Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Kegilaan 2

"Aku....," Alif malah menunduk. "Aku terlalu brengsek Nad. Aku gak boleh." Tanganku melonggar. Aku tidak percaya apa yang dikatakannya?. Apakah Alif benar-benar atau hanya sedang mengambil simpatiku?.

"Aku gak ngerti Lif." Jujurku.

Wajah Alif kembali diangkat dan menatap mataku. "Ayo kita bicara." Alif melepaskan tangan dari pinggangku kemudian menuntun tanganku dan mendudukkan aku di sofa.

Aku semakin tidak percaya, Alif seorang playboy bisa menjawab seperti itu ketika aku coba memancingnya dengan hal yang jarang atau mungkin lebih tepatnya tidak akan ada yang bisa menolak. Sebenarnya aku harus jujur, kalau barusan aku hanya mengujinya. Aku tidak benar-benar akan menyerahkan keperawananku padanya. Aku tau itu permainan yang sangat berbahaya, tapi bukan aku namanya kalau tidak suka tantangan dalam satu hubungan. Apalagi untuk sekelas Alif. "Nad.. sebentar ya aku kemar mandi dulu." Alif meninggalkanku dengan kebingungan. Pria macam apa Alif ini?.

Setelah beberapa lama, akhirnya Alif muncul kembali dan duduk disampingku. "Nad.., " Alif tampak seperti ingin mengatakan kejujuran tapi sulit banget.

"Jujur aja Lif, aku janji gak akan marah apapun yang bakal kamu bilang."

"Kamu yakin?." Tanya Alif meyakinkan lagi.

"Yakin banget. Aku jamin."

"Oke." Alif mengambil nafasnya kembali. "Nad aku bukan gak mau melakukan hal itu sama kamu. Kamu cewek yang cantik banget, aku masih normal makanya tadi juga aku hampir gak bisa nahan. Tapi aku gak mau kita melakukan hal itu kalau kamu gak tau apapun tentang aku. Aku gak mau kamu nyesel udahnya, apalagi kamu belum pernah ngelakuinnya sama siapapun. Aku emang bukan laki-laki baik, tapi aku bukan laki-laki pemaksa dan tukang tipu. Apalagi mengenai kehormatan."

Jeda. Aduh si Alif ini bikin penasaran banget sih.

"Aku gak kayak kamu yang baru pertama Nad. Aku udah pernah beberapa kali ngelakuinnya sama mantan pacarku." Jujur Alif tidak berani menatapku, hanya menunduk. Sudah ku duga dia akan bilang ini.

"Dari semenjak kapan?. SMP?. SMA?." Tanyaku berani.

Alif langsung mendongak, "kamu gila aja Nad. Dari waktu mulai kerja."

"Ya kali aja, temen ku juga ada yang hamil waktu SMP sama SMA." Candaku berusaha menghilangkan suasana yang kaku ini.

"Enggak lah."

"Terus apa kamu ngelakuin hal itu sama semua mantan pacar kamu?. Atau cuman beberapa orang?." Tanyaku lagi.

Alif langsung menggeleng. "Enggak Nad. Masa iya. Sama dua orang mantanku aja." Jujurnya lagi. Gilaaaa.... kenapa Alif bisa sejujur ini dan ngebuka kedoknya sendiri di hadapanku?.

"Oke satu lagi, kenapa kamu bisa sejujur ini sama aku?. Padahal kamu membahayakan diri kamu sendiri jujur sama cewek kayak sekarang." Pertanyaan ku kali ini langsung tdiak dijawab. Alif sempat diam dan menggeleng akhirnya.

"Aku juga gak tau kenapa bisa sejujur ini sama kamu, padahal aku gak pernah kayak gini. Kamu udah buat aku gila Nad lewat cara kamu yang gak biasa termasuk tadi." Aku Alif. "Oh ya jangan anggap aku lagi narik simpati kamu ya. Pertanyaannya kalau iya, ngapain aku repot-repot narik simpati kamu sementara kamu tadi udah nanya kayak gitu." Alif menghembuskan nafasnya lega.

Aku tersenyum. "Thanks Lif."

"Kamu udah denger semua pengakuan ku Nad. Jelek-jeleknya aku gimana. Jadi kalau keadaan kita kayak tadi lagi aku gak akan ngerasa bersalah karena kamu udah tau tentang aku. Aku gak akan ngerasa kayak penipu." Alif semakin erat menggenggam tanganku. Ya ampun play boy kayak Alif ini emang berbahaya. Caranya smooth banget. Hatiku malah semakin berdebar tiap deket dia. Tolooooong.

**

Setelah diantar Alif pulang, aku berbaring sendirian di kamar. Melamun sambil memandang langit-langit kamar. Padahal aku masih memakai baju kerja dan juga belum mandi. Tapi pikiranku masih melayang ke kejadian tadi. Alif kok bisa gentle mengakui itu semua. Aku benar-benar penasaran, apa benar karena aku dia jadi berbeda kayak gitu, atau emang caranya narikku aja kayak gitu?. Hatiku sih percayanya kalau dia tadi itu jujur, tapi ah tentu aku gak boleh gegabah. Aku takut benar-benar jatuh sama pesona Alif. Walaupun harus kuakui tadi aku udah semakin jatuh ke dalam pesona Alif.

Sedang asyik melamunkan Alif, ada panggilan masuk. Aku kira Alif ternyata dari Opik. "Halo Nad." Sapanya langsung.

"Pik. Ada apa?. Kangen?." Candaku masih dengan posisi terlentang.

"Iya. Loe udah sampe dari Bandung?." Aku langsung bangun dan duduk. Opik ini biasanya bercanda terus. Kenapa dia jadi bicara serius kayak gitu.

"Udah. Tadi sekitar jam tujuh."

"Gue takut aja loe di apa-apain sama Pak Ari soalnya tadi gue denger waktu di lorong dia lagi teleponan dan katanya mesti bawa loe gitu kalau enggak bahaya. Ya gue gak tau apa, makanya tadi sebelum pergi gue chat loe biar ati-ati." Shit, ternyata emang bos tua bangka ku itu udah ngerencanain semuanya mateng-mateng. Pantes tadi pagi Opik kirim chat dan bilang buat aku hati-hati. Aku kira dia bercanda doang. Ternyata dia bener-bener khawatir.

"Gue gak di apa-apain, cuman emang nyawa gue terancam aja sekarang." Jawabku lemas. Pasti pertemuan Pak Ari sama cem-cemannya itu gak akan sekali. Dan aku yakin dia bakal tega libatin aku lagi.

"Maksud loe apa?." Aku diam karena bingung mau jujur atau enggak ya sama Opik. Takut kalau jujur Opik malah bilang-bilang, tapi kalau enggak gue gak punya bala bantuan kalau mendadak gue perlu bantuan. "Udah loe bilang aja sama gue Nad. Gue gak akan bilangan siapa-siapa. Gue malah bakal bantu loe kalau loe perlu bantuan." Opik seperti peramal saja.

"Oke, loe udah janji ya. Kalau loe ngelanggar janji gue gantung loe di lobi kantor." Opi sempat-sempatnya tertawa. "Jadi tadi itu Pak Ari ngajak gue biar istrinya gak tau kalau dia ketemu cem-cemnannya yang katanya temen SMA yang gak jadi nikah sama dia."

"Maksud loe gimana?."

Aku menarik nafas sebelumnya kemudian menjelaskan pada Ari mengenai kebiasaan istrinya Pak Ari itu. "Kalu gue gak ikut, biasanya istrinya ngintil atau ya gitu ngerecokin Pak Ari."

"Ya ampun jadi loe berat juga ya."

"Loe ngerti kan sekarang beban gue. Tadi aja pulangnya gue dibawa ke rumahnya dulu terus diinterogasi lagi. Gue yakin, abis kejadian tadi Pak Ari pasti bawa gue lagi buat ketemuan sama ceweknya itu soalnya dia bilang nanti kita ketemu lagi. Dan Pak Ari juga terang-terangan bilang ke gue cuman ngandelin gue dan blabla curhat gak jelas." Terangku panjang lebar.

"Gilaaaaa itu si tua bangka. Gue kira dia udah tobat." Ya semau tau jelas kejadian hampir dua tahun lalu waktu aku baru-baru masuk. Pak Ari ketauan selingkuh sama baby gemaynya. Dia jadi sugar daddy gitu. Tau ketahuannya gara-gara apa?. Ceweknya nekat dateng ke kantor karena Pak Ari ngilang dan belum bayar kuliahnya. Kejadian paling gila emang.

"Ah gue sih tau aja kalau dia say hai sama berondong-berondong gitu. Tapi ya gue tutup mata aja. Yang penting selama sama gue dia gak macem-macem. Eh ternyata yang sekarang dia berani banget bawa gue. Mana tadi dia ngasi cincin berlian lagi sama ceweknya. Kayaknya gak maen-maen sih. Makanya gue lebih ngeri."

"Loe mesti ati-ati. Istri Pak Ari seremnya kan bukan maen. Dia bisa nekat. Loe pokoknya jangan sungkan kalau butuh bantuan gue."

"Thanks Pik."

"Ya udah loe istirahat aja ya. Pasti capek banget seharian ngadepin situasi kayak gitu."

"Iya." Situasi tadi sama Alif juga bikin penasaran plus capek mikir. Lanjutku dalam hati.

Aku terdiam, memikirkan Opik yang sepertinya memang gak diragukan lagi kayaknya punya perasaan sama aku. Mataku menatap ikan-ikan pemberiannya yang sudah terlihat lebih besar dari pertama beli. Ikan yang aku kasih nama Upin sama Ipin karena menurut ku mereka mirip banget dan susah dibedain.

**

Beberapa hari setelahnya, aku baru ingat kalau hari ini aku ulang tahun. Seperti biasa itu semua karena mamah yang sudah ada didepanku dari aku bangun dengan kue yang dibuat mamah sendiri dan lilin angka dua empat diatasnya. "Ayo tiup lilinya dek." Titah Kak Nathan yang selalu datang karena mamah yang selalu heboh agar semua keluarga kumpul kalau ada anggota keluarga yang ulang tahun. Untung saja istrinya Ka Nathan enjoy saja dan tidak masalah sama kehebohan mamah itu.

"Udah gede aja anak papah." Papah mencium kepalaku setelah aku meniup lilin.

"Selamat ulang tahun ya sayang." Mamah yang kini giliran mencium pipiku.

"Selamat ulang tahun ya Nad." Ucap Kak Gina sambil menggendong Resti. Dan Ibnu yang ada disampingnya langsung berlari memelukku. "Selamat ulang tahun tante."

Aku memeluk Ibnu balik. "Makasih Kak Ibnu. Aduh ponakan tante kok masih bau acem sih?." Kak Ibnu langsung cemberut.

"Iya kan pake flight yang malem terus langsung kesini. Kak Ibnu sama adek jadi belum mandi. Buat tante nya nih." Ucap Kak Nathan.

"Makasih. Gak apa-apa bau acemnya Kak Ibnu sih tante seneng." Ibnu langsung tersenyum lagi.

"Sana kamu mandi dulu. Siap-siap terus turun ya." Titah mamah kemudian semuanya keluar dari kamarku. Aku langsung melihat handphone. Tidak ada ucapan dari Alif. Kita memang gak pernah mengobrol mengenai tanggal lahir. Ya jadi pantes aja dia gak tau. Iseng, aku buka instagram. Ada kenangan satu tahun lalu. Ada foto ku yang dirangkul Bima dengan kue yang ada di tanganku. Aku jadi ingat, dia datang ke ruamh pagi-pagi banget. Barengan sama kejutan dari keluargaku. Dia bawa kue yang dia beli dan juga hadiah yang aku sudah simpan di kotak kemarin. Sebuah jam tangan yang lumayan harganya. Kenangan.

Tiba-tiba telepon dari Opik membuat aku kaget. Aku langsung mengangkatnya. "Ya Pik?."

"Nad bisa keluar bentar gak?."

"Hah ada apa?. Gue belum mandi, baru bangun." Tanyaku heran.

"Bentar aja. Penting. Gak apa-apa belum mandi juga." Aku jadi deg-degan, ada apa ya. Aku segera berlari ke cermin, merapihkan rambutku dengan sisir kemudian mengambil luaran baju tidurku karena aku senang memakai baju tidur tipis bahan satin ya walaupun panjangnya sampei mata kaki tapi kan tangannya cuman dua tali. Jadi harus pake luaran.

Ketika aku keluar Opik sedang duduk di mobilnya. Agak terkejut sepertinya saat melihatku. Ya ampun apa aku jelek banget ya kalau gak pake make up. Mungkin dia kaget. "Ada apa Pik?." Aku berjalan cepat dengan tangan yang mengeratkan luaran baju tidurku yang sama-sama berbahan satin itu.

"Tunggu situ." Opik berdiri dari duduknya kemudian mengambil sesuatu dalam mobilnya. "Nih buat loe. Loe ulang tahun kan hari ini." Opik membawa buket bunga dengan tempat bulat besar dan satu kotak yang dibungkus kertas kado kuning pastel.

"Pik ini apaan?. Ngapain loe sok-sok an repot-repot kaya gini sih?" Tanyaku sembari mengambil barang dari Opik. "Dari mana lagi loe tau ulang tahun gue?. Gue aja lupa. Inget gara-gara mamah ngasi kue barusan."

Opik tampak salah tingkah, "gue kemarin denger dari Yuli. Ya udah ya gue cuman mau ngasi itu doang."

"Eh mau kemana." Aku menahan tangan Opik. "Udah loe masuk aja dulu. Berangkat bareng sama gue aja. Mau ngapain ke kantor jam segini?. Mau beres-beres?." Aku meneliti tampilan Opik yang sudah memakai kemeja rapih.

"Dasar loe."

"Yuk masuk. Gue mandi dulu."

"Gila ya, loe cantik banget baru bangun kayak sekarang."

"Hah?." Langkahku tiba-tiba berhenti yang tadinya sudah mau masuk ke dalam.

"Gak ada siaran ulang." Ucap Opik kemudian masuk duluan meninggalkan aku.

Setelah mandi dan berdandan, aku melihat sebuket bunga dari Opik dan juga kadonya. Aku jadi penasaran, apa isinya. Aku duduk dulu sebentar kemudian membuka bungkusan kado itu, ternyata dalamnya adalah sepasang anting cantik. Ya ampun.

Begitu keluar kamar, aku lihat Opik sedang mengobrol dengan Kak Nathan juga mamah dan papah. Pasti mereka udah nanya yang bukan-bukan nih sama Opik. Aduh harusnya aku gak lama-lama dandannya kasian Opik. "Lama amat dek dandannya."

Mataku mendelik tajam pada kakakku yang super duper menyebalkan. "Biasanya juga emang lama."

"Sarapan Nad." Tawar Opik yang sedang memakan nasi kuning buatan mamah beserta macam-macamnya yang banyak banget. "Beruntung banget dapet sarapan yang super duper lengkap dan enak." Puji Opik, membuat mamah senyum-senyum. Kebiasaan di kelurga kami, jika ada yang berulang tahun maka sarapannya adalah nasi kuning dan embel-embelnya.

"Iya Pik." Aku ikut duduk dan mengambil nasi kuning juga yang lainnya. Makan dalam diam kemudian ketika aku baru saja selesai mamah membawa beberapa tempat makan dengan nasi kuning di dalamnya. "Ini Nad kasih ke temen kantor kamu ya. O ya kasih ke Alif sama Niken juga ya. Pagi ini loh ya dikasinya ya."

Aku yang sedang minum langsung tersedak. "Iya mah," jawabku setelah tenggorokanku sudah kembali normal.

"Gue anter aja Nad." Ucap Opik tenang namun tidak melihatku.

**

Pagi itu aku dan Opik berangkat sama-sama memakai mobil Opik. Di jok belakang Opik sudah penuh sekali dengan nasi kuning yang mamah wajibkan untuk aku bagi-bagi. "Sorry ya Pik, mobil loe jadi penuh sama nasi kuning mamah."

"Gak apa-apa kali Nad. Eh sekarang kita ke kantor Moderntech dulu kan?." Tanya Opik tanpa melihat ku, hanya melihat jalan.

"Iya Pik." Opik membelokkan mobilnya ke arah Moderntech, perusahaan yang bergerak di bidang IT. Tempat diproduksinya laptop, keyboard dan semacamnya. Dan Alif adalah manager bagian pemasaran. Perusahaannya cukup besar, jadi tidak aneh bangunannya tinggi seperti pencakar langit. "Bentar ya Pik." Ketika sudah depan perusahaannya. Aku menghubungi Niken, namun tidak diangkat juga. Kebiasaan deh, suka lupa cas HP nya.

Akhirnya aku tidak punya pilihan lain selain menelepon Alif yang sedari pagi hanya kirim chat. 'Morning sayang. Have a nice day.' "Bentar ya Pik."

Opik yang sedang memainkan HP menjawab, "santai aja Nad."

Didering ketiga Alif baru menjawab. "Ya sayang."

"Kamu ke lobi ya sekarang. Aku ada titipan dari mamah buat kamu."

"Iya tunggu ya." Aku segera menutup telepon Alif dan membawa nasi kuning untuk dua orang. "Pik bentar ya aku ngasihin ini dulu."

"Mau aku bantuin?."

"Gak usah. Ini cuman dua aja kok." Opik mengangguk dan akhirnya aku turun dari mobil Opik dengan kedua tanganku yang rempong abis membawa nasi kuning di godie bag. Begitu masuk ke dalam lobi, Alif belum ada. Aku menunggu beberapa saat, kemudian dia muncul dari dalam lift dengan pakainnya yang always rapih.

"Hai honey." Sapanya langsung memelukku singkat.

"Hai juga. Ini aku bawa titipan mamah. Titip Niken satu ya. Tadi aku telepon dia, tapi gak diangkat. Kayaknya dia abis batrei." Jelasku.

Alif menerima godie bag ku dan mengintipnya. "Wah nasi kuning. Acara apa?." Tuh kan Alif gak tau hari ini aku ulang tahun. Ya udah lah, aku juga gak mau dia ngasi hadiah dan bikin kejutan, nanti perasaan ku makin gawat.

"Iya. Biasalah mamah." Bohongku. "Ya udah ya, aku harus pergi lagi. Takut macet." Aku memeluknya lagi singkat. "Bye honey."

"Eh bentar aku anter aja." Deg. Ya ampun, kalau dia nganter nanti dia tau aku pergi bareng Opik.

"Jangan. Udah gak usah. Kamu mending makan langsung nasi kuningnya. Nanti keburu dingin. Aku sengaja loh anterin masih anget." Bohongku sambil memasang muka sok manja dan untung Alif mengangguk.

Cup. Aku kaget, Alif mencium keningku di lobi. "Makasi ya sayang."

"Banyak orang tau disini." Aku melotot pada Alif.

"Biarin." Jawabnya enteng.

Aku mendeliknya kemudian mendorong Alif. "Sana kamu ke atas lagi. Bye." Aku secepatnya jalan dan masuk ke dalam mobil Opik. "Udah?." Tanya Opik.

"Udah yuk jalan." Akhirnya kami pun pergi dari tempat Alif. Untung tadi Alif mau dibujuk dan gak anterin sampei ke depan. Kalau enggak nanti aku bisa ketuan pergi bareng Opik. "O ya makasi ya hadiahnya. Gue pake loe." Setelah mau sampei kantor. Aku memperlihatkan anting yang aku pakai.

"Iya gue tau dari waktu loe keluar kamar. Cantik banget dipake sama loe."

"Tumben loe ngomong gue cantik mulu dari tadi pagi." Jujurku. Aku penasaran, jadi aku bertanya saja. Malu bertanya sesat dijalan bukan?.

"Berarti loe denger tadi waktu gue bilang loe cantik banget didepan ruamh?." Opik menoleh sebentar padaku sembari membelokkan kemudi setirnya.

"Denger."

"Loe emang beneran cantik banget waktu bangun tidur kayak tadi."

"Gombal loe." Bantahku cuek sambil membuka safety belt. Opik diam sebentar kemudian menahan tanganku. "Gue ngomong bener-bener sama loe. Loe cantik banget tadi. Gue belum pernah liat cewek sekalipun mantan gue yang model secantik loe tadi." Opik mengatakan itu dengan pandangan yang mengunci ku. Aku jadi gerogi.

"Loe bandingin gue sama mantan loe yang model itu. Gue gak percaya lah. Hobi banget sih maen-maen sama gue."

"Terserah loe mau percaya atau enggak Nad. Gue gak punya banyak waktu maen-maen sama loe." Opik melepas safety belt nya kemudian turun dari mobil dan meninggalkan aku yang bengong saja mirip sapi ompong.

**

Sesampainya di kubikelku aku memikirkan mengenai Opik, awalnya aku kira dia deketin aku buat isi jadwalnya aja yang kosong karena lagi jomblo. Tapi denger jawabannya tadi. Aku jadi takut dia mengharap lebih. Ya jaman sekarang, yang dilabelin istri atau suami aja banyak yang ngarep kayak mantan pacarku yang tidak akan akulupakan, Bima. Apalagi aku yang baru pacaran doang. Ya mungkin gak salah Opik ngarep. Tapi aku mikirnya, kita bakal sama gak kalau dia ngarep kayak gitu.

"Cie yang ulang tahun. Nasi kuning nyokap loe enak banget. Selamat ulang tahunnya ya Nad." Ucap Yuli setelah memakan nasi kuning mamah yang langsung tandas.

"Iya makasih Yul. Iya nyokap gue heboh banget."

"Loe sekarang deket banget ya sama Opik. Eh ini hadian dari dia ya?." Tanya Yuli heboh memutar-mutan badanku. Mau liat anting di telingaku saja kenapa badanku yang diputar-putar sih Yul?.

"Iya, kok loe tau?."

Yuli tertawa, "kemarin dia nanya ngasih hadiah apa ya. Kata gue ya anting aja. Loe seneng pake anting."

"Thanks Yul."

Yuli tiba-tiba berbisik di telingaku. "Si Opik tuh suka sama loe Nad. Dia kayaknya ngarep sama loe, ya walaupun dia tau loe udah punya pacar." Pikiran ku sama dengan Yuli. Opik memang dari dulu baik banget, tapi gak kayak sekarang baiknya. Oh ya aku dan Opik deket waktu ada acara kantor di Lembang. Kami melipir dari acara buat minum aja berdua. Nah disitu aku sama Opik mulai cerita-cerita dan jadi deket. Tapi ya gak sedeket sekarang juga. Dia waktu itu masih pacaran sama model.

"Nadila." Tiba-tiba istri Pak Ari datang dengan wajah merah padam depan kubikelku. Aku kaget bukan main. Yuli disebelahku juga kaget banget. Di belakangnya Pak Ari membuntuti. Tiba-tiba orang mengerumuni kami. Ada apa sih ini?. Aku mendelik tajam pada Pak Ari. Masa bodoh dengan pekerjaanku karena perasaanku sudah tidak enak.

Aku berusaha menormalkan wajahku sebiasa mungkin dan berdiri dengan tegap. "Ya bu. Ada apa?."

Nafas istri Pak Ari terlihat naik turun menahan marah. "Kamu selingkuh sama suami saya?." Hah apa?. Aku mencerna pertanyaan istri Pak Ari atau Bu Ningsih. Belum aku menjawab, Bu Ningsih sudah menampar ku. Mirip adegan sinetron yang sering mamahku tonton. Padahal aku gak berniat buat jadi pemeran sinetron-sinetron seperti itu apalagi dalam kehidupan nyata. Malu yang jelas, tapi aku gak boleh lemah toh aku gak salah. Aku menghirup nafas dalam-dalam kemudian merapihkan rambutku yang tadi menutupi pipiku.

"Mah kamu apa-apaan sih?. Aku sama Nadila gak ada apa-apa." Hah tua bangka itu baru maju setelah aku dipermalukan dan ditampar.

"Kalau gak ada apa-apa, kenapa kata istri Pak Haris kalau siang itu gak ada makan siang sama-sama. Semuanya langsung pulang. Kamu sama dia bilang ada jamuan makan siang dulu. Dasar tetep aja ya cewek yang saya pikir cerdas itu jalang dan suka duit. Kamu pikir saya bodoh?." Pak Haris adalah salah satu staf yang ikut dengan meeting tersebut dan beliau pulang duluan. Aku sudah akan bilang untuk menutup mulut pada Pak Haris, tapi Pak Ari melarang karena katanya istrinya tidak akan sejauh itu bertanya pada Pak Haris. Hah tidak tau saja gimana istrinya.

