Bab 7 Mr.X
Bab 7 Mr.X
Vicky POV
"Kau makin gila, jam segini kamu baru muncul, bagaimana kalau Jack tahu? Aku tadi berbohong kalau kamu sedang sakit perut di toilet." Aku memandangi Joana yang cengar-cengir di hadapanku, seperti manusia yang sama sekali tidak melakukan dosa. Untung saja kartu ID nya sudah aku daftarkan ke mesin absen.
"Kalau caramu begitu terus, bisa-bisa kita berdua dipecat, Jo."
"Besok aku berjanji tidak terlambat lagi. Aku bersumpah, Vic."
"Aku tagih janjimu, awas saja kalau terlambat lagi."
"Tidak akan terlambat lagi. Aku berjanji, dan terima kasih karena menolongku."
"Gara-gara Mr. X mu itu?"
"Hehehehehe …… kamu benar-benar wanita yang cerdas." Joana tertawa kecil dan aku bersedakap memandangnya menilai.
"Sebenarnya kegiatan kalian itu apa? Jam sepuluh kau baru datang."
"Astaga, Fonda. Kau bahkan lebih galak dari Jack. Aku malu kalau harus bercerita soal Mr. X kepadamu." Aku yakin sebentar lagi Joana akan bercerita, mulut wanita di depanku itu sangat ember.
"Kau tahu sendiri kalau aku baru pulang jam enam, aku seperti memiliki waktu sedikit sekali bersama kekasihku itu. Waktu semalam itu rasanya hanya sebentar, dan ketika aku terbangun, matahari sudah tinggi. Semalam aku makan malam romantis bersamanya. Kami menghabiskan waktu hingga lupa waktu, dan ya, ya seperti ini. Aku terlambat. Fonda, carilah daddy untuk Kevan, agar kamu tahu bagaimana perasaanku sekarang." Benar dugaanku, kan? Joana selalu terlambat dan pada akhirnya menyuruhku untuk mencari suami.
"Kamu yang terlambat, tapi malah aku yang kau sudutkan. Sudah aku bilang kalau aku tidak berminat menjalin hubungan dengan siapa-siapa."
"Besok aku akan kencan seharian, jangan rindu kepadaku ya, baby."
"Memangnya kamu? Sudah tahu aku libur, sempat-sempatnya meneleponku sepanjang waktu. Sebenarnya kamu yang rindu kepadaku, bukan diriku."
"Kau pasti mengerti, biasanya kita selalu bersama, saat kamu libur, aku merasa kehilangan. Aku kadang suka mengeluh karena dalam sebulan kita hanya libur dua hari. Memang gaji kita lumayan, tapi tetap saja, sangat merugikan untukku."
"Kita jalani saja, siapa tahu kita akan naik jabatan sebagai staff. Kalau masuk jajaran staff kita bisa libur setiap sabtu dan minggu."
"Aku tidak banyak berharap untuk itu. Misalnya aku menikah dengan Mr. X aku ingin resign saja. Project membuat anak sepertinya lebih menjanjikan daripada melihat-lihat etalase yang penuh dengan bedak dan lipstik."
"Apa pekerjaan kekasihmu? Kamu itu orang yang boros, kasihan sekali lelaki yang akan menikah denganmu." Aku menggoda Joana.
"Fonda, aku tidak seperti itu."
"Kau tidak ingat? Setiap habis gajian kau selalu menyeretku untuk berbelanja."
"Yang itu …… yang itu aku sedang khilaf." Joana mengelak.
"Iya, itu khilaf. Parahnya setiap bulan seperti itu." Aku tertawa kencang.
"FONDA! Kau menyebalkan." Joana mengerucutkan bibirnya.
"Ada yang datang." Aku berbisik dan pergi meninggalkan Joana yang ingin mencekikku. Aku menghampiri gerombolan remaja yang sedang memilih kosmetiknya.
Selain sebagai pelayan, kami juga memberikan beberapa masukan kepada pelanggan yang datang. Tujuan kami adalah membuat mereka membeli produk kami. Aku melihat Joana yang mulai menjalankan tugasnya. Meskipun Joana itu cerewet dan memiliki kepribadian yang unik, aku berharap kalau kekasihnya adalah orang yang baik. Cukup aku saja yang mengalami pernikahan dengan bumbu khas janda. Statusku menikah, tapi aku tidak memiliki suami. Mungkin pagi ini Kevin sedang sarapan bersama keluarga kecilnya, atau malah sedang menekuni pekerjaannya.
Tidak salah kan, kalau aku iri kepada pasangan yang tampak harmonis yang melenggang bahagia di depanku? Ada ratusan wanita yang berbelanja dengan kekasih atau suami mereka. Aku hanya bisa melihat mereka yang terlihat saling menyayangi. Kadang aku melihat ada pertengkaran, tapi paling tidak itu lebih baik daripada ditinggalkan begitu saja seperti diriku. Aku sama seperti mereka, tapi mengapa nasibku tidak seperti mereka? Kadang aku mengutuk Tuhan yang menuliskan takdir yang tidak indah untukku.
Kevin berjanji akan segera pulang dan membawakanku oleh-oleh, selama bertahun-tahun dia tidak pernah pulang, hingga aku tidak mengharapkan lagi kemunculannya. Untuk apa? Luka itu hanya semakin menganga kalau dia tiba-tiba datang. Aku memiliki hati, aku memiliki perasaan. Selama ini aku bertahan dengan senyum palsu milikku.
Aku selalu mengatakan kepada diriku kalau aku tidak butuk Kevin. Aku tidak peduli sekarang Kevin ada di mana. Aku benci Kevin yang meninggalkanku. Akan tetapi aku masih berharap kalau aku bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang normal seperti pasangan-pasangan bahagia lainnya. Kenapa harus aku yang mengalami kesedihan dan kepahitan ini? Aku tidak pernah berkhianat, aku tidak melakukan hal-hal yang buruk, tapi Kevin meninggalkanku, seperti aku tidak pernah ada harganya.
Aku tinggal menunggu waktu saja mendapat undangan pernikahan dari Joana. Aku iri kepadanya, iri kepada siapa saja yang memiliki lelaki yang selalu mendampingi wanitanya. Tidak seperti diriku yang ditinggalkan seperti sampah, tidak ada penjelasan, tidak ada alasan, aku muak dengan Kevin. Apa aku secacat itu hingga diperlakukan seperti ini?
Ini semua salah Kevin, sehingga Kevan lahir tidak seperti anak-anak seusianya. Aku salah karena terlalu fokus dengan rasa sakit hatiku. Aku tidak menyangka kalau hidupku akan sehancur ini. Kenapa dulu aku jatuh cinta kepada Kevin? Kalau aku tahu, aku tidak mau menjatuhkan pilihanku kepada lelaki yang sudah membuatku menangis sepanjang waktu karena kepergiannya.
"Ini." Aku terhenyak, Mr. Xaverio menyodorkanku sapu tangannya.
Dengan takut-takut aku mengambilnya, karena tidak enak kalau menolak, "terima kasih."
"Bersikaplah profesional." Ucapnya datar seperti biasa, nada yang sama ketika dia memberikan pidato singkatnya kepada karyawan.
Aku mengangguk, dan lelaki itu pergi. Ryan Xaverio adalah orang penting di mall ini. Semua orang menghormatinya, dan dia memergokiku meneteskan air mata sialan ini. Aku melihat Joana yang sedang bercakap-cakap sebentar dengan Mr. Xaverio. Ada yang aneh di sini, apa Mr. X yang dimaksud Joana adalah Ryan Xaverio? Meskipun mereka berusaha menutupinya, aku memiliki radar yang cukup ampuh untuk mengerti kalau mereka saling mencintai.
