Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 6 • Kekuatan •

Adam membawa Nadia kedalam dekapannya. Malam itu, setelah Nathan tidur, Adam dan Nadia menghabiskan malam bersama dalam cinta kasih yang membara diatas ranjang kamar hotel.

Malam ini adalah malam ke tiga mereka di Bandung.

"Mas.."

"Ada apa Nad?"

"Aku penasaran sama kehamilan Rina."

Adam hanya menyentak nafasnya. Ia pun merasa kesal Rina berhubungan dengan pria lain. Lalu berpura-pura hamil anaknya. Sangat licik. Begitu pikiran Adam.

"Dengan siapa dia berhubungan ya mas."

"Nggak tau Nad, mas nggak perduli." Ungkap Adam mengeratkan pelukannya dan tetap memejamkan mata."Nggak penting buat mas. Itu bukan anak mas."

"Tapi Nadia nggak nyangka Rina akan berbuat begitu. Nadia pikir dia setia padamu mas."

"Sudahlah Nad. Nggak usah bicarain dia lagi. Ini malam milik kita. Jangan ada nama Rina disebut lagi."

"Baiklah mas." Ucap Nadia menyetujui, ia tersenyum melihat wajah suaminya. Ia senang Adam memang gak perduli lagi dengan Rina, Nadia sempat berfikir jika Adam menyimpan sedikit rasa pada Rina, karena waktu mengetahui Rina hamil saat Adam vasektomi, Adam terlihat sangat kesal.

Adam mengeratkan pelukannya. Mengecup ringan punca kepala Nadia. Ia menghela nafasnya. Walau bagaimanapun Adam tetap terganggu. Rina yang sangat ia kenal tidak mungkin melakukan hubungan dengan pria lain, nyatanya kini tengah hamil disaat dirinya sudah vasektomi. Tak ada jawaban lain kecuali dia berselingkuh.

'Tapi, dengan siapa dia berselingkuh?' pikir Adam. 'Kenapa aku jadi tak rela dia hamil dan bukan anakku? Ah, sial kenapa aku jadi kesal begini mengingat Rina hamil anak pria lain?'

###

Zidan menyenderkan punggungnya pada pintu kamar Rina. Ia menutup matanya, membiarkan tubuhnya melorot kebawah hingga ia duduk dengan kaki dilipat didepan tubuhnya.

"Rin....."

Suara tangisan Rina terdengar tepat di belakang pintu. Ia tau wanita itu kini sudah berpindah di balik pintu begitu mendengar Zidan akan mendobraknya.

"Kenapa terus menangisi laki-laki yang tak pantas kau tangis Rin."

"Aku nggak menangis untuknya?" Ucap Rina dari balik pintu.

Zidan tertawa kecut.

"Kau sedang menangis sekarang, suaranya sampai terdengar disini."

"Aku hanya berfikir. Kenapa dia menolaknya, menolak anak yang bahkan belum lahir ini." Tangis Rina."Apa salahnya sampai ia tak mau mengakui?"

Hening sesaat, hanya suara lirih tangisan Rina yang terdengar.

"Zi, apa bila vasektomi sudah tak mungkin untuk bisa hamil lagi?"

"Entahlah. Ada kemungkinan terjadi kebocoran, tapi itu hanya sebagian kecil."

"Lalu anak siapa ini? Jika bukan anaknya? Apa ini milikmu?" Tangisan Rina makin terdengar santer dan pilu saat mempertanyakan itu milik Zidan atau bukan.

"Maaf...."

Bahu Rina makin hebat berguncang. Pipinya makin basah oleh kucuran butiran bening dari matanya.

"Kejadian itu, sudah berlalu lebih dari dua bulan yang lalu. Selama itu, apa kamu melewati siklus haid mu?"

Bahu Rina masih berguncang hebat, air matanya terus berproduksi.

"Iya. Aku juga sudah mengeceknya, dan itu negatif."

Zidan tau, ia pun sudah menggunakan pengaman saat melakukannya. Harusnya memang bukan miliknya. Dan di malam setelah ia tinggal di rumah utama saat memindahkan Rina ke kamar, ia hanya menciumnya. Tidak lebih. Zidan kembali melontarkan pertanyaan pada Rina, mesti tau itu akan menyakiti wanita di balik pintu itu. Namun ia lakukan agar mata Rina terbuka dan yakin jika itu memang anak Adam.

"Apa kau pernah melakukan hal itu dengan pria lain?"

Suara tangisan Rina makin santer terdengar, hanya suara tangisan yang terdengar cukup lama dari dalam.

"Apa kamu juga meragukanku Zi? Aku bukan wanita seperti itu." tangis Rina makin kencang.

"Tidak. Sama sekali. Aku percaya padamu."

Tangisan Rina terdengar lagi, " Kenapa mas Adam tidak?"

"Rin, dengarkan kataku sekarang. Buka pintunya, akan kukatakan semua yang aku tau. Kenapa Adam tidak mengakui anak itu apalagi mempercayaimu."