Pak Ari diam saja. Tidak menjawab. Aku yakin dia sedang melindungi wanita itu. Hah, apa-apaan sih?. Aku gak bakal tinggal diam. "Saya pikir ibu memang bodoh dan Pak Ari sangat bodoh." Tangan Bu Ningsih sudah akan menampar ku lagi, tapi aku tahan. "Langsung menyimpulkan dan tidak bisa membaca suami ibu sendiri. Menyalahkan keburukan suami anda sendiri pada seseorang yang bahkan sebenarnya gak bertugas buat ngejaga suami ibu. Saya hanya dibayar untuk menjadi sekretaris bapak di kantor."

Aku mengambil nafas dulu, emosiku rasanya benar-benar akan meledak. Dan mood ku benar-benar terjun bebas sekarang. "Saya gak akan bilang apa yang di lakuin sama suami ibu kemarin dan siapa wanita yang ditemuinya karena itu bukan hak saya buat menjelaskan. Saya harap anda akan jujur sendiri Pak." Aku melirik Pak Ari yang mati kutu. Hah, lihat bukan dia sekarang hanya diam saja tidak bergeming. "Tentu anda gak mau kan anak perempuan anda berada di posisi saya yang terjepit seperti sekarang. Yang jelas Ibu tolong dengar baik-baik, saya minta maaf sudah menutupi keburukan suami ibu. Tapi tolong pahami juga posisi saya disini karena yang jelas bos saya adalah Pak Ari langsung, bukan anda jadi saya hanya mengikuti perintahnya saja. Dan yang perlu di garis bawahi disini adalah saya tidak dibayar untuk menutupi keburukan suami ibu kemarin, semata-mata hanya karena saya dipaksa dan terjepit. Paling penting, saya dan suami ibu tidak ada hubungan apa-apa. Saya tidak tertarik dengan suami ibu yang bangkotan dan mata keranjang. Oh atau ibu ngganggap suami ibu itu ganteng dan banyak uang. Tolong diinget ya bu, saya bukan dari kelurga yang gak punya, saya juga punya pacar yang lebih muda dan banyak uang daripada dia. Jadi tolong dipikirkan lagi kalau mau mengambil benang merah. Saya mengundurkan diri, terima kasih." Aku mengambil tas dan saat berbalik aku melihat Opik yang sudah datang kemudian maju mengambil tanganku.

"Anda seharusnya bisa menyelesaikan masalah aib suami anda di rumah. Jangan di kantor. O ya jangan asal tuduh bu. Ayo sayang." Opik menarik tanganku dan menuntunku keluar dengan air mata yang aku tahan. Aku benar-benar malu sekali karena semua melihatku.

Begitu masuk lift kakiku yang sialnya sedari tadi lemas langsung seperti tidak ada tulangnya. Menyender pada dinding lift. Opik kaget dan langsung ikut jongkok di depanku. Memeluk dan menepuk-nepuk punggungku. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku sudah keluar dari pekerjaanku dan namaku sudah tercemar di kantor ini. Memang si Ari bangkotan itu tidak tau di untung dan menyebalkan. Dia malah melindungi diri sendiri dan wanitanya disaat aku ditampar didepan semua orang oleh istrinya. Sial, harusnya aku gak mikirin pernikahan dia waktu itu. Biar mereka cerai juga.

"Pik udah loe balik lagi aja ke atas. Loe pasti banyak kerjaan akhir bulan gini. Gue bisa sendiri kok." Kataku setelah Opik melepas pelukannya.

"Tapi gue anter loe pulang dulu."

"Hem." Aku pasrah saja. Lagipula aku juga gak bawa mobil. Menyedihkan dan malang sekali kalau sampai aku pulang pakai taksi sambil nangis dengan status pengangguran sekarang. Lengkap sudah.

"Loe gila juga ya tadi bilang Pak Ari bangkotan." Ucap Opik memecah kesunyian di dalam mobil. "Tapi loe keren sih kata gue." Lanjutnya lagi.

"Ya keren sih keren, tapi gue sekarang resmi jadi pengangguran." Balasku cuek melihat jalanan.

"Ah gue yakin loe sebentar lagi juga dapet kerjaan dan ya yang gue baca sih atau bisa jadi loe ditarik sama kantor pindah ke bagian lain. Loe itu kan berprestasi di kantor."

"Gak usah ngehibur deh Pik. Gue biasa aja di kantor."

"Gak percayaan. Taruhan sama gue." Aku tertawa mendengarnya, mirip Niken aja yang hobi ngajak taruhan. "Eh malah ketawa, gue serius."

"Gue ketawa karna inget si Niken yang tukang ngajak taruhan."

Opik menaik turunkan alisnya padaku, "gimana jadi mau gak taruhannya?."

"Deal. Tapi jangan sama duit ya yang menang. Loe gak kasian sama pengangguran ini?."

"Enggak lah, loe mah banyak duit. Iya masalah itu kita tentuin nanti." Aku tertawa saja mendengar Opik terus berceloteh. Mungkin itu cara dia buat ngehibur aku.

**

Depan rumah aku diam saja berdiri, memikirkan semuanya. Rasanya aku gak siap bilang sama keluargaku kalau aku dipecat karena dituduh selingkuh dan menutupi pertemuan atasanku dengan seorang gadis. Bisa jantungan mamah. Apalagi di hari ulang tahunku. Hari dimana mamah heboh-hebohnya nyiapin ini itu. Setelah aku pikirkan, aku akan berbohong saja. Aku masuk rumah hanya untuk mengambil mobil dan bilang kalau aku hari ini harus kesana kemari jadi perlu mobil. Untungnya mamah dan semuanya percaya.

"Halo..."

"Lif boleh aku ke apartemen kamu gak sekarang?." Aku bingung mau kemana. Ke tempat Niken bukan pilihan bijak karena dia akan menanyai ku dari A sampei Z. Dan aku belum mood buat cerita apa-apa. Kalau Alif aku yakin tidak akan banyak bertanya sebelum aku bercerita sendiri.

"Hah?. Tapi aku ini lagi diluar Nad."

"Iya gak apa-apa, please. Boleh atau enggak?. Kalau enggak aku mau ke....,"

"Oke boleh Nad. Pasti boleh. Kamu tau kan passwaord nya."

"Iya, makasi Lif."

"Sama-sama sayang. Aku bakal pulang cepet kok hari ini." Lalu aku menutup panggilan teleponnya dan kembali menyalakan mobil. Didepan komplek aku memberhentikan mobil dan memutuskan untuk menelepon Alif karena kan gak bagus menyetir sambil menelepon apalagi yang bawa cewek kan?.

Di apartemen Alif, aku langsung membaringkan diri di sofa depan TV tempat kami biasa duduk. Aku belum melepaskan hak tinggi dan blazerku. Aku hanya melemparkan tas. Aku kacau hari ini jadi jangan berharap aku bisa serapih biasanya. Maaf ya Lif, aku janji bakal langsung beresin. Aku berjalan masih dengan hak tinggiku menuju kulkasnya, mencari barangkali ada minuman atau apapun. Untung ada satu wine. Aku langsung mencari gelas dan meminumnya sendirian siang-siang di ruang TV Alif dengan keadaan yang sepi. Sangat menyedihkan sekali hidupku.

"Nad.. sayang...," aku membuka mata karena merasa ada orang yang mengelus pipiku. Ternyata Alif dan ternyata aku ketiduran. Alif jongkok di depanku. Aku langsung memeluk lehernya.

"Jangan nanya apa-apa dulu ya." Ucapku langsung.

"Oke." Aku melerai pelukanku. "Ya udah aku mandi dulu ya bentar."

"Hem..," jawabku kemudian duduk bangun dari tidurku. "Maaf ya aku ngeberantakin tempat kamu. Aku juga minum wine kamu, nanti aku ganti." Ketika aku sadar, ternyata sepatuku sudah lepas dan disimpan rapih disamping sofa.

"Gak masalah. Wine itu emang aku beli buat diminum sama kamu. Jadi kamu gak perlu ganti." Aw... so sweet.

Alif mandi agak lama. Aneh, biasanya juga gak selama ini. Begitu keluar, Alif memakai pakaian yang sangat rapih. "Kamu mandi dulu, terus pake baju yang ada di atas kasur ya."

Aku mengernyit aneh. Pikiranku jadi melantur yang bukan-bukan. Ada apa ya?. Apa jangan-jangan yang dimaksudkan kata-kata Alif waktu itu adalah sekarang?.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel