Pustaka
Bahasa Indonesia

TAWANAN CINTA

26.0K · Ongoing
Catatan Ayra
24
Bab
28
View
9.0
Rating

Ringkasan

Sejak kecil, Lara Foster hidup di bawah atap keluarga Jenkins bukan karena kasih sayang, tapi karena hutang yang tak pernah dia pahami. Will, pria yang sepuluh tahun lebih tua darinya, dikenal ramah terhadap semua orang... kecuali kepada Lara. Semua bantuan, semua keputusan, semua langkah hidupnya, harus melewati izin Will, seakan dunia Lara hanyalah miliknya. Namun ketika gadis itu mulai berpikir untuk kebebasan dan cinta yang sesungguhnya, Will justru menyadari bahwa dia mungkin telah kehilangan satu-satunya hal yang tak ternilai. Wil menjadi posesif, panik, dan penuh amarah. Antara dendam, hutang, dan cinta yang terlambat. Apakah mereka akan menemukan cinta… atau melepaskannya untuk selamanya?

RomansaMetropolitanBillionaireDewasaLove after MarriageRevengeTuan MudaSalah PahamNovel MemuaskanMusuh Jadi Cinta

MENYELINAP

Lara sedang menyelinap masuk lewat pintu belakang dapur kediaman jenkins yang besar. Ini adalah rumah yang menjadi satu dengan perkebunan anggur juga peternakan.

Lara meletakan tasnya dengan cepat dan masuk ke kamarnya yang sedikit lembab, karena diluar gerimis kecil sedang turun. Dia segera masuk ke sebuah pondok kecil yang bersebelahan dengan gudang tumpukan jerami. Dia baru saja mendengar beberapa pelayan berbisik jika Will Jenkins akan datang ke estate ini.

Baru saja dia mengganti baju, salah satu pekerja peternakan mengetuk pintu pondok yang Lara tempati. “Lara! Tuan Jenkins mencarimu …” panggil salah satu pekerja itu.

Lara mempercepat gerakan mengganti bajunya yang tadi menjadi sedikit basah karena diluar hujan gerimis, “Oh mengapa dia harus datang ke sini?” ujar Lara kepada Hank, pekerja yang bertugas menjaga kuda-kuda di pertenakan kuda yang ada di perkebunan ini.

“iya…” jawab Hank sekaligus berkata lagi, “Oh ya, hati-hatilah kalau tidak kau bisa kena hukuman darinya. Eum … maksudku, kita tahu sepertinya Tuan Will membencimu.”

Hank mengetahui jika Will Jenkins membenci Lara, yang dari dia dengar semua ini karena Lara tinggal disini hanya penebus hutang. Karena itu, Hank bersimpati kepadanya.

Lara pun mengangguk seraya berkata, “Ok, pinjami aku kalung salibmu, maka Tuhan akan melindungku darinnya.”

Hank segera melepaskan kalung salib yang sedang dipakainya lalu memakaikannya kepada Lara. Gadis itu pun melangkah dengan langkah yang hampir tidak terdengar. Dengan hati-hati dia menepuk-tepuk baju berbahan katun selutut yang dia pakai.

Mengingat bahwa Will adalah pria yang sangat penyuka kebersihan. Lara merasa selama ini dirinya selalu berlaku baik, dia pun berpikir apakah pria itu berlaku sama juga, apakah sudah sedikit memiliki hati.

Dia menunggu di ruang keluarga yang besar itu, seukuran Aula pesta.

Di luar masih hujan kecil-kecil, Lara berdiri di jendela. Menatapi bagaimana rasanya menjadi riak-riak air kecil yang sedang berjatuhan ke tanah. Berpikir apakah rasanya akan sakit ketika air hujan menyentuh, terjatuh ke tanah. Lamunannya terbuyarkan oleh suara magnetis yang terdenga familiar di daun telinga Lara.

“Sudah besar ya,?” tanya Will dengan nada suara beratnya sambil menyesap aggur dari gelas yang sedang dia pegang.

Lara menganggukkan kepalanya tanpa bersuara, sembari sedikit melangkah mundur, dia ketakutan lalu menjawab iya. Wajahnya pun menjadi sedikit memerah. Karena pria ini suka sekali menghukumnya.

Lara menoleh ke arah suara itu, dia malah melangkah mundur sambil tetap memegangi kalung salibnya, dia menjauhi Will Jenkins. Karena Will selalu membuatnya ketakutannya. Tapi malah terkesan ingin melarikan diri. Pria itu langsung melingkarkan lengan kuatnya di pinggul ramping Lara.

“Aku ingatkan lagi! selama kau tinggal di bawah naungan keluarga Jenkins, maka meski kau mati, mayatmu adalah milik keluarga Jenkins, milik-ku dan hanya milik-ku!” bisik Will di daun telinga Lara, mengingatkan jika takdir Lara adalah mengabdi kepada keluarga Jenkins.

Alis Lara mengkerut, memberikan ekspresi tidak setuju ketika Will berbicara seperti itu. Namun, dia tidak bisa berkata membalas perkataan Will, “Apa kau takut kepadaku?” tanya sarkas Will bercampur dengan kebencian kepada Lara yang sedang menatapnya.

Will membalas tatapan pembrontakan Lara dengan tatapan yang lebih dingin lagi dari sebelumnya, “Jika aku bisa membuktikan bahwa sangkaanmu selama ini adalah salah, apakah kau akan melepaskanku?” kata Lara.

“Sekalipun dalam mimpi, kau bahkan tidak diijinkan memimpikan kebebasanmu!” jawab Will.

Pada saat ini ponsel Will menerima panggilan . “Aku telah tiba,” ujar James salah satu teman baiknya.

Will pun langsung bergumam “Eum.” jawab santai Will seraya melihat kalung salib yang melingkar di leher Lara.

Lara langsung saja membalikkan tubuhnya dan membuka pintu.

Wajah Lara masih terlihat pucat, dia masih belum mengerti sebenarnya hutang apa yang harus dia bayar, mengapa Will Jenkins sangat membencinya. Yang dia ingat setelah kematian kedua orang tuanya, dia dijemput oleh sebuah mobil mewah dan dibawa ke Jenkins Estate.

Pada waktu itu, yang dia tahu jika anak laki-laki yang ada di rumah ini juga mengalami hal yang sama sepertinya, yakni orang tuanya meninggal di hari yang sama dengan hari orang tua Will meninggal.

Pada waktu itu Lara masih berusia 10 tahun. Ketika sampai di kediaman Jenkins, Lara melihat tuan muda si pemilik kediaman yang luas ini, merasa jika anak yang sedang menatapnya itu adalah pangeran berkuda putihnya yang menyelamatkan dia dari kegelapan setelah ditinggal pergi selamanya oleh Ayah dan Ibunya.

Hatinya merasa senang karena berpikir tiba-tiba saja mendapatkan seorang kakak. Ketika pintu kediaman megah itu tertutup, Will langsung berkata, “Seumur hidup kau adalah milik keluarga Jenkins, kau harus mau melakukan apa pun yang keluarga Jenkins mau!”

Di hari pertama Lara tiba di kediaman Jenkins. Will mengatakan kepada kepala pelayan agar Lara diberi kamar di pondok yang ada di sebelah gudang Jerami. Begitu melihat pondok kecil yang telah disiapkan untuknya.

Air mata Lara membasahi ujung matanya. Lara tidak tahu apakah dia harus senang atau sedih. Karena sebatang kara, membuat sebuah benih telah tertanam di dalam hatinya.

Untuk membuat dirinya terlihat setara di tengah dunianya yang tinggi itu Lara telah bekerja keras selama beberapa tahun inu, agar bisa menjadi sepadan dengan keluarga Jenkins, dan agar bisa diperlakukan dengan baik. Tapi, sepertinya percuma saja, mereka tidak pernah melihat itu.

Sosok pangeran berkuda putih yang dia lihat waktu dulu, masih membekas di dadanya, senyuman penuh kehangatan dan sangat tampan. Namun, sekarang Lara menjadi tidak yakin apakah sebenarnya dia sedang diberkati oleh Tuhan, Atau takdir Tuhan tengah bermain-main dengannya.

Meski Lara berkali-kali menjadi siswi terbaik, tetap saja dia merasa tidak pernah bisa mencuri perhatian Will dan keluarga Jenins agar melihatnya, karena pria itu terlihat semakin dingin, bagai puncak gunung es yang sulit didaki.

Tinggal di Keluarga Jenkins seperti impian semua orang, tapi baginya itu bukanlah mimpi yang indah. Pagi ini Lara terbangun, matahari sudah terbit.

Dia memegang keningnya yang agak menghangat, di luar hujan masih menyapa bumi, masih enggan untuk pergi, “Kenapa masih belum pergi,” Imbuhnya kepada hujan sambil senyum tipis.

Tahun ini adalah tahun terakhir Lara di sekolah, setelah ini dia akan melanjutkan kuliahnya. Dia memutuskan tidak akan menerima sepeser pun lagi dari keluarga Jenkins. Dia akan membiayai masa depannya sendiri, tidak ada campur tangan keluarga Jenkins lagi.

Anggap saja bekerja tanpa di bayar selama tinggal di sini adalah salah satu kompensasi darinya di dalam membayar biaya hidup yang sudah dikeluarkan oleh keluarga Jenkins untuknya.

Keesokan paginya, Lara sudah rapih, sambil memakai tas slempangnya dia berjalan meninggalkan pondoknya, baru saja berjalan beberapa langkah, Sebuah suara yang ramah memangil nama Lara.

“Kenapa pakai baju setipis ini, ini pakai jaketku. Hari ini menurut laporan cuaca hujan akan turun sangat deras, jadi pakailah ini, jangan sampai tubuh kecilmu itu kedinginan.”

Lara tersenyum paham, dan memakai jaket Mary, Lalu wanita tua yang bekerja sebagai koki di Jenkins Kediaman Jenkins itu berkata, “ Kenapa selalu memakai baju lusuh?