Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Kejutan

Sebenarnya aku agak takut masuk ke kamar Alif. Takut melihat gaun yang bukan-bukan. Untung ternyata yang aku lihat adalah sebuah gaun berwarna kuning pastel. Cantik sekali. Ah tapi aku jadi semakin berpikir apa sebenarnya yang direncanakan oleh Alif?. Saking penasaran, aku mandi juga sambil berpikir. Begitu di pake gaun itu pas sekali denganku. Jadi berpikir lagi, tau dari mana dia ukuranku. Pas banget. Gaun berlengan panjang namun punggungnya seperti sundel bolong. Panjangnya diatas lutut. Tidak terlalu pas badan, tapi tidak terlalu lebar juga.

Aku langsung melihat kedalam tasku, untung saja hari ini aku membawa perlengkapan make up yang lengkap jadi aku langsung memoles wajahku ini dengan make up yang natural. Kan gak cocok gaunnya udah warna kuning pastel, eh tapi aku malah pake make up yang tebel, lipstiknya warna merah kayak abis makan darah orok. Jadi yang pas buat malam ini aku jatuhkan pilihan warna lipstik dan blush on ku adalah nude.

"Yuk. Mau pergi kan?." Ajakku langsung begitu keluar kamar. Alif sedang bermain game di handphonenya.

"Kamu cantik banget sih." Puji Alif langsung berdiri dari duduknya, meneliti ku dari atas sampei bawah.

"Lif jawab dong. Kita mau pergi kan?." Tanyaku ulang dengan kesal.

"Ah sorry, sorry. Iya kita mau pergi. Kalau di apartemen aja bahaya." Katanya dengan genit. "Aku mau ajak kamu dinner malem ini." Alif membawa kunci mobilnya kemudian mengambil tanganku. Baru saja dia akan melangkah, aku menahan tangannya.

"Lif tunggu."

"Ada apa sih sayang?." Tanyanya dengan sabar.

Aku bingung mau bilang tentang aku yang sekarang ini udah jadi pengangguran. Aku gak mau Alif nyesel nanti udah ngasi kejutan, eh taunya dia ngasi kejutan ke cewek pengangguran kayak aku sekarang. "Ehm...., sebenarnya tadi aku resign dari kerjaanku."

"Hah?. Kok bisa?." Alif tidak terlalu terkejut, tapi tidak terlalu tenang juga. Bingung baca ekspresinya.

"Ehm..., panjang ceritanya. Tapi inget kan cerita ku waktu di Bandung sama atasanku?." Alif mengangguk. "Jadi istrinya tadi pagi dateng dan marah-marah sama aku, nuduh yang bukan-bukan dan.... aku ditampar."

"Kurang ajar banget dia nampar kamu."

"Iya makanya aku resign. Capek dituduh yang bukan-bukan. Bosku juga tadi pagi diem aja lebih milih ngelindungin selingkuhannya daripada aku." Jujurku sambil menunduk seperti anak sedang mengadu dengan orang tuanya.

Tidak disangka Alif malah menarik dan memelukku. "Udah kamu gak usah khawatir. Kamu bisa cari kerja lagi. Keputusan yang udah kamu ambil itu bener kok." Alif mencium kepalaku lama. Dia mengurai pelukannya dan tersenyum dengan sangat manis sekali. Ah badannya wangi banget "Aku juga bisa bantuin kamu cari kerja lagi kok."

Aku tersenyum lega. Kukira, aku bakal dibuang begitu saja ketika dia tau aku sekarang ini sedang jadi pengangguran. "Yuk aku udah pesen tempat." Alif menuntunku lagi, tapi aku menahannya lagi.

"Kamu nyiapin makan malem ini buat ngerayain ulang tahunku ya?."

Kening Alif berkerut, "oh kamu hari ini ulang tahun sayang?. Aku gak tau. Aku mau ajak kamu dinner karena aku lagi pengen romantis aja sama kamu. Maaf ya aku gak tau." Gubrak. Aku geer. Aku mesem-mesem aja.

"Its okay. Gak usah di pikirin. Aku juga lupa. Lagian aku bukan orang yang seneng ngerayain ulang tahun. Buat apa?. Itu hari dimana kita nambah tua." Bohongku setengahnya. Aku memang suka menganggap ulang tahun menyebalkan karena artinya aku sudah makin tua saja, tapi aku juga suka ingin tau orang sekitarku bakal ngasi kejutan apa. Gak disangka malah Opik yang ngasih kejutan.

"Yuk." Alif menuntunku keluar dari apartemennya.

Mobil besar Alif membawaku ke tempat yang cukup mewah. Bentar... bentar kayaknya aku pernah liat restaurant ini. Aku menepuk kening, oh ya ini tempat yang pernah aku omongin sama Niken. Banyak yang review tempatnya, cuman memang sayang harganya lumayan. Apalagi buat reservasi cuman sama temen doang, kan sayang. Ini restaurant buat orang kencan.

Begitu masuk tempatnya ramai tapi tidak berisik. Lagu klasik mengalun merdu sekali, hasil permainan piano seorang wanita di depan. "Ayo duduk." Alif menggeser kursi ke belakang untukku.

"Thanks."

"Your welcome." Jawab Alif dengan senyumannya. Alif memanggil pelayan dengan melambaikan tangan. Mereka langsung datang dan menyapa kami dengan sangat ramah. Emang yang namanya ada harga ada kualitas itu sangat terlihat di kehidupan nyata kita ini. "Kamu mau pesen apa sayang?." Tanya Alif begitu mendapat buku menu.

"Kata kamu yang enak apa?." Tanyaku balik.

"Aku juga baru pertama makan disini. Ya udah gini deh, kita pesen aja menu apa yang enak sama recomended disini."

"Setuju. Tapi jangan lupa wine ya." Aku memberikan cengiran pada Alif.

"Tapi tadi siang kan kamu udah minum."

"Biarin aku sekali ini aja. Kamu gak kesian sama pengangguran baru ini?. Aku stres."

"Iya.. iya... deh. Apa sih yang enggak buat kamu?." Gombal Alif yang langsung aku ledek. Alif langsung memesan makanan dan juga minuman kepada pelayan.

"Kamu mau tau gak aku tadi ngomong apa sama istri bosku?." Tanyaku ketika kami menunggu pesanan.

"Apa?." Alif sangat terlihat penasaran. Kedua tangannya ditumpukan di bawah dagu.

"Aku bilang suaminya bangkotan dan genit."

"Serius kamu ngomong gitu?." Tanya Alif seakan tidak percaya.

"Serius. Aku gak mau dong di tampar, di hina, malah diem aja. Kamu tau kan aku orangnya kayak apa?."

Alif langsung tersenyum. "Iya sih. Terus kamu mau ngelamar dimana udah ini?."

Aku mengendikkan bahuku. "Belum tau, aku mau liat lowongan-lowongan dulu di internet." Ya tapi aku mau nyeleseiin masalah ku dulu sama Pak Ari. Bakal aku buat dia mati kutu. Udah urusan Pak Ari beres, aku bakal cari pekerjaan dengan tenang. Cerocosku sendiri dalam hati.

"Aku nanti tanya ya ke HRD barangkali ada lowongan buat kamu yang sesuai."

"Thanks. Malu gak punya cewek yang lagi nganggur gini?. Kalau kamu mau buang aku juga aku ngerti kok." Ucapku santai sambil menerima makanan dan wine yang diantar.

Alif mendelik padaku kemudian tertawa sarkastik. "Kamu ini kenapa sih ngomong kayak gitu?." Aku akan meraih gelasku agar bisa meminum wine ku sedikit, tapi tangan Alif menahannya. "Makan dulu Nadila, baru kamu minum lagi. Dari siang kamu belum makan kan?."

Giliran aku yang mendelik tajam pada Alif. "Galak." Tidak ada pilihan aku menyimpan kembali gelas wine ku dan memakan makanan pembuka dengan hening.

"Kenapa kamu ngomong kayak barusan Nad?." Tanya Alif setelah memakan habis makanan pembukanya. Aku kira pertanyaan itu sudah selesai, tapi Alif sepertinya penasaran.

Sekarang Alif tidak menahan tanganku ketika aku meraih gelas wine dan meminumnya sedikit. "Ya karena kamu pasti malu punya cewek yang statusnya lagi nganggur, udah gitu keluarnya karena dituduh jadi selingkuhan lagi. Ya menurutku wajar aja."

"Kamu itu terlalu gampang banget mikirnya, sampei hal kayak gitu juga mikirnya malah kayak gitu. Aku gak akan mutusin kamu cuman gara-gara hal itu. Lagipula kamu gak bener-bener jadi selingkuhan atasan kamu. Cuman dituduh doang. Lagipula kalau masalah putus-putus gitu, kalau aku udah gak srek sih aku udah putusin kamu dari beberapa minggu kita jadian atau bahkan sebelumnya." Terang Alif membuat aku penasaran.

"Maksud kamu?." Makanan utamanya datang. Alif menunda dulu jawabannya dan menerima dahulu makanannya. Mencicipinya sedikit. "Lif..." tegurku karena dia terlalu asyik mencicipi.

"Sorry... Ya aku itu bukan cowok yang banyak basa basi dan buang waktu kalau udah gak ngerasa srek sama cewek. Aku pernah pacaran cuman beberapa hari karena ngerasa gak pas sama kebiasaannya yang terlalu ngekang."

"Jadi maksudnya kamu cocok sama aku karena kita udah pacaran selama enam bulan ini?." Tanyaku sambil tertawa.

"Yup, sejauh ini aku cocok dan nyaman sama kamu." Jawab Alif mantap. "Nad kayaknya anting kamu itu baru ya?. Aku baru liat loh." SKAKMAT. Aku langsung diam saat meminum wine ku.

Aduh harus jawab apa, bingung. Aku hanya bisa mesem-mesem. "Em.. iya bagus ya."

"Iya. Kamu jadi cantik banget." Alif tersenyum manis sekali. Aku jadi ngeri dan jadi berpikir apa cowok juga punya radar kayak cewek ya yang kalau pasangannya selingkuh dia bisa kena sinyal-sinyalnya gitu?.

Setelah makanan utama habis, Alif meminta ijin ke toilet. Aku diam saja menunggunya. Lima menit, sepuluh menit, tapi Alif belum balik lagi. Aduh kok aku jadi takut. Gimana kalau Alif kabur?. Aku gak bawa tas, cuman handphone doang. Tadi Alif nyuruh aku simpen aja tasnya di mobil. Gimana dong?. Aku telepon ke handphonenya juga kok gak aktif ya?. Jangan-jangan tadi dia ngomong gitu boong doang?. Padahal dia punya rencana buat buang aku di restaurant tanpa di bayar dulu. Ya Tuhan cobaan Mu hari ini berat banget.

Ah ya aku masih punya m-banking. Aku bisa bayar pake itu, tapi pulangnya? Pake taksi gitu?. Kasian banget ya. Ah aku telepon aja Opik. Masa sih dia gak mau bantuin aku yang malang dicampakin pacarnya di restaurant mewah kayak gini.

"Happy birthday Nadila." Teriakan Niken dari arah lantai dua dengan membawa kue dan juga ada cowok disampingnya kayaknya sih Bayu. Ah aku tau, ini pasti ide Niken. Harusnya tadi aku tau waktu Alif ngajak ke restaurant yang aku dan Niken udah pengen datengin dari lama ini. "Cieeee yang panik takut ditinggal terus disuruh bayar. Eh pulangnya naik taksi."

"Sial loe." Balasku.

Lalu tiba-tiba Alif datang dari luar. "Happy birthday sayang." Dia membawa buket bunga dan satu kotak besar banget. Gak tau itu isinya apa.

"Kalian sekongkol?." Tanyaku tajam.

"Kesannya kayak kita ini komplotan penjahat aja. Kita sekongkolnya juga buat bikin kejutan." Niken menyodorkan kuenya padaku, sementara Alif menyimpan bunga juga kotaknya di meja dan memelukku dari samping. "Cepet tiup lilinya, muka gue panas nih. Ini lilin tinggi banget hampir kena muka gue."

Aku tertawa. "Rasain loe."

"Ayo sayang ditiup lilinnya." Bisik Alif di telingaku, bikin panas dingin aku aja jadinya. Akhirnya aku tiup lilin yang ada diatas kue yang sialnya api di lilin itu susah banget matinya. Sampei cape niupnya. Mana ada banyak lagi lilinnya.

"Loe mau ngerjain gue gini banget Ken. Ini lilin susah banget pademnya." Keluhku pada Niken yang malah diketawain.

"Sini aku bantuin." Alif ikut meniup lilin tersebut dan akhirnya mati juga api di semua lilin kampret itu.

"Yuk semuanya duduk. Pasti pegel banget." Ajak Alif.

Sebelum duduk, Bayu yang berpenampilan sangat rapih dengan kemeja pink dan celana chino nya berwarna krem mengulurkan tangan. "Nad lo inget gak?. Gue Bayu, kita pernah sekelas. Gue juga pernah jadi anggota OSIS sama loe."

Aku berpikir sebentar, tapi sebenernya tetep aja gak inget. Ya udah lah, "oh iya Bay. Udah lama banget ya." Aku menerima uluran tangan Bayu dan dia tersenyum sangat lebar mirip artis iklan Pepsodent.

"Kenalin saya Alif, pacarnya Nadila." Alif mengulurkan tangan pada Bayu yang langsung Bayu terima kemudian kami semua duduk.

"Loe tadi nunggu di atas Ken?." Interogasiku langsung pada Niken.

Niken dengan senyum genitnya membuat aku bisa membaca. "Iya gue dinner dulu sama Bayu di atas. Kan sayang kalau gak dinner berdua dulu di restaurant bagus kaya gini."

"Sebel, tadi pagi aja gak bisa dihubungi. Gue nunggu lama didepan kantor loe."

Niken tertawa, "ya sorry bu. Gue kan mau sok-sok an kasih kejutan."

"Eh mau pada pesen lagi minum gak?." Tanya Alif yang langsung dijawab semangat oleh Niken dengan mau banget. Dasar anak itu. Dia itu bisa minum banyak dan kalau udah banyak minumnya bisa ngerepotin orang termasuk aku. Udah tau sama si Bayu.

Alif langsung memesan lagi buat kami berempat.

"Tadi katanya kamu gak inget ulang tahun aku."

Alif tersenyum, "ya kalau aku bilang iya bukan kejutan lagi dong. Selamat ulang tahun ya sayang." Tangan Alif mengelus tanganku yang ada di atas meja. Ah gue meleleh lagi deh kalau begini.

"Buka dong kadonya dari Alif." Niken si kepo itu pasti pengen tau apa isi kado dari Alif. Aku meminta persetujuan Alif dan dia mengangguk. Niken itu kalau gak dilaksanain pasti ngomong terus.

Aku membuka kotak besar yang dihiasi pita atasnya. Ternyata isinya adalah tas kecil berwarna putih. Bagus banget dan kelihatannya mahal. "Lif ini kok kadonya bagus banget sih?."

"Suka gak?. Aku milih sendiri."

"Waw kamu seleranya bagus juga ya ternyata. Aku suka. Makasi ya sayang." Tanpa malu aku mencium bibir Alif beberapa detik, membuat Niken berteriak. Alif mengelap lipstik di bibirku yang sedikit berantakan karena ciumanku dengan jarinya.

"Wah gila loe berdua. Bikin ngiri aja." Ledek Niken.

Aku hanya tersenyum saja pada Alif. Tidak menghiraukan Niken yang berkicau. Tiba-tiba Bayu, "ini hadiah gue sama Niken." Dia menyodorkan dua kotak padaku. Satu kotak ukuran sedang dan kecil.

"Thanks ya."

"Buka cepet. Jangan banyak protes ya gue ngasi apa." Ucap Niken sambil meminum winenya. Emang kapan aku pernah protes waktu dia ngasi boneka segede gaban jaman kuliah dulu sampei susah bawa pulangnya. Kapan juga aku pernah protes waktu dia ngasi makanan buatannya yang asinnya kebangetan. Dasar.

"Iya bawel." Aku membuka dulu kotak ukuran sedang yang ternyata itu adalah hadiah dari Niken. Isinya sebuah sepatu yang waktu itu aku bilang bagus. Ternyata dia diam-diam membelinya. "Waw..."

"Gimana?. Suka yang itu kan kemaren loe?."

"Tau aja loe. Thanks beib." Ucapku. Oh ya jangan harap aku dan Niken akan saling memeluk lalu menangis. Aku dan Niken bukan type sahabat yang akan peluk-pelukan terus nangis-nangisan. Kami berdua type sahabat yang gak pernah manis-manis an, tapi percaya kami saling care banget.

"Kalau gue yang ulang tahun nanti, kado loe harus bagus juga ya. Kalau enggak, liat aja gue gantung loe didepan kantor loe."

Aku tertawa, "loe ketinggalan info heboh. Gue ini udah resign tadi pagi."

Niken langsung tersedak. "What?!."

"Iya gue resign jadi kacungnya si bangkotan Ari."

"Gila emang loe. Resign, tapi tenang banget gitu."

Aku tertawa karena bener juga sih apa kata Niken. "Ya loe pikir aja, gue merasa terhina udah dituduh ada maen sama Pak Ari. Sialnya, Pak Ari bukannya bela gue eh dia malah ngelindungin selingkuhannya. Gue yang kenanya. Gila emang itu aki-aki."

Niken yang awalnya serius menjadi tertawa keras. Dia kayaknya udah mulai mabuk. "Kalau gitu loe udah ngelakuin hal bener Nad. Gue acungin jempol buat loe. Gue juga terhina kalau dituduh ada maen sama atasan bangkotan kayak gitu. Eh loe buka juga dong kado dari Bayu. Gue penasaran, gue aja gak tau dia ngasi apa buat loe."

"Ya ampun gue sampei lupa." Aku segera membuka kado kotak kecil dari Bayu. Ternyata isinya adalah..., aku melihat ke Alif, Bayu kemudian terakhir Niken karena merasa tidak enak.

"Gue gak tau mau kasih apa. Kebetulan temen sekantor gue jualan itu jadi gue rasa itu cocok buat loe."

Aku tersenyum kikuk pada Bayu. Benar-benar merasa tidak enak pada Niken. "Pasti cari yang gampang aja ya Bay dari temen gitu. Nanti aku ulang tahun pokoknya harus yang lebih bagus dari Nadila ya." Cerocos Niken biasa saja, tapi sudah mabuk.

"Iya tenang aja Ken."

"Makasih Bay." Ucapku pelan kemudian menyimpan kembali kalung berbandul bulat namun penuh berlian itu kembali ke tempatnya.

"Sama-sama. Semoga loe suka."

Disaat suasana sedang awkward seperti itu Alif mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. "Aku punya hadiah lain buat kamu."

Aku mengerutkan kening. "Apa lagi?. Ini udah banyak banget loh."

"Liburan ke Karimun Jawa. Niken sama Bayu juga ikut katanya." Alif mengeluarkan sebuah tiket pesawat.

"For your information ya Nad, Alif nyiapin semua itu dari jauh-jauh hari."

Aku melihat Alif, ya ampun semakin susah aja hati ku ini buat biasa-biasa aja sama dia.

Selesai minum-minum, Nadia benar-benar mabuk. Dia ngomong ngaco dan jalannya gak seimbang. Untung ada Bayu yang mapah dia. "Eh Bay anterin ke rumah gue aja. Kasian dia sendirian di apartemennya."

"Iya. Nanti gue ikutin mobil kalian." Jawab Bayu sambil susah payah membuat Niken tetap berjalan seperti biasa. Aku dan

Alif jadi berjalan lebih dulu menuju mobil. Saat akan membukakan pintu, Alif menahannya. "Selamat ulang tahun ya sayang. Wish you all the best." Katanya dengan wajah yang sangat dekat dengan wajahku, membuat jantungku berdebar. Apalagi dengan posisi tubuhku yang mentok menyender di mobil.

Aku tersenyum miring. "Makasih ya sayang."

"Gak mau dikasi apa gitu aku?." Tanyanya genit.

"Emang kamu gak malu ini di jalan."

Alif melihat ke sekeliling. "Udah sepi." Ya gimana gak sepi, udah jam sebelas malem lebih. Mungkin karena capek menungguku, Alif yang duluan menciumku. Dia bermain sedikit dengan ciuman kami lalu selesai setelah agak lama. "Lipstik kamu jadi berantakan." Katanya sambil membersihkan.

"Udah sana. Malu diliat Bayu." Aku mendorong Alif. Alif menoleh ke belakang, dimana Bayu diam berdiri melihat kami kemudian masuk kedalam mobilnya setelah Alif melihat.

"Gak apa-apa lah sama dia mah." Alif menyingkir kemudian menutup pintu mobilku.

Setelah Alif mengantarkanku, membantuku menyimpan kado di kamar. Dia pamit pulang. Sementara Bayu masih sibuk memapah Niken ke kamarku. Memang dia itu rese kalau lagi kayak gitu. "Sorry ya dia emang suka kayak gitu kalau minum banyak." Kataku ketika keluar mengantarkan Bayu ke depan rumah.

"Gak apa-apa. O ya gue bisa minta nomor loe Nad?." Tanya Bayu yang membuat aku aneh. "Perasaan HRD kemarin ngomong ada lowongan yang sama kayak keahlian loe di kantor." Aku langsung mengangguk paham dan memberikan nomorku padanya.

**

Besok paginya Kak Nathan heboh sekali ketika kami semua sedang sarapan. "Cie yang di kamarnya banyak banget kado."

"Berisik loe." Aku memakan rotiku dengan malas. Kenapa malas?. Karena hari ini aku harus ke kantor dulu. Malem ternyata Yuli chat kalau aku hari ini harus ke kantor karena Pak Ari mau minta maaf katanya ya dan juga ada penawaran lain darinya. Ya diliat aja dulu bener gak tuh atasan gak tau diri bakal minta maaf dan ngasi penawaran. Barangkali aja menggiurkan tawarannya.

"Iya sampei penuh gitu di meja rias." Timpal mamah sambil membawa Resti di gendongannya.

"Paginya Opik, eh malemnya Alif."

"Hah paginya Opik?" Tanya Niken heboh yang sudah seperti biasa lagi paginya setelah malem udah kayak orang mati. Untung malem gak ada yang liat Niken kayak gitu. Kalau ada aku bakal ikutan diceramahi bareng Niken. Kan udah aku bilang mamah sama papah udah kayak ke anak sendiri sama Niken itu.

"Iya Ken. Gak tau?. Pagi-pagi bawa bunga sama kotak gitu." Kak Nathan ini emang paling ember sedunia. Percuma aku suruh dia diem juga, mulutnya itu udah bocor. Gak ada filter. "Eh tapi si Alif marah gak?" Tanya Kak Nathan membuat aku bingung.

"Marah kenapa?."

"Dia kan kemarin pas udah terima nasi kuning nelepon ke rumah. Bilang makasih sama mamah, eh mamah keceplosan kalau kamu dianter sama Opik dan juga dikasi hadiah bunga sama anting." Kak Nathan memang anak mamah. Sama-sama gak ada penyumbatnya.

Niken langsung ketawa kenceng, mataku langsung mendeliknya tajam mengancam akan aku bocorkan tentang semalam dan untungnya itu berhasil buat dia diem. "Mah kok mamah tau sih Opik ngasih anting?." Tanyaku menginterogasi.

"Tau lah, masa mamahnya gak inget barang anaknya sendiri."

"Boong banget. Mamah ngintip Nad ke kamar waktu loe buka kado Opik." Bantah Nathan membuat mamah melotot padanya.

"Ya kan gak sengaja. Mamah asalnya mau manggil kamu soalnya kamu lama banget di kamar. Eh taunay lagi buka kado."

"Terus ngapain diceritain sama Alif segala mamahku sayang?." Tanyaku dengan sabar namun penuh rasa frustasi.

"Maaf sayang, tadinya mamah cuman mau bilang kamu ulang tahun hari ini eh mamah malah keceplosan kamu dikasi kejutan sama kado dari Opik." Aku jadi menyesal pernah telepon Alif dari telepon rumah. Tadinya sih karena aku kehabisan pulsa jadi pake telepon rumah. Eh ternyata dia simpen nomornya.

"Bakal ada perang dunia nih." Celetuk Niken.

**

Aku memarkirkan mobilku dengan sempurna. Penampilanku aku teliti lagi. Takut ada yang kurang atau memalukan. Dengan wajah yang ku angkat, aku berjalan masuk ke dalam gedung yang sudah dua tahunan ini aku masuki. Banyak yang melihatku, sudah ku duga sih. Pasti gosip kemarin menyebar begitu cepat, melebihi kecepatan cahaya. Tapi aku tetap saja memasang wajah tembok juga elegan. Aku tidak akan terganggu oleh pandangan aneh mereka.

"Selamat pagi Pak." Sapaku pada Pak Ari yang sekarang duduk di kursinya. "Ada apa ya anda memanggil saya?. Saya kan sudah resign dari sini."

Pak Ari berdiri dari duduknya. "Nadila maafin saya. Saya tau kamu marah banget sama saya gara-gara saya kemarin diem aja liat kamu ditampar dan dihina sama istri saya. Percaya, saya melakukan itu supaya keadaan enggak makin rumit saja."

Aku langsung menghembuskan nafas keras-keras. "Gak usah banyak alasan Pak. Bilang aja anda ngelindungin selingkuhan anda."

Pak Ari menyender pada meja. Dia menatap langit-langit kantor dengan frustasi. Halah gak mempan kamu tua bangka mau main drama depan aku. "Nad kalau sampei istri saya tau yang sebenarnya, saya sama istri saya bakal cerai."

Aku membuang nafas keras lagi sambil memalingkan wajah. Cape emang ngomong sama Pak Ari. "Itu sih salah anda sendiri. Suruh siapa anda ketemu sama cewe itu kalau tau istri anda gak suka. Bukan saya yang nyuruh kan?. Oke satu kenyataan yang perlu anda tau, saya harus malu sama temen-temen sekantor karena dianggap simpenan Bapak. Kedua saya dihina-hina istri Bapak. Gini deh Pak, saya gak akan banyak ngomong. Kalau Bapak gak bilang kebenarannnya sama istri bapa, maka saya sendiri yang akan bilang."

Pak Ari langsung melotot. "Maksud kamu?."

Aku tersenyum jahat. "Lah Bapak lupa kalau di CV saya ini termasuk lulusan terbaik di kampus saya dulu?. Saya punya foto bapak sama cewek kemarin yang Bapak temuin lengkap sama adegan ngasi cincin."

"Kamu jangan maen-maen sama saya ya Nad!." Pak Ari mengancam ku dengan tatapan horor.

"Ngapain saya macem-macem Pak?. Saya itu gak bego, polos diem aja dijadiin kambing hitam. Saya udah mikirin kondisi terburuk kayak gini." Hah rasakan tua bangka, dia pikir aku ini bego apa?. Aku gak megang bukti apa-apa?. Aku udah tau sifatnya yang pecundang itu. Kemarin aku tidak mengeluarkan bukti apa-apa karena aku mau menunggu si tua bangka ini bakal ngomong atau enggak. Tadinya juga aku mau bikin dia cariin kerjaan pengganti pake bukti ini, makanya aku tenang-tenang saja resign. Tapi setelah dipikir-pikir kalau ada tawaran lain kenapa harus minta sama dia. Nanti malah gosip itu jadi pindah ke kantor lain.

"Kamu itu emang gak bisa dilawan ya Nad" Ucap Pak Ari frustasi duduk kembali di kursinya. Mungkin dia lemes karena denger aku bisa ngelakuin hal itu.

"Bagus kalau Bapak sekarang sadar. Jadi saya minta Bapak bersihin nama saya. Permisi." Baru saja aku akan berbalik. Pak Ari yang tidak tau diri itu malah bilang. "Kamu gak punya kerjaan dong sekarang?. Gimana kalau saya gak ngomong sama istri saya, tapi kamu saya cariin kerja di tempat lain?."

Aku menoleh dengan wajah angkuh, enak saja si tua bangka ini mau menginjak-nginjak harga diriku. "Gak perlu. Saya bisa cari kerjaan sendiri. Saya cuman mau nama saya bersih." Kemudian aku benar-benar keluar dari ruangan Pak Ari dan membereskan barang-barangku di meja. Yuli langsung datang mendekat. "Nad loe yakin mau resign?."

"Yuli, muka gue mau ditaro dimana kalau mau kerja disini sementara si bangkotan itu tetep gak mau bilang siapa cewek yang dia temuin?."

"Emang siapa sih Nad?."

"Ada lah gue gak bisa bilang. Gue pokoknya kasih dia waktu. Kalau dia masih tetep gak klarifikasi ke istri sama semuanya kalau bukan gue cewek yang jadi simpanannya, gue bakal bocorin fotonya sama cewek itu."

Yuli makin heboh dan mendekat padaku dengan tidak sabar. "Loe punya fotonya Nad?."

"Hem..," jawabku cuek sambil memasukkan hiasan yang ada di mejaku.

"Nad gue anter ya." Opik sudah berdiri saja di samping kubikelku. Opik hari ini memakai kemeja berwarna coklat. Match dengan kulitnya yang kecoklatan dan menambah kesan macho.

"Gak usah loe kan lagi kerja."

"Kerjaan gue udah beres. Lagian Bu Dwi lagi keluar kota juga." Bu Dwi adalah atasan langsung Opik yang menjabat menjadi manager.

"Iya Nad, biar loe gak diliatin yang bukan-bukan sama orang kantor sini juga."

Aku akhirnya mengangguk pasrah. "Oke deh. Makasih ya Pik." Opik mengambil kotak yang berisi barang-barangku. "Your welcome."

Jalanan jam sepuluh pagi terbilang sepi. Ya gimana gak sepi, lagi jam kantor. Aku diam saja di mobil Opik berpikir apa gak apa-apa ya kalau misalkan tua bangka itu gak klarifikasi aku kirim foto ketemuan Pak Ari sama cewek yang kemaren ke istrinya?. Aku memikirkan anaknya sih bukan istrinya atau Pak Ari. Tapi kalau dibiarkan saja tua bangka itu gak bakal kapok dan terus aja munculin korban kayak aku ke sekretarisnya nanti yang baru.

"Ngelamun aja." Opik mengagetkanku. Sebegitu keras ya aku berpikir?.

"Enggak lagi mikir aja." Jawabku cuek.

"Udah gak usah kebanyakan mikir. Eh hari ini loe mau seneng-seneng sama gue gak?." Tanya Opik mendadak.

"Kemana?."

"Ke Lembang?."

Aku tertawa mendengar gurauannya. Ya aku ini emang pengangguran, tapi gak di bercandain gini juga. "Gak usah bercanda ah."

"Siapa yang bercanda?. Gue serius, beneran. Kalau loe mau kita bisa langsung jalan kesana. Lagipula gue tau loe belum bilang sama keluarga loe kan mengenai ini?." Tebak Opik udah macam peramal aja. "Aneh ya gue tau darimana?. Gue kemarin tau lagi kalau loe pulang bentar ke rumah terus pergi lagi."

"Wah loe ngintilin gue ya?."

Opik malah tertawa keras. "Nadila jaman sekarang itu udah ada telepon. Kemarin itu gue telepon ke rumah loe karena chat gue gak loe bales. Gue takut loe bunuh diri dirumah. Eh taunya kata kakak loe, loe udah berangkat lagi ke kantor."

"Sorry.." Ucapku dengan cengiran lebar. "Ya abisnya gak elit aja gitu alasan gue resign gara-gara dituduh jadi simpanannya bos. Bisa jantungan nyokap gue."

"Jadi mau gak nih kita ke Lembang?. Jalan-jalan aja cari udara seger?."

"Terus loe bolos gitu?."

"Ya bilang aja gue kena flu kek, digigit anjing kek atau apa kek gitu. Lagian kan tadi kata gue apa?. Kerjaan gue udah beres, Bu Dwi lagi dinas ke luar kota."

Aku mulai berpikir. Kalau aku gak ikut, masa aku harus numpang ke apartemen Alif lagi?. Malu-maluin. Kalau keluar sendirian, sedih banget rasanya hidup. "Ya udah deh. Tapi mobil loe gimana di kantor?."

"Nanti gue minat tolong Mang Ujang, satpam kantor buat anterin ke apartemen gue."

"Oke deh kalau loe maksa." Jawabku dengan tertawa dan langsung ditimpali dengan tawa Opik.

**

Jam dua aku dan Opik sampei di Lembang. Opik milih ke Floating Market. Waktu ditanya kenapa pengen kesini?. Dia malah jawab, pengen liat shaun the sheep asli. Garing banget jawabannya. "Kita katanya harus beli koin dulu Nad buat makan didalem."

"Oke, ini punya gue." Aku menyodorkan uang seratus ribuan pada Opik, tapi dia menolaknya dengan sok gentle. "Udah gak usah, malu gue jadi cowok kalau loe bayar sendiri. Lagian loe tabung aja duitnya, kan lagi jadi pengangguran."

"Rese. Gak usah disebut kali status gue sekarang." Opik hanya tertawa dan langsung membeli koin sambil mengambil minuman selamat datang.

Kami berkeliling disekitar floating market tersebut. Disana kita bisa kasih makan ikan, burung, kelinci dan ya itu domba. Hewan yang katanya pengen banget Opik liat. "Eh tuh Pik Shaun The Sheep nya. Loe mau ngasi makan?."

"Pengen sih, tapi kayak anak kecil aja gue perasaan."

"Gak apa-apa kali." Aku langsung maju dan membeli wortel dua ikat. Memberikan Opik satu ikat dan aku satu ikat. "Eh Pik kok kayak ngajak berantem gitu sih sama gue?."

"Suudzon aja loe. Dia emang kayak gitu kali wajahnya. Atau mungkin dia liat loe jadi kayak gitu wajahnya."

"Kampret." Opik tertawa keras. Sampei ada satu panggilan yang masuk ke handphoneku, dari Alif. "Bentar ya Pik."

"Hem." Jawabnya singkat. Aku menjauh dari Opik dan langsung mengangkat panggilan Alif. "Ya Lif?."

"Kamu lagi dimana sayang?." Tanya Alif.

"Ehm..., di Lembang." Jawabku jujur. Udah banyak aku boongin dia. Dosa ku pasti menumpuk aja. Jadi buat saat ini aku bakal jujur.

"Sama siapa?."

"Ehm...., sama Opik. Aku abisnya gak tau mau kemana, kebetulan Opik lagi bolos juga ngajak ke sini. Barengan dari kantor. Tadi aku abis ngambil barang ke kantor."

"Oh. Ya udah nanti kalau kamu udah sampei rumah kabari ya. Nanti aku ke rumah." Jawab Alif tidak terdengar marah namun dari suaranya yang agak dalam sih sepertinya dia kesal.

"Iya." Kemudian aku menutup telepon Alif dan kembali pada Opik yang ternyata sudah beres memberi makan dombanya. "Cepet banget makan tuh domba."

"Laper." Jawab jutek Opik sambil berlalu dan aku mengikutinya.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel