Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Pembalasan atau Penerimaan

Pertanyaan Bima membuat kaki jenjang ku diam. Dalam hati, ini orang gak tau malu atau bagaimana ya?. Enaknya digimanain nih?. Otakku langsung berpikir dengan cepat. "Bim emang kamu mau ninggalin Hani?. Yakin?." Tanyaku tanpa menoleh kebelakang.

"Yakin Nad. Bahkan kalau sekarang kamu mau. Aku bisa hapus kontaknya, blokir nomornya."

"Pindah kerja juga gak?." Tanyaku memotong kata-katanya. Bima langsung diam. HAHA aku tertawa puas. Emang enak aku tantang begitu. "Udah ya. Aku ngantuk nih Bim." Dasar memang bukan Bima kalau pantang menyerah dan tau diri. Dia malah menahan tangan ku dan memohon-mohon lagi.

"Please Nad. Kalau keluar kerjaan aku gak mungkin. Susah cari kerja jaman sekarang." Muka Bima sangat frustasi. Aku ingin sekali ketawa kenceng , tapi aku harus bisa tahan. "Nad. Kamu masih cinta kan sama aku?" Ya ampun dengan percaya dirinya, dia nanya kayak begitu. Fix, si Bima ini gak tau malu.

"Kenapa kamu yakin banget kalau aku masih cinta sama kamu Bim?. Darimana otak kamu yang cerdas itu bisa nyimpulin?." Tanyaku berani dengan posisi badan yang sudah berbalik untuk menghadap dan menentangnya. "Coba jelasin Bim!."

Bima mendekat, menatap wajahku. Wah penipu ulung mulai beraksi. "Kamu masih dendam sama aku. Itu artinya kamu masih punya rasa sama aku." Jawabnya dengan yakin sekali.

Aku kali ini benar-benar tidak bisa menahan tawaku didepan Bima. Aku masih dendam artinya aku masih cinta sama dia?. Konyol. Aku gak setuju. Dalam kamusku gak ada benci sama dengan cinta. Benci ya benci aja. Cinta ya cinta aja. Jangan sok digabungin. "Pikiran kamu konyol Bim. Pertama, aku gak dendam sama kamu. Aku cuman pengen ngerjain kamu aja tadi sama Hani. Kedua, aku udah punya pacar yang lebih segalanya dari kamu. Jadi mending pergi deh Bim. Alif sama kamu tuh kayak langit sama bumi." Aku mendorong Bima, tapi Bima malah menarik tanganku dan menciumku dengan paksa. Aku kesal. Aku dorong dia sekuat tenaga sampai akhirnya dia lepas juga.

PLAK

"Gila kamu Bim." Bentakku dengan nafas terengah-engah.

Wajah Bima mengeras, seluruh uratnya kelihatan. Dia memandangku dengan pandangan yang sangat menakutkan. Baru aku lihat Bima yang seperti ini. Mungkin dia marah besar. Bima itu memang laki-laki yang paling gak suka dikalahkan dan juga harga dirinya selangit. "Iya aku emang gila Nad. Lagian kamu ngapain sih banding-bandingin aku sama si Alif?. Aku lebih baik daripada dia." Teriak Bima. Untung mamah dan papah nginep di saudaranya. Kalau enggak, bisa jadi masalah.

Bukannya takut. Aku malah semakin melotot dan menantangnya. "Kenapa?, kamu gak suka?. Harusnya kamu terima Bim. Itu kenyataan. Kalau Alif jauh lebih baik dari kamu. Gak ada orang baik yang bilang dia baik. Pergi sekarang!." Aku meninggalkan Bima dan masuk kedalam rumah. Tidak memperdulikan Bima yang meminta maaf atas sikapnya yang kurang ajar.

Sial. Bima memang gila

**

Keesokkan Senin nya ketika aku sedang sarapan ada satu chat masuk dari Alif. Hari minggu kemarin Alif engga menghubungi, mungkin tepar.

From : Alif

Morning dear

Makasih ya udah urus aku malem minggu kemaren, aku tepar sampei minggu sore.

Oh ya aku juga udah baca notes kamu. Tenang, aku gak akan jadi sok pahlawan lagi, tapi bakal jadi pahlawan kamu beneran.

Garing ya. Hehe.

Oh ya sayang maaf ya aku pagi sama siang ini gak bisa anter dan makan bareng. Aku harus ke Bekasi, ada kerjaan disana. Niken juga ikut kok.

To : Alif

Jangan cuma makasih aja. Gak bisa di makan. Hehe

Yaaaaah aku sendirian deh. Sad :(

From : Alif

Ya udah nanti bakal ada sesuatu ke kantor.

Aku juga sad :(. Gak bisa cium kamu walaupun dikit.

To : Alif

Mesum!!

Tanpa sadar aku tertawa sendiri. Papah dan mamah ngeliatin aku pake kepala digeleng-geleng seperti orang pusing. "Makan tuh ya makan aja Nad, jangan sambil maen HP terus."

Sesampainya di kantor, ternyata ada kiriman salad buah. Pasti dari Alif, pikirku. Dan ternyata betul, beberapa menit kemudian Alif chat bilang kalau dia kirim aku salad buah. Aku langsung memakan salad buah itu dengan senyuman lebar karena selain ini kiriman dari Alif, saladnya juga enak dan gratis tinggal makan. Ah bahagianya.

Kebahagiaanku hanya bertahan di pagi saja karena begitu siang aku sendirian. Dikantor juga baru kenal Bayu sama Adel. Itu pun Adel lagi sibuk, jadi gak istirahat diluar. Hanya makan roti aja di ruangan. Ah menyebalkan sekali.

"Nad, mau makan siang bareng?." Tanya Bayu menghampiri mejaku.

"Em... boleh deh. Sama Niken gak?."

"Enggak, dia kan ke Bekasi." Ya ampun aku lupa kalau Niken juga kan ke Bekasi sama Alif. "Eh Nad mau makan apa?. Mau kantin aja atau keluar?."

Sambil berjalan ke lift, aku berpikir. Enaknya makan apa ya siang ini?. Eh tapi aku lupa, Pak Bagas harus meeting tepat sesudah jam istirahat. Dan aku juga ikut. "Kantin aja ya Bay, gue mesti ikut meeting sama Pak Bagas abis istirahat."

"Oke, gak masalah. Di kantin juga banyak yang enak." Dan Jeng Jeng Jeng, ada Bima di lobi. Darimana lagi dia tau kantor baru ku. Suram sudah siang ku kalau ada dia.

"Nad." Bima berlari dan menahan tanganku. Bayu kebingungan dengan keberadaan Bima.

Aku menghela nafas. "Darimana tau kalau aku kerja disini sekarang?."

"Dari Niken." Niken di sogok apa sih sama Bima ini?. Sampei rela ngasih tempat kantor aku yang baru. Awas kamu Ken kalau ke rumah, aku usir kamu.

"Bay, lo duluan aja. Gue mau ngurus manusia satu ini dulu." Bayu langsung menggeleng. "Gak ah Nad. Gue nunggu aja disini."

"Udah lo pesenin aja dulu, biar cepet juga. Buaya ini udah jinak sama gue kok tenang aja. Gak usah khawatir.” Bima langsung melotot mendengar perkataan ku. Akhirnya Bayu menurut dan pergi setelah memelototi Bima juga meminta ku hati-hati. "Cepet mau ngomong apa sih?." Tanyaku setelah melipir ke pojok. Malu kan berantem di tengah-tengah lobi.

"Nad, aku mau minta maaf udah kasar dan lancang sama kamu malem. Aku malem bodoh bisa lakuin itu ke kamu." Jujur Bima dengan ekspresi yang meragukan?.

"Emang kamu bodoh. Baru sadar?." Balasku sengit.

"Aku beneran Nad kali ini minta kesempatan sama kamu buat berubah dan aku bakal ninggalin Hani. Aku sadar dia cuman manfaatin aku doang." Aku melongok ke luar. "Kenapa Nad?."

"Gak ujan angin kan?. Aneh kamu bisa ngomong gitu?." Tanyaku sarkastik. Bima menghela nafasnya. Menahan sabar sepertinya.

"Sebenernya aku kemaren mulai sadar kalau dia emang cuman manfaatin aku doang. Dia gak ada pas aku butuhin kalau lagi sama suaminya, sementara aku selalu ada walaupun aku lagi sama kamu dulu." Ya Tuhan terima kasih, aku ingin menertawainya didepan muka Bima sambil bilang, "Emang enak?!. Ya kali dia milih lo dibanding suaminya. Bodoh." Tapi aku tahan, itu untuk diakhir.

"Ehem...." aku menormalkan suara, takutnya aku enggak kuat buat enggak ketawa. "Terus kamu sekarang yakin buat ninggalin Hani dan pengen balik ke aku?."

"Iya sayang." Aku langsung meliriknya horor. Seenaknya saja manggil sayang, sayang, sayang kepala lo peyang. Cerocosku dalam hati. “Please, kita mulai lagi dari awal."

"Gini ya Bim, coba bilang sama aku. Apa yang jadi kelebihan kamu buat jadi alasan aku nerima kamu lagi, dibanding sama Alif daaaaaan Opik yang kemaren juga baru nyatain cinta sama aku?. Kamu tau Opik kan?. Temen kantor ku yang pernah aku ceritain dulu?." Bima sepertinya sedang mengingat sampai akhirnya wajahnya terkejut. Maaf ya Pik, aku ngomong tentang kamu. Untung dulu aku suka cerita tentang Opik. Ya gimana, dulu aku bucinnya Bima jadi apa yang terjadi seharian aku ceritain semua sama dia. Gak peduli dia mau dengerin atau engga.

"Nad kamu bukan cewek kayak gini dulu. Kamu nerima aku apa adanya. Kamu..."

"Termasuk nerimain kamu ada affair sama istri orang. Udah lah Bim nyerah aja, kayaknya kamu juga gak nemu kelebihan diri kamu sendiri dibanding mereka berdua. Apalagi dibanding Alif." HAHA memang enak ya buat orang lain mati kutu. Ya gimana Bima gak mati kutu, harga dirinya pasti terluka banget.

Bima menyisir rambutnya dengan tangan. Mirip iklan sampo. "Nad... Please jangan bahas itu lagi."

"Gak bisa Bim. Itu penghinaan paling besar buat aku. Dan tolong kamu jangan samain aku yang sekarang sama aku yang dulu. Aku yang dulu itu bego." Untung handphone ku bergetar, ada telepon dari Bayu. "Aku harus ke kantin. Temen ku udah nunggu."

"Cowok tadi siapa Nad?."

Ya Rob. Ini orang kepo banget sih. Jaman pacaran kemana?. Baru kepo urusanku sekarang. "Bukan urusan kamu Bim. Alif aja gak ribet kayak kamu."

**

Setelah percakapan melelahkan dengan Bima, aku ke kantin. Bayu sudah menunggu disalah satu meja. "Ini gue udah pesenin soto."

"Thanks Bay. Ini uangnya," aku menyodorkan uangku, namun ditolak halus oleh Bayu. "Makasih ya. Baik banget sih lo.” Aku mulai memakan sotoku dengan nasi.

"Nad, tadi itu siapa?." Tanya Bayu yang juga sedang makan soto.

Aku mengibaskan tangan. "Biasalah orang gila."

Bayu malah tertawa. "Banyak fans ya?."

"Lo mau daftar jadi fans gue?. Jangan ah nanti si Niken ngamuk." Candaku, tapi Bayu malah diam. "Kok diem gitu Bay?."

"Hah?. Gak apa-apa Nad. Ayo katanya lo harus meeting keluar sama Pak Bagas." Aku menepuk jidatku dan memakan soto dengan sangat cepat. Setelah beberapa hari, aku tau apa yang disuka dan hal yang sangat tidak disukai sama Pak Bagas. Dia paling tidak suka kalau ada yang terlambat. Dia akan jutek luar biasa. Jadi lebih baik aku tidak main-main soal waktu. Ya kali Pak Ari dulu apa-apa lelet banget, harus aku terus yang ingetin soal waktu. Ngomong-ngomong Pak Ari, aku jadi penasaran urusan sama istrinya dia udah beresin belum ya?. Ah kayaknya udah deh. Buktinya aku bisa setenang ini disini.

**

Meeting Pak Bagas hari ini di salah satu perusahaan besar. Aku memastikan semua berkas yang Pak Bagas butuhkan ada dan juga rapih. Pak Bagas sangat suka kerapihan, apalagi urusan administrasi dan arsip. Beberapa jam meeting Pak Bagas dengan kliennya berjalan lancar. Di jam lima akhirnya kita kembali lagi ke perusahaan karena memang barang bawaan aku dan Pak Bagas masih di kantor. "Nad makasi ya hari ini, kamu udah siapin keperluan semuanya dengan rapih. Saya seneng kerja kamu." Ucap Pak Bagas ketika kami di mobil.

Aku tersenyum senang. Pak Bagas ini orang yang sangat menghargai pekerjaan seseorang. Pak Ari mana pernah memuji ku kalau bukan urusan cewek simpenanya. "Makasih Pak. Saya juga seneng kalau Pak Bagas seneng sama hasil kerja saya."

"Pasti bos kamu yang sebelumnya berat ya lepasin kamu." Pak Bagas tertawa sementara aku tidak sadar malah mendengus. "Maaf Pak, saya bukan maksud gitu ke bapak."

Pak Bagas bukannya tersinggung malah tertawa, "saya tau kok Nad." Aku melotot. Tau apa nih?. Aku was-was. Namun belum juga aku bertanya, mobil Pak Bagas sudah sampai depan kantor. Kami berjalan masuk ke dalam gedung sampai akhirnya ada satu manusia yang paling tidak ingin aku temui. Ada apa sih sama hari ini?, kayaknya banyak yang nguji kesabaran banget. Dia sedang duduk dengan angkuh, tapi begitu melihatku matanya langsung melotot dan berlari seperti orang kesetanan ke arahku. Aku mengatur emosiku, jangan sampai aku lepas kontrol di kantor baruku. Pak Bagas yang kebingungan menoleh padaku.

"Hah akhirnya kamu dateng jalang, mana suami saya?." Liat kan?. Nanya suaminya ke aku. Ya kali aku mau masukin ke saku si tua bangka itu. Dih ogah, berat.

"Ibu, saya gak tau suami ibu dimana." Jawabku masih berusaha tenang.

"Gak usah bohong kamu jalang. Suami saya udah gak pulang empat hari. Dimana lagi kalau gak sama kamu. Yang terakhir punya hubungan sama dia kan kamu." Teriaknya. Aku menutup mataku malu. Semua orang udah berkerumun menonton kami.

Pak Bagas langsung maju ke depanku. "Maaf bu anda tidak bisa main salahkan dia."

"Anda siapanya?."

"Saya atasannya. Jadi saya bertanggung jawab, apalagi ini di kantor. Anda bisa bicara baik-baik." Pak Bagas berbicara dengan sopan dan tegas.

"Anda juga pasti ada main sama dia. Makanya anda bela dia. Udah digoda ya sama dia?." Tanya istri Pak Ari dengan sarkastik.

Mata Pak Bagas langsung melotot. "Hati-hati ya bu kalau bicara. Nadila tidak pernah menggoda saya."

Lama-lama aku geram juga. Aku maju, Pak Bagas meminta aku tetap diposisi ku tapi aku mengangguk. Tanda bahwa aku akan baik-baik saja. Baru aku akan bicara, dia menampar ku keras kemudian mendorong ku sampai terjatuh. Bokong ku membentur keras lantai. "Nadila," teriak Pak Bagas.

"Udah gak apa-apa Pak." Sial, penampilanku pasti gak karuan. Rambut acak-acakan, bibir bonyok, pipi merah. Belum lagi bokong cantik ku. Emang kekuatan istri luar biasa ya. Aku dengan tenang berdiri sambil dibantu Pak Bagas. Dengan tenang aku langsung mengeluarkan handphone dari saku blazerku dan membuka galeri. "Ibu lihat foto dan video ini saja. Saya sudah mau menunjukannya kemarin, tapi saya menunggu Pak Ari sendiri yang bilang. Saya tidak mau merusak rumah tangga orang lain karena itu juga aib atasan saya. Jadi saya ngerasa gak pantes buat ngebongkar itu. Tapi kalau keadaannya seperti ini, saya gak tahan. Bahkan nama baik saya udah tercoreng. Dari bukti ini ibu bakal tau kalau bukan saya yang punya hubungan sama Pak Ari."

Mata istri Pak Ari itu langsung terbuka lebar selebar-lebarnya. Hah, malu kan. Makanya cemburu itu boleh, tapi gak buta juga. Maen tuduh, maen jambak, maen tampar, maen dorong lagi. Aku bisa saja laporin istri Pak Ari atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan, tapi ya sudahlah dia selama ini lumayan baik. Kasian juga, dia lagi diselingkuhin. "Jadi Wina?." Tanyanya terbata-bata.

Aku mengambil handphone ku, "saya akan kirim foto dan videonya. Mungkin ibu harus cari Pak Ari ke Bandung karena Bu Wina katanya asli orang Bandung."

"Maafin saya Nadila."

"Udah lah bu." Aku segera pergi dengan Pak Bagas. Malas sekali. Apalagi melihat tatapan orang-orang kantor. Turun sudah pamor dan harga diriku di sini. Air mataku tidak terasa turun setitik. Aku langsung menghapusnya dengan cepat.

"Nad kamu harus obatin luka kamu dulu. Kebetulan di ruangan saya ada kotak P3K." Aku hanya mengangguk saja pada Pak Bagas. Udah gak bisa ngomong, kalau ngomong pasti aku nangis.

Di ruangan Pak Bagas aku mengobati luka ku sendiri dengan kotak P3K nya. "Sebenarnya saya tau masalah antara atasan kamu yang sebelumnya dan istrinya Nad." Ucap Pak Bagas tiba-tiba yang duduk didepanku.

"Saya dijadiin kambing hitam sama atasan saya. Dia gak peduli sama orang lain." Tuh kan nangis. Pak Bagas menyodorkan tissue. "Yang penting simepenannya aman gak kena amuk. Gara-gara dia nama saya jelek, bahkan ternyata di tempat kerja saya yang baru dia buat nama saya jelek. Salah saya ngelindungin dia. Harusnya saya kasih aja buktinya dari kemarin."

"Niat kamu baik Nad."

Aku tertawa dengan getir. "Makasih ya Pak, udah baik banget belain saya. Tapi saya nerima kok pak kalau Pak Bagas mau berhentiin saya. Saya udah buat malu di lobi, nama saya juga udah jelek."

Pak Bagas tertawa dengan renyah. "Kenapa saya harus berhentiin kamu kalau kerja kamu bagus dan kamu juga gak salah?. Saya gak peduli sama omongan orang. Kamu di jalan yang bener kok. Lagian ya, kalau kamu saya berhentiin, saya bisa dimusuhin sama Bayu." Bisik Pak Bagas di akhir.

"Bayu?." Aku langsung bingung.

"Kamu gak tau?. Saya ini kan sepupunya. Dia itu naksir sama kamu dari jaman SMA. Dia penggemar rahasia kamu." Ucap enteng Bagas sambil tertawa. Aku tentu saja bingung.

"Terus kenapa bapak bilang?."

"Ya abisnya saya gemes. Tinggal bilang aja susah, udah berabad-abad cuman ngagumin kamu dari jauh sampei susah serius sama cewek." Tunggu.... apa Bayu juga sengaja deketin Niken buat deket sama aku?. Kalau bener, marah dan sakit hati pasti Niken. Gak bisa. Susah banget nemu sahabat gila kayak dia. Secepatnya aku harus bicara sama Bayu.

**

"Sayang kenapa bibir kamu?." Tanya Alif panik begitu lihat aku yang sekarang duduk di jok samping. Alif langsung melihat-lihat wajahku.

"Ya karena masalah Pak Ari, aku dilabrak tadi di lobi sama istrinya."

"Diapain?."

"Di tampar sama di dorong. Sial. Diliatin banyak orang. Pipi merah, bibir ada darahnya, belum lagi pantat aku keras kena lantai." Ucapku dengan mood yang sangat buruk saat mengingat kejadian tadi siang.

"Kayaknya istri sama mantan bos kamu itu gak bisa didiemin." Alif mulai menjalankan mobilnya. Menembus jalanan yang macet.

"Tenang aja, urusan itu udah aku seleseiin. Aku udah kasih bukti perselingkuhan suaminya sama cewek simpenannya."

"Jadi kamu udah punya buktinya?."

Aku menyalakan musik untuk mengembalikan mood ku. "Udah dari pertama juga kok."

Alif langsung menoleh dengan emosi. "Kenapa kamu gak kasih liat dari pertama kalau ada bukti di tangan kamu?." Tiba-tiba aku menyadari ternyata Alif peduli padaku. Aku tertawa senang. "Kenapa kamu malah ketawa sih?. Aku nanya serius loh." Aduh ngamuk dia.

"Gemesin banget sih kamu ngamuk kayak gitu." Alif menatapku seperti tidak percaya. Akhirnya aku berdehem untuk menetralkan suaraku. "Oke, jadi gini aku ga kasih dia bukti itu karena aku ngejaga aib atasanku, apalagi didepan banyak orang juga kan kemarin. Lagipula aku ngasih kesempatan buat dia ngaku sendiri. Eh ternyata dasar tua bangka itu gak ngedenger. Dia malah ngilang. Ya istrinya nyari ke kantor baru ku."

Alif meraih sebelah tanganku kemudian menciumnya dengan dalam. "Baik banget sih kamu. Disaat nama kamu ke jepit, ditampar tapi kamu masih ngelindungin mereka."

"Kamu sih modus aja pengen cium tangan aku. Aku gak mau disebut baik gitu, malu." Alif malah tertawa. Bahkan dia mencolek daguku. "Apaan sih Lif?. Udah ah. Kasih aku hadiah, jangan nyolek-nyolek. Bukan muhrim." Alif makin tertawa saja. Saat seperti itu handphone Alif berbunyi. Ada satu chat masuk. Dan mata elangku langsung bisa melihatnya.

Chintya

Sore. Lif makasih ya tadi makanannya enak banget.

"Ada chat tuh sayang. Katanya makasih makanannya." Ucapku pura-pura cuek, padahal hatiku luar biasa kesalnya.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel