Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Mesir, Aku Datang!

Bab 2 Mesir, Aku Datang!

“Mesir? Untuk apa kau ke sana?” tanya Ayah Zeny.

Zeny pun menghentikan makannya sejenak untuk mengambil edaran study tour dari ranselnya lalu memberikannya pada sang Ayah.

“Ini. Edaran dari kampus. Kelas Sejarah mengadakan study tour dan semester ini tujuannya adalah ke Mesir. Jadi Ayah, ak-”

“Tidak,” sahut Ayah Zeny langsung dengan tegas.

Zeny mengerucutkan bibirnya lagi. Sejujurnya ia sudah menebak jawaban sang Ayah, tapi dijawab secepat ini, masih saja membuat gadis itu merasa kesal. Tidak. Zeny meyakinkan dirinya bahwa ia harus mencoba meluluhkan Ayahnya.

“Ayah, ayolah. Kumohon. Ini Mesir, Ayah. Mesir. Ayah yang paling tahu seberapa aku menyukai Mesir. Piramida, gurun pasir, artefak-artefaknya, bahasanya dan masih banyak lagi yang ingin aku pelajari tentang Mesir, Ayah,” tutur Zeny panjang lebar dengan mata yang berbinar-binar.

Ayah Zeny tampak memperhatikan Zeny dengan tatapan khawatir.

Memang sudah bukan rahasia lagi bagi sang Ayah jika Zeny sangat menyukai Mesir, bahkan bisa dikatakan agak terobsesi. Zeny mengkliping banyak artikel-artikel lama dan baru tentang Mesir dan segala sejarah serta peradabannya. Mengoleksi banyak buku dan hal-hal berbau Mesir, bahkan menggunakan setengah uang tabungannya hanya untuk mempelajari Mesir dan segala tentang Negeri Fir’aun itu.

Sang Ayah tak pernah melarang Zeny, apa pun yang dilakukan anak gadisnya itu asal positif. Terlebih, semakin dewasa Zeny tampak semakin seperti mendiang istrinya, membuat pria empat puluh tahunan itu semakin menyayangi dan mencintainya. Kecuali satu, bepergian tanpa didampingi olehnya. Bahkan meski Zeny sudah menginjak usia sembilan belas tahun.

Zeny menatap sang Ayah dengan tatapan memelas sambil meraih tangan Ayahnya dan menggenggamnya.

“Yah, aku bisa jaga diri. Tidak akan ada yang terjadi padaku di sana. Semuanya akan baik-baik saja,” ujar Zeny tampak berusaha melunakkan hati sang Ayah yang menatapnya dengan wajah yang khawatir dan agak sendu.

“Ayah punya alasan yang bagus dan masuk akal untuk melarangmu pergi,” ujar Ayah Zeny.

Zeny menghela napas.

“Ayah, aku juga tahu. Tapi aku bisa jamin, Ayah tidak perlu khawatir berlebih seperti itu. Yah, aku bukan Ibu dan tidak mungkin yang terjadi pada Ibu akan terjadi padaku. Memang, yang terjadi pada Ibu adalah sebuah kecelakaan, tapi bukan berarti aku akan bernasib sama seperti Ibu, Yah. Jadi, boleh `kan Yah?” tutur Zeny yang terus meyakinkan Ayahnya.

Ayah Zeny pun menghela napas. Pria paruh baya itu tampak bimbang antara mempertahankan egonya atau menyenangkan hati buah hati tercintanya. Ia tidak ingin kehilangan orang yang dicintainya untuk kedua kalinya, terlebih jika itu dengan cara yang sama.

Kecelakaan pesawat yang menimpa mendiang istrinya saat terbang menuju Kairo, menghantui hidupnya. Zeny hanya tahu bahwa mendiang Ibunya meninggal karena kecelakaan, tanpa tahu tujuan penerbangannya.

“Zeny, Ayah...”

Mendengar sahutan ayahnya, Zeny tampak agak antusias dan sangat berharap. Digenggamnya kedua tangan sang Ayah dengan penuh harap. Melihat itu, Ayah Zeny kembali menghela napas dalam-dalam.

“Baiklah, baik. Kau boleh mengikuti study tour itu,” ujar Ayah Zeny.

“Yayy!! Benar `kan, Ayah? Ayah tidak bohong `kan?” seru Zeny tampak riang dan antusias.

Ayah Zeny mengangguk dan seulas senyuman tipis terbentuk di bibirnya yang dihiasi kumis tipis itu. Melihat anggukan dan senyuman sang Ayah, Zeny pun menarik kedua tangan Ayahnya, menciumnya lalu beranjak dari kursinya untuk memeluk sang Ayah.

“Ayah memang Ayah terbaik yang Zeny punya! Zeny sayang Ayah!” seru Zeny sambil memeluk ayahnya dengan erat dan mencium pipinya.

“Ya.. Ya, Ayah tahu itu. Tapi, ada syaratnya,” ujar Ayah Zeny sambil mengusap lembut lengan putri kesayangannya yang melingkar di bahunya itu.

“Syarat? Baiklah. Apa pun itu, Zeny berjanji akan memenuhinya,” ujar Zeny dengan mantap.

“Selalu beri kabar pada Ayah setelah kau tiba di sana. Kau tentu tahu Ayah pasti kesepian saat kau pergi study tour, dan...,” Ayah Zeny menjeda sesaat.

“Dan..?” Zeny menyahut dan menunggu.

“Pulanglah dengan selamat, Anakku,” ujar Ayah Zeny sambil mencium pipi gadis kesayangannya itu.

Zeny tersenyum senang dan menjawab dengan riang. “Tentu saja, Ayah. Terima kasih.”

Ayah Zeny mengangguk lalu mengingatkan Zeny untuk menghabiskan spagetinya. Zeny pun mengangguk dan mereka melanjutkan makan mereka sambil kembali mengobrol dan bersenda gurau.

***

Hari keberangkatan study tour pun tiba. Zeny sudah berkemas dengan baik dan Ayahnya pun menemaninya ke bandara sebagai syarat lain diizinkannya Zeny pergi ke Mesir.

Di bandara, sudah berkumpul teman-teman Zeny di kelas Sejarah di terminal keberangkatan. Setelah berpamitan dengan sang Ayah, Zeny pun bergabung dengan beberapa teman sekelasnya, termasuk ada Deanis di sana.

Dari posisinya, Deanis yang awalnya tampak mengobrol dengan segerombol teman-teman dalam lingkarannya pun sesekali memperhatikan Zeny yang baru gabung dengan sekumpulan anak-anak yang diberi label Kutu Buku di kelas.

Deanis memperhatikan Zeny dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gadis dalam kubu Kutu Buku yang sering dipanggilnya ‘Udik’ itu mengenakan satu set pakaian ala penjelajah berwarna khaki yang sering dilihatnya dipakai oleh para Ranger yaitu orang-orang yang bekerja di bidang kehutanan yang bertugas menjaga hutan. Deanis hanya tersenyum miring melihatnya.

Tak lama, Miss Elora mendatangi para mahasiswanya lalu meminta mereka untuk segera melakukan check-in karena sebentar lagi pesawat penerbangan mereka akan lepas landas. Selain itu, terdengar pemberitahuan dari pihak bandara bahwa penerbangan mereka memang akan segera lepas landas satu jam lagi.

Mendengar pengumuman itu pun, Zeny dan teman-temannya termasuk Deanis pun bergegas melakukan check in. Setelah bagasi aman, satu per satu rombongan Zeny pun masuk ke dalam pesawat.

Zeny masuk ke dalam pesawat dan mengambil duduk sesuai dengan tiketnya. Gadis itu senang karena tempat duduknya tidak dekat jendela. Ia pun duduk dengan tenang dan menikmati perjalanannya menuju tempat yang paling diidam-idamkannya, Mesir.

Sekitar tiga belas jam Zeny dan rombongan mengudara dari Indonesia menuju Mesir. Zeny menyempatkan diri untuk tidur dan makan di pesawat sebelumnya.

Saat pesawat lepas landas di Bandara Internasional Kairo, Zeny dan rombongan disambut dengan cuaca yang panas dan kering khas Mesir membuat beberapa dari mereka melepas outer yang dikenakan sebelumnya agar menjadi lebih sejuk. Usai mendapatkan koper masing-masing, mereka berkumpul dan menaiki sebuah bus yang akan mengantar mereka menuju hotel.

Perjalanan dari bandara menuju hotel yang akan menjadi persinggahan mereka selama empat hari di Mesir menempuh jarak waktu sekitar tiga puluh menit. Naasnya, secara kebetulan, Zeny duduk berseberangan dengan Deanis.

Agak sedikit beruntung karena mereka hanya dipisahkan oleh jarak antar baris bangku bus yang berfungsi sebagai jalan, setidaknya mereka tak duduk tepat sebangku dalam satu baris. Bisa sial seumur hidup, begitu pikir Zeny saat melihat Deanis duduk di bangku bus berseberangan dengan kursinya.

Tiga puluh menit kemudian, mereka sampai di hotel, melakukan check-in kemudian berpencar ke kamar masing-masing setelah Miss Elora memberikan arahan dan jadwal mereka selama di Kairo, Mesir. Begitu pun Zeny. Ia menuju kamarnya sambil menarik koper.

Kamar 307 adalah kamar Zeny dan seorang temannya dari kelas Sejarah bernama Gracia. Saat Zeny membuka pintu kamar hotel untuk masuk, Gracia langsung masuk begitu saja. Zeny hanya mengendikkan bahunya tidak peduli.

Zeny dan Gracia tak begitu akrab selama di kelas, kecuali saat mereka dalam satu kelompok untuk tugas. Zeny meletakkan kopernya di dekat salah satu twin bed yang akan menjadi tempat tidurnya selama empat hari.

Zeny menyempatkan diri menghubungi ayahnya sesuai janjinya lalu menyiapkan isi ranselnya untuk perbekalan dia pergi ke tujuan study tour pertama mereka yaitu Museum Kairo. Museum yang kini telah berelokasi di Tahrir Square itu menjadi rumah bagi koleksi antik dari bangsa dan peradaban Mesir Kuno dengan memiliki sekitar seratus dua puluh ribu koleksi.

Tentu saja hal itu membuat Zeny sangat bersemangat hingga ia tanpa sadar terus bersenandung sambil memilah-milah barang-barang perlengkapan ke dalam ransel. Gracia yang menyadari gumaman Zeny yang tampak riang pun berkomentar.

“Kau terlihat senang,” ujar Gracia.

Zeny menoleh sambil tersenyum pada gadis berambut hitam keriting yang terpadu dengan mata bulat yang cantik dan kulit gelapnya yang eksotis.

“Tentu saja. Aku memang sedang senang,” jawab Zeny.

“Oh ya? Kenapa? Oh! Apa karena ini study tour pertamamu?” tanya Gracia yang tampak tidak mengerti dengan sikap Zeny yang terlihat begitu bahagia pada saat study tour.

Zeny agak terkejut saat Gracia berseru tentang study tour ini adalah pengalaman pertamanya sejak ia bersekolah dan berkuliah tentu saja. Namun melihat Gracia menyengir diikuti dengan kekehan, Zeny membalasnya dengan senyuman.

“Tebakanmu tidak salah, Gracia. Aku memang senang sekali karena akhirnya aku bisa mengikuti perjalanan studi seperti ini untuk pertama kalinya. Percaya atau tidak, aku tidak pernah ikut perjalanan studi ke mana pun itu di masa-masa sekolahku,” ujar Zeny.

Gracia tampak terkejut dengan jawaban Zeny.

“Wah, jadi itu benar? Aku pikir hanya rumor belaka. Wah, jadi kau memang senang karena study tour ini rupanya. Kupikir karena hal lain,” balas Gracia.

Zeny tertawa kecil pada Gracia.

“Rumor apa? Sepertinya banyak sekali yang kalian bicarakan tentangku di belakangku. Ya, aku tidak terlalu peduli juga. Dan sebenarnya, memang ada hal lain yang membuatku bahagia mengikuti perjalanan studi ini,” ujar Zeny sambil menutup ranselnya.

“Oh ya? Apa itu? Apa karena Deanis?” tanya Gracia.

Zeny yang awalnya hendak menceritakan tentang kebahagiaannya datang ke Mesir, mendadak bingung dan mengerutkan keningnya.

“Deanis? Kenapa aku harus bahagia karena orang menyebalkan itu?” tanya Zeny terdengar bingung sekaligus tidak suka. Ia sangat tidak menyukai ide bahwa ia bahagia karena si pemuda populer yang bodoh dan menyebalkan itu.

“Erm, well, mungkin karena kamar Deanis tepat di depan kamar kita?” jawab Gracia.

“Apa?!”

*to be continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel