Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MENGHENTIKAN HUKUMAN

Lara melirik kepada Hank, lalu meyakinkan hatinya jika dia harus mengambil alih hukuman itu, “Iya,” jawab Lara dengan nada sedikit menantang.

“Jika begitu karena kau ingin menggantikan hukumannya…” ujar Will seraya memandang dingin kepada Hank seraya melanjutkan perkataannya, “Jika begitu, aku tidak mengizinkanmu melanjutkan jenjang Pendidikan ke universitas.”

“Bagaimana, dia di pecat atau kau tidak kuliah?” tanya sarkas Will.

Wajah Lara memerah menahan marah, berpikir betapa kekanak-kanakannya pria yang sedang berdiri di depannya itu, Hank menarik tangan Lara seraya berkata, “Apa kau bodoh!”

“Kau tidak boleh kehilangan pekerjaan ini!” jawab Lara.

Hati Will semakin dongkol, melihat keduanya malah berdebat saling membela di depannya, Tanpa basa-basi, Will langsung saja memutuskan.

“Tuan Hank, peternakan Jenkins sudah tidak membutuhkanmu lagi, jadi kau bisa berkemas sekarang!” ujarnya seraya pergi melangkah dengan cepat meninggalkan keduanya.

“Brengsek!” gumam pelan Lara seraya mengejar langkah Will.

“Tuan Jenkins, kau tidak bisa melakukan ini kepadanya!” teriak Lara.

“Dan, katakan alasannya kepadaku! Kenapa aku tidak boleh memecatnya,” tanya Will.

“Itu… itu karena…” Lara sedikit kikuk terbata.

Ini malah membuat Will berpikir jika Lara dan Hank sedang menjalin sebuah hubungan, “Keputusanku tetap memecat dia!” ujar dingin Will.

“Aku tidak akan kuliah… aku tidak akan kuliah asal kau tidak memecatnya!” ujar Lara.

Mendengar ini jelas membuat daun telinga Will memerah karena menahan marah di hati. Dia pun membalikkan tubuhnya. Lalu berjalan mendekati Lara, dan mendorongnya ke diinding koridor, “Apa kau benar-benar menyukainya?”

“Apa!” jawab bingung Lara.

“Aku ingatkan sekali lagi, kau adalah milik keluarga Jenkins, milik-ku. Bahkan kau tidak berhak memikirkan tentang pernikahan!” bisik Will di daun telinga Lara.

“Apa pria ini sudah gila, siapa yang memikirkan tentang pernikahan!” pikir kesal Lara seraya mendorong tubuh Will.

“Yang pasti, jika aku menikah nanti, aku tidak akan memilih pria arogan sepertimu!” ujar marah Lara balik mendorong tubuh Will, lalu pergi berlari kecil meninggalkan Tuan Muda Jenkins yang langsung mematung ketika mendengar Lara berbicara seperti itu.

Lara masuk ke dalam pondok dan membanting pintunya karena kesal, dia langsung bersimpuh dan menangis.

Teringat tentang masa kecilnya yang indah bersama kedua orang tuanya, hati Lara semakin terasa sesak ketika mengingat Will telah mengambil masa remaja belianya.

Lara pun berpikir untuk membiayai masa depannya sendiri, Beasiswa yang sedang dia ajukan adalah satu-satunya cahaya penyelamat saat ini. Namun, dia masih harus bersabar lagi untuk mewujudkannya. Sementara itu, Will masuk ke kamar utama, Dia duduk di ranjang besarnya itu seraya memijit-mijit kedua pelipisnya dan berpikir mengapa akhir-akhir ini dia merasa terganggu jika melihat pemberontakan Lara kepadanya.

Will merasa jika gadis itu semakin bertumbuh semakin berubah, seakan sudah mulai bisa melawan semua keputusan yang dia putuskan untuk hidup gadis kecil yang dulu dia bawa ke Jenkins Estate ini.

Keesokan harinya, Mary mengetuk pintu pondok Lara, dengan masih mengantuk malas, Lara pun membukakan pintu, “Oh ya ampun kau masih tertidur, hari ini adalah hari wisudamu bukan?” ujar Marry.

“Bolehkah jika tidak ikut!” imbuh malas Lara lagi.

“kau sudah melewatkan pesta perpisahan sekolahmu, mengapa malah mau melewatkan hari wisudamu?” ujar Marry.

“Aku lihat beberapa hari yang lalu kau membawa baju togamu,” ujar Marry lagi.

Lara bergeming, Koki senior itu pun berkata lagi, “Tuan tidak di sini, dia sedang ada dalam perjalanan dinas, jadi kau bisa dengan tenang pergi ke hari wisudamu.”

“Eum…” imbuh Lara sembari menggigit bibir bawahnya.

“Ayo! Tunggu apalagi, kau akan terlambat jika masih diam saja,” ujar Marry seraya mendorong Lara ke kamar mandi.

Marry tidak bisa membiarkan Lara tidak menghadiri wisudanya, karena dia tahu jika gadis itu pasti meraih predikat lulusan terbaik, memiliki nilai-nilai mata pelajaran yang tinggi. Jadi dia berpikir mana bisa gadis itu melewatkan momen berharga dalam hidupnya.

Lara pun telah siap, dia langsung memakai baju toganya itu, Marry mengambil topi toga Lara lalu membantu memasukkannya ke dalam tas ransel Lara, juga memasukkan bekal kotak makan yang berisi sandwich dan sekotak susu.

Lara pun memeluk Marry seraya berkata, “Terima kasih, kau terbaik.”

“ya, ya , ya kau ini bocah kecil nakal, jika tidak diingatkan maka kau akan melepaskan momen terindahmu ini!” teriak Marry kepada Lara yang sudah mulai mengayuh sepedanya menuju ke sekolah.

Lara mengayuh sepedanya dengan kencang, dia tidak memperhatikan jika ada Rolles Royce yang berwarna hitam sedang terparkir. Will sedikit menunda kepergiannya hanya karena ingin melihat apakah Lara akan pergi untuk hari Wisudanya atau tidak.

Siluet bayangan ramping gadis itu semakin hilang di pandangan, Will pun berkata, “Jalan,” kepada supir-nya.

Di sekolah, Sarah sedar tadi sudah terlihat tidak tenang, “Hish ke mana perginya dia, Oh Ya Tuhan pidatonya akan segera dimulai. Tapi, dia malah belum datang.”

Melihat dari kejauhan sosok yang datang adalah Lara, maka Sarah pun merasa lega, dia langsung berlari menuruni tangga halaman sekolah, “Kenapa terlambat?” tanya Sarah dengan nada sedikit protes.

“Lupakan sepedamu, kita letakan di sini saja, tidak akan ada yang mau mencuri sepeda tuamu ini!” ujar Sarah seraya menarik tangan Lara.

Mereka berdua berlari kencang menuju ke Aula wisuda, Sarah langsung membuka pintu Aula tepat ketika MC acara wisuda memanggil nama Lara, “Aku harap kau sudah menyiapkan pidatomu,” ujar Sarah seraya sedikit mendorong Lara ke depan.

“Pidato,” gumam pelan Lara dengan hati yang berdegup kencang.

Berniat tidak hadir, jadi gadis itu benar-benar tidak menyiapkan sebuah naskah pidato perpisahan, Lara pun menaiki tangga panggung wisuda sekolah. Kepala sekolah memberikan sertifikat diploma kepada Lara seraya mengucapkan selamat lalu mempersilakan ke podium untuk memberikan sepatah dua patah kata pidato.

Lara tersenyum seraya mengambil napas panjang, “Terima kasih…” ini adalah kalimat yang keluar dari mulutnya.

Terlihat Sarah menepuk keningnya ketika melihat kegugupan kawan baiknya itu seraya berkata, “Oh ya ampun, dia benar-benar tidak menyiapkan sebuah pidato.

Lara menarik napas sekali lagi lalu menyambung kata terima kasih tadi, “ Terima kasih karena sudah menerimaku menjadi salah satu bagian dari kalian, ini benar-benar menjadi suatu kehormatan terbesar di dalam hidup-ku.”

“Kita sudah saling kenal sepanjang hidup kita dan sekarang kita akan berpisah. Beberapa akan mengingat dan beberapa akan saling melupakan, tetapi kita akan selalu memiliki bagian dari satu sama lain di dalam diri kita."

Sarah langsung berdiri bertepuk tangan dengan kencang, karena dia tahu jika semenit yang lalu temannya itu tidak tahu akan berpidato tentang apa, tapi semenit kemudian kata-kata indah itu muncul di otak kawannya itu, Sarah benar-benar terharu sekaligus terkagum.

Semua yang hadir langsung menatap kepada Sarah, Lara menggigit bibir bawahnya lagi melihat sikap spontan dari Nona muda Wayne itu.

“Terima kasih,” imbuh Lara seraya menutup pidato singkatnya.

Saat ini Will sedang berada ribuan kaki dari bumi, dia tengah berada di pesawat jet yang membawanya semakin menjauh dari Lara. Ketika mendarat, dan mengaktifkan ponselnya sebuah notifikasi pesan video masuk ke ponselnya.

“Lara,” Gumam pelannya, ketika melihat Video pidato kelulusan gadis itu yang disertai dengan tepukan tangan yang meriah ketika dia menutup pidato itu.

Will menengadah ke langit, lalu memicingkan matanya, “Eum …” gumam pelannya.

Pada saat ini Will telah tiba di tempat tujuan, seorang wanita cantik dengan tubuh sintal berjalan Anggun elegan ke arah Will, “Tuan Jenkins lama tidak bertemu,” ujar Ema Thompson lembut,
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel