Bab 8 Canggung Part II
Bab 8 Canggung Part II
Di sebuah ruangan yang terdapat sebuah meja belajar dengan sebuah ranjang tidur single, tampaklah seorang gadis yang sedang memeluk bantalnya di atas tempat tidur dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan. Ia terus saja membuat mulutnya bergumam. Sesekali ia tersenyum, sesekali ia kesal, sesekali ia marah dan sesekali ia sedih. Mungkin memang ada yang tidak beres dengan gadis satu ini.
“Ja-jadi untuk apa dia kemari? Apa hanya ingin menumpang tidur...? Tidak mungkin kan...?” gumamnya ketika kesal tidak mengetahui tujuan Leo berada di depan kamarnya saat itu. Ia juga mulai memikirkan hal-hal lainnya yang tentu saja membuat kepalanya pusing.
“Ja-jadi perempuan itu si-siapa? Apa benar itu kekasihnya...?” ucapnya lagi. Ia berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan untuk pertanyaannya namun tidak menemukannya. Yaa tentu saja ia tidak tahu, karena dia hanya manusia biasa. Kemudian ia bergumam lagi.
“La-lalu apa maksudnya dengan identitas aslinya Leo? Kenapa aku tidak tahu soal itu...? dan juga kenapa jika aku mengetahuinya? Apa seburuk itu jika aku mengetahuinya?” Gadis itu mulai meremas bantal yang dipeluknya. Bantalnya tampak kesakitan. Dan masih banyak hal lain yang diocehkannya hingga ia tertidur karena kelelahan.
Di tempat lain kejadian yang sama juga terjadi, hanya saja kali ini dilakukan oleh seorang laki-laki. Ia sedang mengelap gelas-gelas kaca yang berjejer rapi di lemari. Sambil ia mengelap benda tersebut, ia pun memikirkan sesuatu. “Kenapa sekarang dia tidak mau melihatku sedikitpun? Apa aku seburuk itu...?” ucapnya dalam hati.
Laki-laki itu tidak sadar bahwa ia belum menjelaskan apapun pada Keke. Yang ia lakukan hanyalah mengatakan terima kasih, meminta maaf dan memeluk gadis itu dengan mendadak. “Oh apa jangan-jangan dia marah karena aku memeluknya dengan mendadak... ahh bagaimana ini...?” pikirnya lagi. Ternyata laki-laki ini tidak peka sama sekali.
“Excuse me... a glass of beer please...?” ujar seorang pelanggan pada Leo. Awalnya Leo tidak menanggapinya, karena itu pelanggan tadi memanggilnya kembali.
“Oh sorry, may I have a glass of beer?” ucap pelanggan itu dengan sedikit menambah volume suaranya. Leo yang merasa terusik pun menoleh pada pelanggan itu.
“Hah... shut up! I am thinking right now!” balasnya pada pelanggan tersebut. Pelanggan tadi pun hanya terdiam mendengar ucapan dari seorang bartender. Yes, Leo adalah seorang bartender di salah satu bar terbesar di London. Ia biasanya bekerja dari pukul sepuluh malam hingga pukul lima pagi. Kali ini ia datang terlambat karena insiden hujan salju sebelumnya.
Karena Leo menjawab permintaan pelanggan dengan tidak sopan ia pun mendapat pukulan dari manager bar tersebut.
Plak! Sebuah pukulan dari majalah yang digulung mendarat di kepalanya. Leo pun terkejut karena pukulan tersebut. Ia pun membalikkan badannya 180 derajat untuk membalas orang yang memukulnya dari belakang. Namun, kenyataannya orang itu adalah manager bar ini yang sedang menatap Leo seperti ingin menerkamnya.
“Wuaahh Master...!” ucap Leo kaget ketika ia mengetahui yang di belakangnya adalah Master, managernya. Master yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari Leo menatapnya dengan mendongak sambil menarik kerah bajunya.
“Apa yang kau lakukan pada pelanggan kita? Dasar anak bodoh! Minta maaf dan berikan pesanannya secepatnya!” Mendengar Master yang marah membuat Leo terkejut dan tersadar dari pikirannya. Leo pun tertawa saat itu untuk menutupi wajah malunya sambil mengucapkan kata maaf berulang kali. .
Master yang memperhatikannya merasa terganggu dengan sikap Leo. “Apa yang kau tertawakan? Dasar bodoh, hentikan itu!” ucap master itu perlahan ingin kembali ke belakang. Leo yang masih berusaha mengakhiri tawanya bertanya “Kenapa? Kenapa aku harus berhenti, Master?” tanyanya pada sosok lelaki yang ada di depannya.
Master itu pun membalikkan badannya kembali menghadap pada Leo. Ia menatap Leo seperti menatap anaknya sendiri. “Karena tawa itu palsu, jadi terdengar menjijikkan... kau mengerti?” tegas laki-laki itu yang membuat Leo terdiam. Leo pun tersenyum.
“Ahh aku ketahuan lagi,” gumamnya. Setelah itu ia pun melayani pelanggan yang memesan beer tadi.
Keesokan harinya...
Sebuah pintu kamar apartemen tampak dibuka dengan perlahan. Kemudian perlahan muncul sebuah kepala seorang gadis. Ia terlihat sedang mengintip. “Bagus... dia tak ada...,” ucapnya yang kemudian keluar dari kamar apartemennya. Ia mengunci pintu tersebut lalu bergegas pergi dari sana. Ketika ia hendak berbelok keluar gerbang, tiba-tiba saja ada orang di depannya. Gadis itu hampir menabraknya. Ia pun menoleh untuk melihat siapa orang tersebut. Dan ajaibnya orang itu adalah orang yang ingin ia hindari hari ini.
“Oh Keke... selamat pagi!” Sapa orang itu dengan ramah. Keke pun berusaha menjawab salam dari orang itu, “Hmm pagi, Leo,” ucapnya dengan menunduk. Keke berusaha untuk bisa melihat wajah Leo ketika mereka berbicara namun, ia tak bisa melakukannya. Leo yang tak ingin jaraknya dengan Keke bertambah, tiba-tiba meminta sesuatu pada Keke.
“Kamu akan pergi kuliah bukan? Kalau begitu bersediakah menunggu sebentar?” ucap Leo pada Keke. Keke benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Leo hingga tak sadar ia membuat raut wajah bingung dengan jelas. Melihat hal itu membuat Leo menjadi tertawa kecil. Ia pun memperjelas maksudnya.
“Aku juga ingin pergi ke kampus so, please wait for me, just five minutes!” ucapnya pada Keke dan langsung bergegas ke kamarnya untuk bersiap-siap. Keke termenung melihat sikap Leo hari ini.
“Aa bagaimana ini padahal aku tidak menjawabnya dengan iya, apa aku tinggalkan saja yaa...?” pikir Keke. Ia bingung harus apa, dan akhirnya ia memutuskan untuk menunggu.
“Thank you for waiting, okey lets go!” ujar Leo ketika telah berhasil menyusul Keke. Mereka pun mulai jalan beriringan. Untuk beberapa saat mereka tidak saling bicara satu sama lain. Hal ini membuat suasana diantara mereka jadi sangat canggung. Sesekali Leo mencoba melirik pada Keke, namun Keke tetap saja memandang ke arah depan. Karena tak tahan dengan suasana seperti ini, Leo pun langsung melemparkan pertanyaan pada Keke.
“Ap-apa kamu menyukaiku?” tanyanya to the point. Pertanyaan tak terduga keluar dari mulut Leo yang membuat Keke terkejut bukan main. “Hah...? Ap-ap-apa yang kamu katakan ini Leo?” balas Keke dengan tanpa sadar ia berhenti melangkah. Leo yang mendapat jawaban seperti itu pun kembali bertanya, “Jadi kamu membenciku?” ucap Leo yang juga ikut berhenti. Pertanyaan Leo yang satu ini membuat Keke geram dan spontan menjawab, “Apa yang kamu katakan ini? Mana mungkin aku membencimu....”
“Jadi kamu menyukaikukan?” tanya Leo lagi setelah mendengar jawaban dari Keke tadi. Keke jadi merasa malu. Ia tak bisa menatap wajah Leo. “Hey Ke--” ucapan Leo terhenti ketika hendak menyentuh pipi Keke namun berhasil ditepis oleh gadis itu.
“Dengar Leo! Menyukai dengan tidak membenci adalah dua hal yang berbeda, dan aku berada di posisi yang tidak membencimu,” jawab Keke dengan cukup tegas pada laki-laki yang ada di hadapannya.
Jawaban yang Keke berikan membuat Leo tersenyum. “Syukurlah... kamu tidak membenciku...,” ucap Leo dengan ekspresi wajah lega. Keke bingung dengan perubahan sikap Leo kali ini. Ia pun bertanya, “Memangnya Kenapa?”
“Aku hanya ingin kita bisa bersikap seperti biasanya, jadi jika kamu memang tidak membenciku, bersikaplah seperti biasa... jika kamu ingin marah, marah saja, jika kamu ingin bercerita, lakukan saja, jika kamu tak suka, katakan saja... asalkan jangan mengabaikanku... aku tidak bisa...,” jelas Leo panjang lebar, membuat mata Keke terbuka. “Ternyata Leo merasakan hal yang sama dengannya,” begitulah pikir Keke.
Tanpa diduga, Keke tertawa setelah mendengar semua itu. Ia merasa seperti orang bodoh karena linglung sendiri beberapa waktu yang lalu. Leo pun juga ikut tertawa karena permasalahan mereka tampaknya mulai terselesaikan. Mereka pun melanjutkan perjalanan ke kampus. Kini mereka mulai mengobrol seperti biasanya.
“Oo iya Leo, bajumu yang basah kemarin masih di apartemenku, aku kembalikan setelah kucuci saja ya...,” ujar Keke pada Leo.
“Aa tidak usah dicuci, kembalikan saja langsung...,” jawab Leo. Keke pun mengangguk menanggapi perkataan Leo.
Leo benar-benar merasa lega ketika semuanya kembali normal. Ia merasa tidak akan bisa hidup jika diabaikan Keke terus menerus. Hari ini, Keke mulai bicara dengannya lagi. Sepanjang perjalanan suara Keke lah yang mendominasi. Dalam lubuk hatinya Leo mengatakan bahwa, “Dia mungkin tidak menyukaiku, tetapi dia tidak membenciku, itu saja sudah cukup.” Kemudian tersenyum menatap Keke yang asik membicarakan tentang pekerjaannya sebagai komikus.
“Oo iya Leo, kamu dari mana tadi?” tanya Keke pada Leo, saat mereka berdua hampir sampai di kampus. Leo pun menjawab pertanyaan Keke seadanya.
***
