Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Terhubung

Bab 4 Terhubung

Sepasang kaki yang melangkah di koridor sebuah apartemen, menggema hingga dapat didengar oleh orang yang sedang berada dalam ruangannya. Perlahan suara kaki itu semakin jelas. Hingga ia berhenti di depan kamar paling pojok. Selanjutnya suara mainan kunci terdengar. “Suara lonceng mainan, itu mungkin...,” seseorang yang awalnya berada di dalam kamar, perlahan beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju pintu dan membukanya.

“Keke!” panggil orang itu. Gadis yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. “Eh? Leo? Ada apa?” ucapnya dengan sedikit terkejut. Ternyata yang terkejut bukan hanya Keke, Leo pun terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan. “Eh? Apa yang aku lakukan?” gumamnya dalam hati. Akhirnya Leo pun harus memutar otak untuk mencari alasan kenapa ia memanggil Keke secara mendadak.

“Leo?” tegur Keke lagi. Karena tak punya banyak waktu untuk mencari alasan, akhirnya apa yang terlintas di kepalanya saja yang ia keluarkan, “Aku butuh gula! Apa boleh aku minta sedikit?” ucap Leo spontan.

“Heh?” Keke tak menyangka jika itu yang akan dikatakan Leo, ia pikir Leo akan menanyakan tentang bagaimana urusannya hari ini. “Aa gula ya? Aku pikir apa...,” balas Keke sambil membuka pintunya. Leo hanya termenung di depan pintunya, apalagi setelah mendengar jawaban dari dirinya sendiri.

“Leo? Kenapa masih berdiri disana? Kamu butuh gula kan? Ayo masuk!” ajak Keke pada Leo. Reaksi yang tidak terduga dari Keke pun membuat Leo tercengang sekaligus senang. “Dia percaya dengan ucapanku lagi...! Apalagi sampai mengajakku masuk ke ruangannya? Apa dia tidak khawatir jika aku akan berbuat jahat nantinya?” gumam Leo dalam hati.

“Excuse me...,” ucap Leo ketika memasuki ruangan Keke. Saat itu, mata Leo langsung terfokus pada ruangan yang sedang ia masuki itu. “Waahh! Jadi ini ruangannya Keke, Lebih bersih dan cantik dari dugaanku... ditambah lagi ruangan ini... penuh dengan bau Keke! Sa-sangat wangii!” pikir Leo yang mencoba untuk tetap tenang.

“Here it is, sugar!” ujar Keke sambil menyerahkan semangkuk gula. Leo yang tadinya sudah mulai tenang, sekarang terkejut lagi. “Aaaa Keke! I-ini terlalu banyak....” Leo merasa bersalah karena sudah salah memberi alasan. Namun, berbeda dengan Keke, gadis itu benar-benar senang jika bisa berbagi sesuatu dengan orang lain. Karena sejak orang tuanya meninggal, ia tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain.

“No problem sir!” ucap Keke dengan senang hati. Melihat senyuman dari gadis yang ia sukai, membuat Leo tak berkutik. Ia pun mengambil semangkuk gula tersebut. Setelah itu tampaknya Leo ingin mengatakan sesuatu. “Ada apa Leo?” tanya Keke pada Leo yang terlihat gelisah. Namun, ia urungkan. Dan menggantinya dengan pertanyaan lain.

“Ba-bagaimana hari ini? Apa kamu bisa menemukan kantor itu?” tanyanya dengan melihat ke arah bawah, lagi. Keke senang ketika Leo bertanya seperti itu padanya, bagi Keke hal itu tampak seperti, masih ada orang yang peduli padanya.

Keke pun langsung menjawab dengan antusias. “Ah! Itu yaa... Aku berhasil dengan ajaibnya... dan apa kamu tau, aku bertemu dengan orang aneh yang membantuku... bla bla bla,” akhirnya Keke menceritakan perjalanannya hari ini pada Leo. Sedetil-detilnya. Dan hal itu memakan waktu hampir satu jam.

Leo mendengarkan semua cerita Keke dari awal hingga akhir. Sebenarnya Leo tidak terlalu mendengarkan Keke, ia hanya fokus melihat ekspresi dan wajah seorang gadis yang ia sukai sejak pertama kali ia temui. “Mungkin hari ini adalah hari keberuntunganku...,” gumam Leo dalam hati, karena ia bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Keke.

“And... look at this, Leo!” ucap Keke sambil menunjukkan selebaran yang berupa kontrak kerjanya dengan Dearlova publisher. Leo pun ikut gembira untuk Keke. “Waw! That’s cool! Bravoo Keke!” puji Leo pada Keke. Keke pun jadi tersenyum lebar, “Syukurlah...!” ucap gadis itu setulus hati.

Setelah itu Leo pun permisi untuk kembali, karena hari sudah semakin gelap. Namun, sebelum ia pergi, Leo menyerahkan kembali gula yang diberikan Keke tadi. Keke menjadi bingung karenanya. Tapi akhirnya Keke mengalah, karena Leo berkata “A-aku akan datang kesini saja jika ingin minum minuman yang manis, tak-tak masalahkan?” ucapnya dengan tergagap.

Setelah itu, Leo pun kembali ke kamarnya. Keke merasa sangat senang karena Leo telah berkunjung ke kamarnya. Hatinya menjadi hangat. Bibirnya setia pada mode ‘senyum’ yang biasanya susah sekali ia lakukan dihadapan orang lain. “Aku harap... Leo selalu ingin minum minuman manis...,” ucapnya dengan jelas. Lalu tertawa pelan.

Namun, hal demikian tak berlaku bagi seseorang yang berada di kamar sebelahnya Keke. Leo merasa sakit ketika ia mengetahui perasaannya pada Keke. Ia terduduk lemas di dekat pintu kamarnya. “Sadarkan dirimu!... bodoh!” tegasnya pada dirinya sendiri.

***

Dua hari kemudian...

‘Kloop’ dua pintu terbuka secara bersamaan. “Eh?” adalah kata yang sama yang keluar dari mulut yang berbeda. Mereka adalah Keke dan Leo. Mereka secara tak sengaja keluar dari kamar secara bersamaan.

“Pagi Leo!” sapa Keke pertama kali. Leo pun menoleh padanya dan membalas dengan cara yang sama “Pagi! Keke....” Keheningan terjadi beberapa saat setelah itu. Namun akhirnya Leo bergerak lebih dulu, dan mulai berjalan tetapi setelah lima langkah ia berhenti.

“Ma-mau pergi bersama?” ajaknya tanpa menoleh ke belakang. Mendengar hal itu Keke langsung berjalan ke arahnya, “Of course!” jawabnya dengan tersenyum. Mereka pun berjalan beriringan. Di tengah perjalanan, mereka saling mengobrol agar suasananya tidak menjadi senyap. Yaa walaupun itu di dominasi oleh Keke.

Ketika mereka telah sampai di kampus, Keke pun memutuskan untuk mencari tempat duduk yang dekat dengan Leo. Namun tidak bisa setiap saat, karena mereka tidak akan selalu di kelas yang sama. Apalagi jika satu kelas dengan orang ini.

“Uwwaaahh! Keke... ternyata kita satu kelas kali ini... kalau begitu aku akan duduk disini!” ucapnya sambil duduk di tengah-tengah antara Keke dan Leo. Hal itu membuat Keke sedikit kesal. “Aah! Ada si muka muram... What’s up bro?” tanyanya pada Leo yang ada di sebelahnya.

“Jangan menyapaku, jika tak ada keperluan, Steve...,” ucap Leo pada laki-laki itu. “Oi!! Bukannya itu kalimatku?” balas Steve pula. Tanpa disadari mereka bertiga semakin sering bersama, walau mereka berbeda kelas. Terkadang mereka makan bersama, pulang kuliah bersama, atau diskusi bersama.

Seperti saat sekarang ini. “Kenapa orang berisik ini ikut pula?” ujar Leo sambil menunjuk pada Steve yang ada di saampingnya. “Hah Apa kamu mengatakan sesuatu?, muka muram!” balas Steve. Terkadang suasana seperti ini membuat Keke merasa nyaman. Ia tak menyangka jika memiliki teman akan menyenangkan seperti ini.

“Jadi, Keke...? Apa yang akan kita lakukan di perpustakaan hari ini?” tanya Steve pada Keke. Bukannya Keke yang menjawab, melainkan Leo lah yang menjawab, “Looking for book, Idiot!” Tak terima dikatai begitu Steve pun membalas kembali, “Did you say something, Gloomy face!” Jika sudah seperti itu mereka akan terus beradu mulut hingga akhirnya lelah sendiri.

Biasanya Leo dan Steve jarang sekali bertemu, apalagi saling mengobrol seperti saat ini. Walaupun mereka lebih sering adu mulut. Ini semua bermula karena masing-masing dari mereka bertemu dengan Keke. Keke bagaikan kutub positif bagi Leo dan Steve yang tanpa sadar telah menjadi kutub negatif. Walaupun mereka tidak satu kelas, nantinya mereka akan makan siang bersama. Walaupun mereka tidak berdekatan, nantinya akan ada seseorang yang membuat mereka berdekatan kembali.

“Heehh...?Kamu tidak ikut karokean lagi Steve...?Kenapa?” ucap beberapa teman Steve. “Ahahaha sorry, hari ini memang tak bisa, lain waktu maybe!” tolak Steve dengan baik-baik.

Setelah itu, Steve akan langsung tancap menuju kelas Keke hari itu. “Keke! Ayo pulang bersama...,” ajak Steve ketika sampai di kelasnya Keke. Ya ... walaupun mereka hanya akan bersama sampai di depan halte kampus, karena bis yang akan mereka naiki berbeda.

Namun saat itu tak ada seorang pun di kelas. Steve pun jadi harus mencari Keke terlebih dahulu, karena tas Keke masih berada di kelas. Tak butuh waktu lama, Steve pun menemukan Keke yang sedang berdiri di persimpangan lorong kelas. “Ahh! Ini dia Keke-ku, kenapa kamu disini?” ujar Steve pada Keke. Namun Keke tidak menjawab. Ia hanya terus melihat ke bawah, seperti menyembunyikan rasa kecewanya. Atau tepatnya menyembunyikan tangisnya.

Steve yang penasaran pun langsung mencari tahu. Dengan mengintip lorong yang berada di sebelah kanan. Dan sesuatu yang tak diduga pun terlihat. “Se-sejak kapan Leo punya pacar?” Steve pun tercengang. “Ke-kenapa Leo berciuman dengan perempuan itu...!” ucap Keke tak percaya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel