Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Strong Girl Three

Strong Girl Three

"Pelangi saja bisa hadir saat langit menangis untuk menghiburnya, apa kamu tidak ingin hadir dan menjadi pelangi ku?"

***

Nesa baru saja sampai dirumahnya saat melihat rumahnya yang berantakan, karena ulah adik-adiknya yang bermain namun tak mau membereskan setelahnya. Tubuhnya sangat lelah untuk membersihkannya, namun jika tidak ia bersihkan pasti bundanya akan memarahinya.

Nesa berjalan kearah kamarnya untuk mengganti pakaiannya, setelahnya ia berjalan kearah dapur untuk makan namun tak ada yang bisa ia makan, di atas meja makannya hanya ada nasi.

Nesa mendengus melihatnya, setelah neneknya meninggal hidupnya tambah hancur, bebannya semakin berat. Ia merindukan neneknya, sangat. Andai neneknya masih ada bersamanya hidupnya pasti tidak akan semenyedihkan ini.

Nesa berjalan kearah ruang keluarga untuk melihat apakah adiknya ada di sana dan sudah makan atau belum.

Saat Nesa sampai diruang keluarga Nesa melihat bundanya tengah makan bersama adiknya dan anaknya. Nesa hanya bisa mendengus melihat itu. Betapa menyedihkan hidupnya itu.

"Kamu kalau mau makan masak aja sendiri," ucap wanita itu sinis pana Nesa, Nesa hanya menghela nafasnya kasar lalu menuju dapur untuk memasak makanan untuknya.

"Kamu itu egois banget ya, masak cuma buat diri sendiri gak mikirin orang lain, gimana nanti kalau ayah kamu dateng dan gak ada makan?" tanya Winda, ibu tirinya dengan meninggikan suaranya saat ia kedapur dan melihat Nesa hanya memasak untuk dirinya sendiri. Egois? Siapa yang egois di sini? bahkan di saat baru pulang sekolah ia harus memasak untuk makannya, dulu saat neneknya masih bersamanya hidupnya tidak semenyedihkan ini.

"Kalian sudah makan jadi aku hanya memasak untuk ku, aku pikir bunda akan memasak nanti," ucap Nesa menundukkan kepalanya tidak berani menatap ke arah Winda.

"Kalau di kasih tau jawab aja, setelah makan masak untuk makan malam dan bersihkan rumah." ucapnya dan segera pergi ke kamarnya. Nesa hanya bisa mendengus tanpa terasa satu titik air matanya jatuh.

"Kamu kuat Nesa, semangat jangan mau terlihat lemah di matanya." Semangat Nesa meyakinkan dirinya, setelahnya ia langsung memasak dan membersihkan rumahnya. Dulu saat neneknya masih bersamanya, bundanya itu tidak seperti ini, hubungan mereka bisa dikatakan baik. Namun semenjak neneknya meninggal semua berubah.

Jika ia bisa, ia ingin memutar kembali pada masa yang sudah di laluinya dan tidak akan membiarkan mamanya pergi darinya.

***

Setelah selesai membereskan rumah dan mandi, Nesa mengambil ponselnya dan menghubungi Mamanya. Ia sangat merindukan wanita yang sangat di cintainya itu.

"Hallo ma," sapa Nesa dengan suara lelahnya.

"Iya sayang, kenapa? semua baik-baik sajakan?" tanya Tika, mamanya khawatir.

"Kapan semuanya berjalan baik-baik saja ma?" tanya Nesa frustasi. Ingin rasanya ia memberi tahukan semuanya pada mamanya dan menangis dalam dekapan mamanya, namun ia tidak bisa ia tidak ingin membuat mamanya tambah membenci papanya.

Salah satu hal yang Nesa benci adalah saat orang tuanya saling menjelekkan satu sama lain, Nesa benci itu. Nesa tak ingin dua orang yang paling berharga untuknya saling membenci dan menjelekkan satu sama lain.

"Kamu sabar ya sayang, ini ujian dalam hidup kamu. Allah tahu kamu kuat mangkanya Allah kasih kamu ujian seberat ini. Sabar sayang, sebentar lagi kita akan bersama dan semua akan baik-baik saja." Tika menenangkan putrinya itu.

"Gak ada yang akan baik-baik aja ma, di saat semua udah berubah," sarkas Nesa lirih dan segera mematikan sambungan telfonnya. Nesa menutup wajahnya dengan selimutnya menenggelamkan kepalanya dalam selimutnya lalu ia menangis. Menangisi semua yang sudah terjadi dalam hidupnya, hidupnya yang hancur.

Nesa pernah ada di titik terlemahnya sampai ia ingin bunuh diri namun beruntung ada sahabatnya yang selalu menguatkannya. Memberi Nesa semangat untuk terus berjuang dan menyerahkan semuanya pada sang pengatur skenario hidupnya.

Nesa merasakan usapan di puncak kepalanya dengan lembut.

"Tuhan tau yang terbaik untuk setiap hambanya," ucap laki-laki itu sambil mengelus puncak kepala Nesa, Nesa tau itu pasti ayahnya. Nesa sangat merindukan ayahnya yang seperti ini, ayahnya yang menyayanginya dan selalu memberikan kehangatan untuk Nesa. Nesa rindu ayahnya yang dulu sebelum ibu tirinya hadir dan merenggut semuanya dari Nesa.

****

Nesa kini sedang membantu ayahnya untuk menyiapkan sarapan untuknya dan anak bundanya, lebih tepatnya anak tiri ayahnya. Bundanya masih tidur, wanita itu sangat malas dan Nesa membenci hal itu. Nesa membenci semua tentangnya.

"Bahkan aku lebih baik merasa kehilangan bunda dari pada nenek ku jika seperti ini," gumam Nesa yang masih bisa didengar ayahnya.

"Nesa jaga ucapan kamu," ucap Han, ayah Nesa, tidak Terima.

"Kenapa ayah? Bukannya benar? apa yang bisa ia lakukan disini? hanya melayani ayah di malam hari bukan? Perkerjaan rumah bahkan aku bisa mengurusnya tanpa harus ada dia di sini. Dia tak lebih dari seorang jalang di rumah ini," ucap Nesa dengan suaranya yang sudah sinis. Ia sudah mulai kesal dengan sikap ibu tirinya itu. Tak ada yang bisa Nesa banggakan darinya, wanita ular yang dengan tidak sopannya menjadi ibu tirinya.

"Nesa cukup, mending kamu sekolah sekarang," ucap Han, Nesa segera menuju kamarnya untuk mengambil tasnya dan dengan segera berjalan kesekolah dengan Talia, ia harus berjalan kaki menuju rumah Talia.

***

Nesa menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya yang ia letakkan dimejanya.

"Lo kenapa Nes?" tanya Aldi yang juga salah satu sahabat Nesa. Mereka bersahabat juga saat kelas 10 sama seperti Dino.

"Gakpapa," jawab Nesa menyembunyikan wajahnya, ia ingin sendiri ingin menenangkan pikirannya dan Aldi mengerti itu. Dengan segera ia pergi keluar kelas, mungkin laki-laki itu akan pergi menemui Safinda, kekasihnya.

Tak beberapa lama elusan di rambutnya membuat Nesa menegakkan kepalanya dan ia sudah melihat Safinda berada disampingnya dengan Aldi yang berdiri disebelahnya. Dugaan Nesa benar bahwa Aldi menemui Safinda.

"Lo gak papa kan?" tanya Safinda khawatir. Nesa hanya menggelengkan kepalanya lalu berjalan ke arah kamar mandi yang di ikuti oleh Safinda di belakangnya.

Sampai di kamar mandi, Nesa langsung menumpahkan tangisnya. Safinda dengan setia memeluknya tanpa menanyakan apapun. Ia tahu Nesa membutuhkan waktu untuk bercerita.

"Kenapa hidup gue semenyedihkan ini? Gue udah gak kuat Fin," lirih Nesa. Finda mengusap punggung Nesa menenangkan gadis itu.

"Lo gadis yang kuat, lo pasti bisa. Mungkin sekarang lo lagi merasakan sakit, tapi pasti akan ada kebahagiaan setelahnya Nesa. Lo harus bertahan gue tau lo kuat," ucap Safinda memberikan semangat pada Nesa.

Nesa terus menangis dalam pelukan Safinda sampai bel masuk berbunyi. Akhirnya Nesa membasuh wajahnya dan segera menuju kelasnya.

****

Terima kasih udah baca cerita aku ini semoga kalian suka dan terus nunggu untuk cepat update ya :) buat yang mau kenal aku bisa kepoin akun ig @hilmiatulhasanah ya dan kalau kepo sama cerita aku yang lain kalian bisa kepoin ig @wphilmiath

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel