekaligus marah.
"Bagaimana papa bisa sampai di tipu? Ayo pa, kita bawa kasus ini ke jalur hukum. Aku tidak terima papa sampai seperti ini." Lily beranjak dengan wajah yang sudah sangat marah. Lukas gelagapan, karena reaksi Lily justru mengajaknya untuk membuat laporan.
"Ti-tidak bisa Lily."
"Kenapa?"
"Karena... Karena papa tak punya cukup bukti. Jadi,kita tidak bisa membawa nya ke jalur hukum."
"Pasti ada cara pa." Lily berpikir keras mencari jalan keluar, sementara Lukas melirik putri sulungnya.
"Dan papa sudah berhutang pada tuan Douglas Alfaro."
"Apa? Douglas Alfaro? Bukankah dia pria tua yang kejam dan dingin? Yang bisa membunuh siapa saja yang ia kehendaki? Seluruh keluarganya bermasalah! Bagaimana bisa papa berhutang pada orang seperti mereka?" Lily terpekik tak percaya.
"Papa terpaksa nak." Tangis Lukas menundukkan badannya.
Lily merasa iba sekaligus kesal pada papanya, merasa semua sudah runtuh dan hancur."sudahlah pa. Apa rencana papa selanjutnya?"
"Papa harus membayar hutang pada mereka."
"Iya berapa hutang yang papa punya?" Lily memijit pelipisnya.
"500juta dolar."
"Apa?"
Apa papa sudah gila? Bagaimana bisa papa memiliki hutang sebanyak itu? Bahkan jika seluruh aset kita di jual sekalipun. Tidak kan cukup."
"Karena itu, Lily..." Lukas memegangi dadanya untuk memperkuat aktingnya dan bernafas berat berkali-kali. "Mereka menginginkan putri papa...."
"Tidak!" Sela Lily tegas."Jangan pernah berpikir untuk menjadikanku penebus hutang mu papa!"
"Apa papa sudah gila? Bagaimana bisa papa memiliki hutang sebanyak itu? Bahkan jika seluruh aset kita di jual sekalipun. Tidak kan cukup."
"Karena itu, Lily..." Lukas memegangi dadanya untuk memperkuat aktingnya dan bernafas berat berkali-kali. "Mereka menginginkan putri papa...."
"Tidak!" Sela Lily tegas."Jangan pernah berpikir untuk menjadikanku penebus hutang mu papa!" Vokal Lily mata nya mengedar keseluruh ruangan di sudut ruang itu berdiri Clarisa dan Bella yang sedari tadi hanya jadi penonton.
"Mereka...." Lily menunjuk dua wanita yang berdiri di depan anak tangga ruangan itu."Dua jallang itu yang menikmati uangmu! Merekalah yang seharusnya menjadi penebus hutang mu! Bukan aku!"
"Kurang ajar!" Clarisa mendekat dan hendak melayangkan tamparan namun tangan Lily lebih cepat menangkap tangan Clarisa dan melintirnya di balik punggung saudara tirinya itu.
"Aauuuu.... Sakit! Mama! Tolong!" Pekik Clarissa kesakitan.
"Teruslah memekik pertolongan dari mama mu Clar, seperti dulu!"
"Lepaskan tangan Clarisa, anak sialan!" Bella pun mendekat hendak membantu anaknya. Saat Bella sudah semakin dekat, Lily tersenyum tipis dan mendorong tubuh Clarissa ke arah Bella. Hingga dua wanita itu terjatuh.
"Aaakkkkhh...." Pekik keduanya kesakitan.
"Papa apa yang kau lakukan? Melihat kami di perlakukan seperti ini?"
Lily menatap Lukas yang terlihat bingung. Sudah tentu Lukas bingung, jika dia membantu Bella dan Clarisa pasti sandiwara yang sudah ia mainkan akan terbongkar. Namun, melihat Bella yang beramarah membuat Lukas ingin memberi Lily pelajaran juga. Tapi, saat ini kelangsungan hidup keluarga tergantung pada Lily.
Jika anaknya itu sampai pergi, habislah sudah semua. Kedua anaknya harus menjadi budak di keluarga tuan Douglas dan Lukas sendiri harus kehilangan ke lima jarinya. Lukas tak ingin itu terjadi, jadi ia mencoba menahan diri.
"Papa! Jika kau tak mau menghukum rubah ini, biar mama yang melakukan nya." Geram Bella bangkit karena melihat Lukas sedikitpun tak menggerakkan tubuhnya. Justru diam dalam kebimbangan.
Bella mendekat dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi hendak menampar wajah cantik Lily. Sedangkan Clarisa bersiap mencekal lengan Lily dengan senyum liciknya.
Lily menangkap tangan itu dan memilin lalu menarik tubuh Clarissa ke depan wajahnya hingga tamparan keras Bella mendarat di pipi Clarisa.
"Aauu! Mama!" Pekik Clarisa mengaduh, sementara tangan Lily mendorong lepas tubuh Clarisa.
Bella tersentak karena salah memukul , dan melihat pipi anak kesayangannya memerah, langsung mengeram.
"Kurang ajar!" Bela semakin mendekat dengan tangan yang maju hendak menjabak dan mencakar Lily. Namun, reaksi Lily lebih cepat. Gadis itu menendang kaki Bella dan menangkap tangan Ibu tirinya, memelintirnya dan mendorong hingga tersungkur diatas tubuh Clarissa.
"Anak bangsat!"
Melihat istri dan anaknya yang bertubi-tubi mendapat serangan dari Lily, Lukas meradang. Ia berdiri dan menampar keras wajah putrinya hingga pipinya memerah.
"Kurang ajar!"
Lily yang tak menyangka akan mendapat tamparan dari Lukas. Merasa sangat terluka hatinya, tamparan itu tak hanya melukai wajahnya, tapi juga hati dan harga diri Lily.
"Papa..." Lirih Lily menatap pilu papanya dengan hati yang terluka. Lalu lily tersenyum, ia menyadari jika papa Lukas kini tengah berdiri tegak di atas kaki nya sendiri.
"Rupanya begitu?" Gumam Lily tersenyum getir.
Menyadari kesalahan fatalnya, wajah Lukas berubah pias.
"Ternyata sakit papa hanyalah sandiwara. Bodohnya aku." Gumam Lily sinis. Lalu melangkah meninggalkan.
"Berhenti! Mau kemana kamu Lily! Kau tak boleh pergi! Berhenti."
Tak memperdulikan teriakan sang papa Lily terus melangkah keluar. Tepat di depan pintu utama, di buka dengan kasar dari luar.
BRAK!