Rina beranjak dari duduknya, ia membuka kunci pintu dan menatap wajah Zidan yang sudah berdiri didepannya.

Zidan memandang wajah Rina yang basah oleh air matanya. Wajah sembab itu menusuk dadanya. Tepat mengenai hatinya. Bagaimana tidak, wanita yang ia cintai tanpa sengaja justru menangis berulang kali untuk pria yang menghianati nya sejak pertama mengucapkan janji dan sumpahnya.

"Kau jelek sekali." Hanya kata itu yang bisa meluncur dari bibir Zidan yang yang terasa Kelu.

"Aku jadi tak berselera untuk bercerita. Ayo basuk wajahmu dulu." Zidan menuntun Rina memasuki kamar dan langsung menuju kamar mandi. Ia membantu Rina membasuh wajah cantiknya yang sembab. Dengan sabar Zidan membantu Rina mengeringkan wajahnya yang basah. Membantunya memakai sedikit riasan wajah, agar tak terlalu pucat. Mengikat rambut wanita yang tergerai berantakan itu.

"Nah, sekarang sudah lebih baik."

Zidan memandang wajah Rina yang masih terlihat sembab dan sesenggukan.

"Sekarang tidurlah."

"Bohong! Kau bilang mau cerita."

"Iya, aku akan bicara, kalau kamu sudah tidak menangis lagi."

"Aku udah nggak nangis."

"Tapi masih sesenggukan."

"Jadi tidurlah, besok pagi aku katakan setelah kamu selesai sarapan. Heemm?" Zidan menatap Rina dengan sayang. Mengusap kepala wanita yang masih bersedih itu.

"Kalau kamu patuh, aku akan ceritakan semuanya. Sampai air matamu kering dan habis. Sekarang tidurlah, demi bayi yang ada disini. Ibu hamil nggak boleh bersedih dan menangis."

###

Keesokan pagi nya, seusai sarapan Zidan dan Rina mengelilingi kota malang dengan mobilnya. Sesekali Zidan masih harus menghentikan laju mobilnya karena Rina ingin makan ini dan itu. Dari pagi hingga menjelang sore, Rina hanya mengunyah makanan dan lebih banyak tertawa. Ia sangat ceria dan terlihat sehat.

Namun, di malam hari, hatinya sangat sedih. Ia juga beberapa kali memuntahkan isi perutnya. Dengan sabar dan telaten Zidan merawat Rina. Mengikuti semua kemauan wanita yang sedang ngidam dan mabuk itu. Mabuk hamil maksudnya.

"Zi, katakan padaku tentang mas Adam."

Pertanyaan yang tak bisa lagi Zidan hindari.

"Baiklah, tapi berjanjilah padaku. Jika kamu menangis, ini adalah tangisan terakhirmu untuknya."

Rina mengangguk pelan.

"Sebenarnya, Adam sudah berhubungan dengan Nadia, UMM, kamu tau siapa Nadia?"

Rina mengangguk. "Istri mas Adam juga."

"Benar. Adam dan Nadia sudah lama berpacaran, karena tak mendapat restu dari orang tua mereka nikah siri. Lalu, memiliki anak bernama Nathan."

"Aku sudah bertemu dengan mereka."

"Lalu kalian menikah. Adam dengan terpaksa menikah denganmu karena papa Rudi akan mencabut hak warisnya. Dia vasektomi demi Nathan. Agar hanya dia satu-satunya anak yang Adam punya. Dan lahir dari rahim Nadia."

Bahu Rina berguncang, ia menangis sampai tersengal. Zidan memeluk tubuh Rina, membawa wanita itu kedalam dadanya. Dengan lembut menggosok lengan atas Rina.

"Karena cinta itu hanya milik Nadia dan Nathan."

Rina makin sesenggukan mendengar ucapan Zidan. Pria itu mengeratkan pelukannya dan mengucup lembut kepala Rina.

"Kau mau aku teruskan?"

Rina yang masih sesenggukan mengangguk pelan dalam pelukan Zidan.

"Rina, lepaskanlah Adam. Tidak masalah walau dia menceraikan mu. Kamu tetap harus bahagia. Anakmu juga. Jika kamu terus menangis, yang disini...." Zidan menyentuh lembut perut Rina yang masih rata itu."... Dia juga bersedih. Kamu harus kuat demi dia."

"Lepaskan Adam, sudah cukup sampai disini saja kamu menangis. Kamu berhak bahagia."

"Tidak dengan Adam, kamu masih bisa berbahagia dengan yang lain. Dia misalnya...."

Zidan menyentuh lagi perut Rina. Rina pun memeluk perutnya sendiri. Ia sadar, ia tau, apa yang Zidan katakan benar, untuk apa dia terus menangis saat anak nya masih sangat kecil di kandungan. Ia harus kuat dan menepis semua rasa sakitnya. Demi anaknya. Demi janin yang kini berada di dalam perutnya. Rina harus bahagia.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel